- Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu amanat konstitusi yang harus senantiasa dipegang. Perjuangan untuk membangun bangsa tak akan pernah lepas dari pendidikan. Jadi, inilah sebenarnya fundamen penting bagi kuat atau tidaknya sebuah bangsa. Sekaligus indikator tentang kemajuannya. Kalau sektor pendidikan diabaikan, bisa dipastikan bangsa itu tak akan pernah bisa maju dan bergerak secepat negara-negara lain. Kalau dari peringkat Human Development Index saja Indonesia masih berada di urutan ke-111 di antara lebih 180 negara, maka sudah jelas masalah pendidikan masih menjadi kendala serius dan belum terpecahkan dalam perjalanan bangsa yang kini sudah mencapai hampir 60 tahun. Dan siapa pun akan mengakui itulah realitas yang kita hadapi.
- Peringatan Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei selalu dijadikan momentum untuk kembali meneriakkan tentang arti penting pendidikan. Begitu vital dan strategisnya sampai-sampai UUD 45 yang telah diamandemen ke sekian kali menyebutkan secara eksplisit tentang keharusan mengalokasikan 20 persen anggaran untuk sektor pendidikan. Sesuatu yang sebenarnya tidak lazim dalam sebuah konstitusi. Namun sayang semua itu masih tetap berupa harapan dan cita-cita. Siapa pun presidennya, belum akan sanggup menyisihkan 20 persen anggaran untuk pendidikan, karena masih banyak kebutuhan lain yang mendesak di samping beban utang yang relatif besar. Atau kalaupun sanggup belum tentu ada kemauan politik yang demikian kuat.
- Haruslah puas kita dengan anggaran yang mepet, sekitar 7-10 persen anggaran, membangun sektor pendidikan. Sementara yang harus dididik mencapai jumlah lebih 100 juta orang dan dalam kondisi yang masih sangat minim atau setingkat sekolah dasar. Kegagalan tidak hanya dalam arti pemerataan, namun juga menyangkut kualitas. Seberapa jauh concern kita terhadap kualitas pendidikan. Pendidikan yang mempunyai dimensi luas tak sekadar proses belajar- mengajar. Pendidikan dalam arti pembentukan watak bangsa. Nation and character building. Di sana ada aspek nilai-nilai penting seperti etika dan moralitas. Dalam kaitan ini haruslah diakui budaya kita belum memberikan dukungan. Budaya serba instan, hedonistik, dan sebangsanya malah makin merebak.
- Wajah dunia pendidikan masih bopeng. Yang muncul adalah proyek-proyek pendidikan, gaji guru tak diperhatikan, kurikulum yang jadi ajang uji coba, dana beasiswa yang banyak diselewengkan ataupun jual beli gelar yang makin mewabah. Memang, tak seseram itu gambarannya, karena pasti ada pula nilai-nilai positif serta kinerja baik yang bisa dicapai. Namun siapa pun mengakui, berbicara soal pendidikan masih selalu dilanda keprihatinan. Bukan hanya melulu kesalahan pemerintah atau lembaga pendidikan. Masyarakat pun punya andil. Lihatlah bagaimana tingkat apresiasi masyarakat yang lebih mengelu-elukan pemenang Akademi Fantasi Indosiar (AFI) katimbang pemenang Olimpiade Matematika Internasional. Yang lebih menghargai materi daripada prestasi.
- Hati akan makin meratap ketika melihat negara-negara jiran seperti Malaysia yang relatif jauh lebih maju terutama dalam pendidikan. Padahal, pada awal tahun 1970-an mereka masih banyak belajar dari kita. Sekarang sebaliknya dan kita pun sepertinya makin jauh tertinggal. Alasan tentang kepadatan jumlah penduduk tak lagi terlalu relevan. China jauh lebih padat penduduknya, tetapi tetap bisa mengembangkan pendidikan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Mungkin alasan utama adalah belum adanya perubahan paradigma menyangkut pendidikan. Ataupun belum ada konsistensi pada diri kita. Pendidikan penting, itu cuma diucapkan tetapi menjadi lain ketika dipraktekkan. Bagaimana mungkin bangsa akan maju, kalau kondisi dunia pendidikan masih seperti sekarang.
- Banyak persoalan bangsa yang hanya berputar-putar mirip sebuah vicious cyrcle akibat kondisi masyarakat yang masih serba tertinggal dan terbelakang. Dan itu diakibatkan oleh tertinggalnya sektor pendidikan. Lagi-lagi kita baru mendengar komitmen dan itu sudah dimunculkan sejak pemerintahan Orde Baru ataupun pemerintahan sekarang di era reformasi. Padahal, kunci dari semua masalah ada di sana. Bagaimana kita dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran, kalau pendidikan masih pas-pasan. Bagaimana politik dan demokrasi akan terangkat, kalau rakyatnya masih kelaparan dan kurang pengetahuan. Marilah kita segera banting stir dan memprioritaskan sektor pendidikan dengan sungguh-sungguh. Ini tugas bersama pemerintah dan masyarakat.
disalin dari Tajuk Suaramerdeka.com
No comments:
Post a Comment