Pengendalian Diri, Kunci Semua Maslahat
Pengendalian diri, itulah sesungguhnya inti yang diajarkan oleh ibadah puasa. Semua kemaslahatan dalam hidup niscaya akan diperoleh dengan pengendalian diri, pengekangan keinginan-keinginan yang berpotensi menabrak tatanan nilai-nilai, penjungkirbalikan etika, atau penafian moral. Gema tuntunan untuk menjadi "orang bertakwa" - muttaqin - hakikatnya adalah orientasi maslahat untuk semua, karena takwalah yang mendasari keberimbangan hidup, dalam level vertikal sekaligus horisontal, pencapaian kaffah antara kemampuan merajut hablun-minallah, dengan rajutan sosial hablun-minannas.
Datangnya puasa Ramadan umumnya disambut dengan kesadaran semangat kontemplatif. Seperti iktikad bertapa mencari pencerahan hidup, karena ada kesadaran selama sekian bulan sebelum ini melewati hari-hari untuk survive. Ketika harus berkompetisi di tengah pergulatan sosial-ekonomi, pasti akan selalu muncul kelalaian-kelalaian, sehingga mungkin kita keluar dari ambang toleransi persaingan. Apakah kita telah menabrak rambu-rambu keindahan silaturahmi, apakah telah sengaja maupun tidak sengaja menginjak hak-hak orang lain, atau apakah kita menjadi seperti robot yang bergerak tanpa terisi baterei kemanusiaan.
Di tengah arus kompetisi survivalitas itulah manusia cenderung sering kehilangan kendali diri. Spiritnya lebih ke kompetisi. Isian berdiri di batas minimalis dan maksimalis akan terabaikan. Kita lupa begitu banyak orang lain yang merasakan penderitaan kekurangan pangan, rawan gizi, terpinggirkan, menghadapi hidup penuh ketidakpastian untuk memenuhi (sekadar) kebutuhan-kebutuhan dasar. Sementara kita terus menumpuk yang kita bisa menumpuknya, merancang pendapatan sejauh kita bisa meraihnya, mengotak-atik anggaran kesejahteraan karena kita punya kekuasaan, mengakses apa pun yang terkait dengan kekuasaan itu.
Puasa tahun 1428 Hijriah kali ini juga mengetengahkan berbagai potret tentang kesenjangan yang masih dan terus membentang. Antara gemuruh kinclong kehidupan dengan para mustadh'afin yang hidup dengan segala ketidakpastian masa depan. Sikap kendali diri, seperti yang diajarkan oleh ibadah puasa, mestinya dielaborasi ke arah upaya-upaya pengentasan nasib mereka, sebagai tanggung jawab bersama. Yakni kita yang merasa memiliki kekuasaan, harta, dan akses untuk berpihak kepada orang-orang terpinggirkan itu. Tanggung jawab yang mestinya tidak hanya terketuk saat kita memasuki bulan Ramadan!
Nabi Muhammad mengajarkan keberpihakan total kepada orang miskin dan mustadh'afin. Lewat ajaran puasa, dapat ditangkap konteks jelas, karena kita pun akan dihadapkan pada perasaan yang sama ketika menghayati bagaimana ketidakberdayaan saat lapar datang tak tertanggungkan, dahaga tak tertahankan, serta tidak mampu mengakses keinginan apa pun dengan kekuatan yang terbatas. Sikap berpihak seperti itu mestinya memancar sebagai produk Ramadan, dengan mengalirkannya ke nadi kehidupan kita selama bulan-bulan pascapuasa, tidak sekadar berlalu dengan berakhirnya bulan suci itu.
Memperkuat kendali diri menjadi kunci menuju kemaslahatan. Manusia muttaqin bukanlah sekadar mereka yang tangguh dalam spiritualitas individual, melainkan yang melengkapinya dengan pancaran spiritualitas sosial. Jadi pemaknaan produk puasa ini pun sesungguhnya bukan sekadar membentuk manusia sebagai individu dengan mentalitas Ramadan, tetapi bagaimana individu itu memerankan fungsi sosialnya. Jika sebuah masyarakat terisi pribadi-pribadi berwatak penuh kendali diri, kita bisa berharap tentang kemaslahatan dan kedamaian yang merupakan penjabaran Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.
