Monday, October 09, 2006
Puasa, Kenapa lebih Konsumtif ?
- Lebih dua minggu puasa berjalan. Jika kita perhatikan, banyak hal yang menarik di
lingkungan kita. Lebih menarik lagi pengakuan seorang pengusaha minuman segar, bahwa pada bulan penuh berkah dan ampunan ini masyarakat cenderung konsumtif. Salah satu indikasinya, omzet penjualan produk-produknya naik drastis, sampai 50 persen. Jika kita perhatikan juga, tayangan televisi paket Ramadan, sama semaraknya dengan iklan berbagai produk makanan, minuman, pakaian, sarung, dan kopiah. Semua ditawarkan dengan kemasan yang demikian lihai, dan tanpa terasa masyarakat digiring untuk (kalau bisa) membeli semuanya.
- Semarak Ramadan yang sedemikian itu tentu menggembirakan. Banyak pedagang yang mengalami untung besar, demikian juga para produsen berbagai jenis makanan, minuman, dan pakaian. Panen besar segera tiba. Sebentar lagi, para pengusaha jasa transportasi juga akan mengalami hal yang sama. Tarif transportasi tanpa dikomando biasanya naik secara bersama, meski hal tersebut tidak diperbolehkan pemerintah. Namun apa daya? Kapan lagi panen jika tidak sekarang? Kapan lagi untung jika tidak mengambil kesempatan yang datang hanya sekali setahun ini? Semua pelaku usaha tentu akan semaksimal mungkin memanfaatkan peristiwa yang unik ini.
- Di sisi lain, kita juga prihatin bahwa ternyata puasa di sini menunjukkan gejala yang berbeda dari puasa yang terjadi di belahan dunia lain, di dunia Arab sekalipun. Di sini ada tradisi saling meminta maaf antarsesama pada saat Idul Fitri, di belahan dunia yang lain tidak ada. Ini gejala positif. Akan tetapi, kecenderungan yang sangat konsumtif pada bulan puasa ini agak aneh jika dikaitkan dengan semangat yang seharusnya ada dalam menjalankan ibadah ini. Jika puasa dimaksudkan untuk mendapatkan pahala ketika kita merasakan lapar dan dahaga agar dengan itu kita bisa merasakan penderitaan kaum miskin, tampaknya tidak tercapai. Mungkin yang terjadi hanya memindahkan jam makan dan minum, apalagi jumlah yang dikonsumsi cenderung lebih.
- Yang tampak di permukaan juga agak sedikit aneh. Orang bahkan mempunyai kecenderungan untuk menumpuk makanan dan minuman dengan segala selera yang dipersiapkan untuk berbuka dan sahur. Yang biasanya kolak, soft drink tidak pernah dikonsumsi, malah tersedia dengan jumlah yang berlebih. Para pengelola pusat belanja tampak sigap menumpuk berbagai aneka ragam minuman. Tampak sekali terjadi show of force dalam berbagai bentuk, bukan hanya di tingkat konsumen, tetapi juga di tingkat produsen. Jika gejala ini sebuah hal yang positif, layaklah dikemas menjadi lebih heboh lagi. Namun, apakah kita tidak segera berpikir kembali tentang ruh puasa itu letaknya di mana?
- Gejala tersebut juga menarik untuk diamati jika dikaitkan dengan imbauan agar para penjual makanan selama bulan puasa menahan diri, bahkan kalau bisa tidak berjualan pada siang hari. Bahkan ada operasi atau razia segala. Sementara itu di sisi lain, masyarakat cenderung berlomba-lomba berbelanja aneka barang untuk konsumsi pada malam harinya. Lalu, di mana makna puasa yang sesungguhnya. Apakah menahan lapar dan minum pada siang hari, lalu mengobral kenyang pada malam harinya? Kita yakini, bukanlah demikian itu intisari anjuran untuk puasa. Tampaknya di kalangan masyarakat ada yang kurang tepat dalam memaknai puasa sehingga terasa agak sedikit aneh.
- Barangkali yang perlu kita ingatkan adalah perlunya sikap menahan diri. Dalam arti, bukan hanya menahan diri dari lapar dan dahaga, tetapi juga menahan diri dalam banyak hal, termasuk konsumsi. Masyarakat kita sangat dikenal konsumtif dan boros, alangkah indahnya jika puasa menjadi medan yang tepat untuk menguranginya. Puasa menjadi medan bagi muslim untuk mepes hawa kelawan nepsu kanggo nggegayuh rahayuning pribadi lan netepi parentahing Allah SWT. Masih banyak waktu sebelum akhir puasa. Artinya, masih banyak waktu bagi kita untuk berbenah agar mampu menggapai makna puasa yang sesungguhnya. Keindahan itu barangkali hadir ketika kita tak lagi show of force dalam konsumsi.
( dari editorial suaramerdeka.com October 09 2006 )
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment