Banyak orang yang sukses berkarier sebagai pengusaha, eksekutif, professional, artis, cendekiawan, pejabat tinggi, atau para celebrity ternama yang kelihatan memiliki kehidupan luar mengagumkan, namun ternyata memiliki kehidupan pribadi yang kurang bahagia. Mereka merasakan kehampaan hidup, kekosongan hati atau kemiskinan jiwa dan bahkan banyak yang kehidupannya diakhiri “unhappy ending” , seperti terbukti melakukan korupsi, berakhir dipenjara, melakukan penipuan, penggelapan pajak atau terbukti selingkuh yang ditayangkan berbagai media masa, dll.
Seseorang yang meraih “outer success” atau kesuksesan duniawi seperti karier yang cemerlang, gelar akademik yang berderet panjang, konglomerat yang menguasai puluhan perusahaan atau popularitas yang tinggi, ternyata kalau tidak diimbangi dengan diimbangi dengan “inner success” atau sukses ukhrawi, hanya akan berakhir dengan kesia-siaan hidup. Mengejar kesuksesan dengan hanya mengedepankan satu sisi “material sukses” semata dengan tidak mengimbangi sisi lainnya yakni “spiritual sukses “ hanyalah akan berkahir dengan kehampaan dan kemiskinan hati.
Kalau demikian, bagaimana melanjutkan kesuksesan yang sudah kita dapatkan pada tingkatan yang lebih tinggi ?
Apa sukses selanjutnya setelah satu sisi kesuksesan duniawi sudah kita raih ?
Bagaimana mensinergikan antara “Inner Success” dengan “outer success” yang kita dapatkan ?
Pertanyaan seperti ini dapat menggiring manusia pada usaha memahami makna sukses yang lebih tinggi, yakni sesuai dengan visi dan misi hidup yang diberikan oleh Allah Sang Pemilik Kehidupan kepada manusia. Karena puncak kesuksesan dan kemenangan hidup itu bukanlah pada prestasi duniawi yang nampak menggiurkan dan menyilaukan mata itu, tetapi masih ada perjalanan sukses yang sesungguhnya yang menyentuh aspek spiritual manusia.
Saya sungguh terkesan dengan apa yang menjadi prinsip bisnis Konosuke Matsushita, seorang pendiri dan pemimpin bisnis raksasa kelas dunia Group Perusahaan Jepang Matsushita. Dia memiliki motto hidup yang juga menjadi motto bisnisnya adalah “Life isn’t only for bread”, atau hidup bukanlah sekedar untuk sepotong roti.
Saya percaya statemen singkat dan terlihat sederhana ini tidak terjadi begitu saja, karena pasti lahir dari proses panjang dalam perjalanan kehidupannya hingga dapat menemukan sebuah tujuan kehidupan tertinggi. Hal ini telah dibuktikan oleh Matsushita dalam hidupnya dengan tidak hanya menjadi seorang entrepreneur sukses luar biasa. Matsushita juga mengabdikan hidupnya menjadi pendidik, menjadi penulis puluhan buku, membagikan ilmunya kepada banyak orang dan ternyata ia juga dikenal sebagai seorang filsuf yang sangat popular. Meskipun memiliki kekayaan harta berlimpah, namun gaya hidupnya sederhana jauh dari kemewahan duniawi. Matsushita bahkan rela menyumbangkan ratusan juta US Dollar dari uang pribadinya dan dari kas perusahaannya untuk kepentingan kemanusiaan.
Sebagai makhluk yang sempurna, manusia perlu memahami mengapa kita hidup, untuk apa kita hidup dan kemana tujuan akhir kehidupan tertinggi. Memahami hal ini akan menggiring kita untuk menemukan siapa Tuhan kita sebenarnya. Dengan demikian dalam hidup, kita tidak akan mudah dibelokkan untuk ber-Tuhan kepada kekayaan harta, ber-Tuhan kepada jabatan, ber-Tuhan kepada gelar akademik, ber-Tuhan kepada popularitas dan semua asesories duniawi lainnya. Kita tidak mudah dibelokkan oleh kemilau dan gemerlapnya aksesories duniawi yang menyesatkan, kemudian melalaikan nilai-nilai spiritual yang menjadi pusat gravitasi jiwa dalam setiap langkah kehidupan. Karena pusat orientasi hidup tertinggi yang dapat menyentuh pada kebahagiaan aspek spiritualnya manusia adalah pada hati yang “taqarrub” atau menuju pada sifat-sifat Allah yang Maha Agung yang sudah “built in” dalam diri kita.
· Pernahkah Anda merasakan suatu kebahagiaan ketika Anda membantu orang lain dari kesusahan, seperti mereka yang terkenal korban gempa, korban banjir, korban lumpur atau kelaparan ?
· Dapatkah Anda merasakan kenikmatan dan kepuasaan hati ketika dapat menolong orang lain memerlukan bantuan ?
· Bisakah Anda merasakan sebuah kedamaian jiwa ketika Anda dapat membagi kebahagiaan yang kita miliki dengan orang lain ?.
· Bagaimana kita dapat merasakan kesuksesan yang lebih berarti ketika kita dapat membantu kesuksesan orang lain ?
· Pernahkah Anda merasakan kebahagiaan yang menyentuh hati ketika menggunakan segenap potensi yang kita miliki untuk tujuan kemuliaan hidup ?
Hermawan Kartajaya mempunyai caranya sendiri dalam mengabdikan hidupnya untuk orang lain. Sebagai seorang guru marketing, Hermawan adalah salah satu orang yang saya kagumi dan membuat diri saya “melek” marketing. Mungkin juga berjuta orang Indonesia lainnya menjadi melek marketing melalui buku-bukunya.
Dalam bukunya “Hermawan Kartajaya on Marketing “, dia mengatakan, "Kalau meninggal, saya ingin dikenang di nisan saya `Di sini berbaring Hermawan Kartajaya the great marketing contributor' , semacam itulah. Jadi saya bicara bolak-balik supaya nanti anak dan cucu saya ingat." Itulah Hermawan Kartajaya yang mendedikasikan hidupnya bagi marketing. Kini berbagai pemikiran dan konsep marketing yang dibuatnya sudah diakui di berbagai negara dan dirinya dikenal sebagai pakar marketing kelas dunia.
Setiap orang memiliki kesempatan berperan dalam meletakkanlah landasan kehidupan mulia bagi dirinya. Membuat peran kehidupan mulia yang dapat dikenang oleh kehidupan dan dunia. Setiap orang dapat menjadi sumber cahaya yang memancar menerangi orang-orang yang berada dalam kegelapan disekitarnya. Karena setiap manusia memiliki bekal kecerdasan dalam menjalani kehidupannya.
Kalau Matsuhita mengabdikan hidupnya untuk menulis buku, mengajar dan memberikan bantuan bagi kemanusiaan dan Hermawan Kartajaya mengabdikan hidupnya untuk dikenang sebagai the great marketing contribnutor, lalu bagaimana dengan Anda ?
Bagaimana menemukan suara hati yang menjadi keinginan agung dalam diri kita ? Bagaimana memberdayakan anugerah yang ada dalam diri kita untuk meraih kesuksesan dan keagungan dalam hidup ?
No comments:
Post a Comment