( Sumber : Tajuk harian Suara Merdeka Sept.13.2007 )
Kamis, 13 September 2007 WACANA Suara merdeka
Ramadan Meningkatkan Kesatuan
Oleh Saifuddin Ali Anwar
Ibadah puasa ini, dilakukan di seluruh pelosok dunia, oleh bangsa mana pun oleh siapa saja, di mana-mana tanpa memandang kaya, miskin, tua, muda, anak-anak, laki-laki, perempuan dan dilaksanakan secara tulus ikhlas.
RASANYA baru kemarin berpuasa, tidak terasa satu tahun telah berlalu.Hari ini 13 September 2007 seluruh umat Islam di dunia dengan izinNya dapat berjumpa kembali dengan datangnya Ramadan. Alhamdulillah Marhaban Ya Ramadan, selamat datang bulan puasa, bulan suci Ramadan.
Marhaban dari asal kata rhab yang artinya luas/lapang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti seruan untuk menyambut atau menghormati tamu dengan hati lapang, penuh suka cita dan harapan karena "tamu Ramadan"akan memberikan berkah, rahmah dan ampunan bagi yang melaksanakannya.
Filosofi dan Hikmah
Puasa adalah salah satu ibadah yang mulia dan berpijak pada dua inti sendi: yaitu niat berpuasa menjelang fajar, dan mengendalikan diri dari hal-hal yang dapat merusak puasa itu sendiri sampai matahari terbenam.
Ibadah ini melekat dalam diri pribadi orang perorang nyaris tidak nampak oleh orang lain, bila dibandingkan dengan amal ibadah lain karena terkadang manusia dapat lalai dan hanyut dalam partner akan amal yang diperbuatnya.
Ibadah puasa mengandung nilai filosofis tentang keikhlasan bagi yang melakukannya, keberanian, kesabaran, kejujuran yang sulit disaksikan pada orang lain, oleh karenanya Allah yang akan langsung mengambil alih untuk membalas amal ibadah puasanya... "maka sesungguhnya puasa itu adalah hak-Ku dan Aku akan memberinya pahala menurut kehendak-Ku" (Hadis Qudsy). Hal ini akan diberikan balasan khusus langsung dari Allah menjadi manusia yang takwa dan muttaqin, manusia mulia di sisi Allah, dan nikmat buat dirinya serta orang lain maupun lingkungannya.
Namun sudah barang tentu balasan diberikan apabila orang tersebut mampu menghindari semua larangan-larangan Nya dalam berpuasa, serta tidak melakukan hal-hal yang keji seperti mengumpat/gibah, fitnah/naminah, dusta/kizb, memandang yang mengundang birahi/sjahwat dan mampu mengelola emosional serta empati kepada sesamanya.
Puasa Menyehatkan
Penyakit perut adalah penyakit terbanyak diderita orang di antara segala macam penyakit. Berbagai jenis makanan minuman singgah dan diolah secara mekanik, fisiologik dan kimiawi di dalam perut dan sekitarnya.
Ibarat mesin perut pun membutuhkan pembersihan dan istirahat, maka puasa hendaknya berperan besar demi kesehatan perut, karena aneka ragam makanan serta minuman yang berlebihan akan mengacaukan sistem pencernaan.
Tuhan memberikan kasihNya kepada manusia dengan perintah untuk berpuasa: Hai orag-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS Al Baqarah 2: 183). Selanjutnya ditegaskan dalam firman Alquran (VII, 31): ... dan makan serta minumlah tapi janganlah melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak suka pada orang-orang yang melampaui batas.
