Thursday, June 30, 2016

Kerja Tanda Syukur

Oleh: Prof Dr Komaruddin Hidayat
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah

COBA perhatikan Surat Saba ( 34:13) yang artinya begini: Bekerjalah hai keluarga Dawud sebagai tanda syukur. Sedikit dari hamba-hambaKu yang menjadi pribadi suka bersyukur.

Dalam ayat ini bekerja merupakan tanda syukur. Jadi, bagaimana memahami cara dan sikap bersyukur? Mari kita lihat pengalaman sehari-hari dalam kehidupan rumah tangga.


Kalau ada anak minta komputer, pasti orangtua akan senang jika anak menggunakan pemberian komputer itu secara benar dan optimal untuk mendukung proses belajarnya. Jika hanya untuk main-main, berarti dia tidak memanfaatkannya secara benar.

Jadi, bersyukur itu menggunakan anugerah Tuhan agar hidupnya lebih produktif. Tidak cukup hanya memperbanyak ucapan verbal alhamdulillah.

Allah memberikan perangkat organ tubuh sangat canggih dan tak ada yang menjualnya. Sejak dari tangan, kaki, panca indera, otak dan lain-lainnya yang tak mampu kita menghitungnya.

Sebagai tanda syukur, kita wajib memfungsikannya sesuai saran permintaan Sang Pemberi, yaitu untuk kerja produktif dan tolong menolong. Berulangkali Alquran menyatakan tanda-tanda orang yang benar dalam menjalani agama adalah mereka senang berderma, membantu anak-anak miskin, memerdekakan mereka yang hidupnya tertindas.

Semua itu sulit dilaksanakan kalau kita miskin ilmu, miskin harta, dan tidak memiliki kewenangan politik untuk menyalurkan kekayaan negara di jalan yang benar. Maka relevan sekali perintah Allah (62:10), apabila sudah selesai melaksanakan shalat, maka berteberanlah di muka bumi. Bekerjalah untuk menjemput karunia Allah dengan tetap selalu mengingat Allah, semoga kalian beruntung.

Ayat ini menyuruh kita jangan tinggal berlama-lama di masjid lalu enggan bekerja. Tentu saja tak ada larangan i’tikaf di masjid jika memang itu sudah direncanakan, misalnya sewaktu kita pergi umrah ataupun malam hari itikaf di masjid.

Kita berdiam lama di masjid untuk berdzikir, salat sunnah ataupun ikut pengaajian. Tetapi jika kita menghitung waktu ibadah salat wajib lima waktu, mungkin sehari semalam tak akan lebih memakan waktu dua jam.

Semuanya amal saleh, selama saleh niatnya, saleh tujuannya, dan saleh proses mencapainya. Saleh artinya benar dari sisi niat, benar metodenya, dan benar tujuannya yang pada urutannya mendatangkan manfaat dan keberkahan.

Orang yang hanya memperbanyak ibadah ritual mengejar akhirat tetapi tidak membangun kemakmuran dunia, jangan-jangan akhiratnya lepas karena kebaikan akhirat itu akumulasi amal saleh di dunia.

Dalam pandangan Tuhan, kekayaan itu akhirnya bukan terletak seberapa banyak seseorang mampu mengumpulkan ilmu dan harta. Tetapi seberapa banyak ilmu dan harta menyejahterakan hidup bersama.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, Rasulullah bersabda, andaikan kemiskinan dan kefakiran itu menjelma menjadi sosok manusia, kemanapun berada akan dibenci dan dimusuhi. Maka usirlah kemiskinan dan kefakiran dengan menciptakan banyak lapangan kerja dan mengusir kemalasan, bukannya mengusir orang miskin serta orang fakir. (*)


Dikutip dari koran Surya, 25 Jan 2016