Selanjutnya Nabi Muhammad saw bersabda: "Berpuasalah kamu niscaya engkau menjadi sehat". (Hadis Riwayat Ibnu Sunni dan Abu Nu'aim). Berikut ini penegasan dan peringatan Nabi: "Perut adalah rumah segala penyakit dan penjagaan atas makanan adalah permulaan dari pengobatan. Permulaan dari segala penyakit adalah mengisi perut dengan berlebih-lebihan".
(Diriwayatkan oleh Mahjuddin Al Chajat). "Perut adalah semisal kolam air dalam badan manusia dan pembuluh darah datang ke sana untuk diisi (sari makanan untuk diedarkan ke seluruh tubuh). Kalau perut itu sehat rnaka kesehatanlah yang dibawa kembali oleh pembuluh darah itu, dan kalau perut sakit, penyakitlah yang dibawanya. (Sabda Nabi dari Abu Huraerah)
Momentum
Genderang menyambut Tamu Agung Ramadan luar biasa dilakukan secara kolosal dan simultan. Rasulullah saw menyatakan bulan puasa ini sebagai syar'adhim (bulan yang agung), syar mubarak (bulan yang diberkahi), syar al-shabr (bulan kesabaran), syar almuwasah (bulan pertolongan), syar yazdad fihi rizq al mu'min (bulan pertumbuhan bagi rezekinya orang mukmin).
Dari Ibn Khuzaimah dari kitab shahih sumber khotbah Nabi Muhammad pada akhir Syakban (Hasan Asy'ari Ulamai). Ibadah puasa ini, dilakukan di seluruh pelosok dunia, oleh bangsa mana pun oleh siapa saja, di mana-mana tanpa memandang kaya, miskin, tua, muda, anak-anak, laki-laki, perempuan dan dilaksanakan secara tulus ikhlas karena umat Islam tahu bahwa Ramadan awalnya mengandung rahmah, tengahnya maghfirah, berakhirnya Ramadan membebaskan orang berpuasa dari api neraka.
Mereka mematuhi kewajiban atas perintah TuhanNya. Oleh karena itu penulis optimistis karena bangsa Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam Ramadan dapat sebagai momentum dan berperan untuk meningkatkan semangat kesatuan, kebersamaan melalui empati skala nasional sampai kepada sesama warga, tetangga, handai tolan, sanak famili serta lingkungan sekitarnya.
Rasa lapar dan dahaga selama berpuasa mengukir perasaan dan kesan dalam hatinya, bagaimana perasaan kaum dhuafa, fakir dan miskin, yang tidak mendapatkan makanan dan minuman mungkin berhari-hari. Mereka adalah saudara-saudara kita.Saat inilah kesempatan dan kewajiban kita melalui organisasi masyarakat Islam/lembaga kemasyarakatan kita, dari pusat sampai daerah pelosok desa bersatu padu, mengangkat mereka yang kekurangan. Marilah berlomba-lomba dalam kebaikan, memenuhi peringatan Allah dalam firmanNya: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara dua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Qs Al Hujurat 10). Kemudian hal ini ditegaskan sabda Nabi: "Tidaklah beriman kepadaku orang yang tidur nyenyak karena kekenyangan, sedangkan tetangganya tidak bisa tidur karena kelaparan. (Hadis Riwayat Thabrani).
Selanjutnya Nabi mengajak: "Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan kepada fakir miskin, hubungkanlah silaturakhim dan shalatlah pada malam hari ketika orang-orang tidur niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat." (Hadis Riwayat Tarmidzi).
Semoga dengan semangat Ramadan, umat Islam khususnya bangsa Indonesia pada umumnya lebih bersatu padu rela berkorban, untuk sesamanya, memperjuangkan kebahagiaan masyarakatnya menuju keridaan dan ampunan Allah untuk mewujudkan baldatun thayyibatun wa Rabbun ghofur. (11)
- H. Saifuddin Ali Anwar, drg, SKM, ketua Lembaga Studia Islamica Pondok Sisemut Ungaran, widyaiswara Bapelkes Nasional Salaman.
No comments:
Post a Comment