Wednesday, March 11, 2009

Mengubah Paradigma PHK


Organisasi Buruh Dunia dari markasnya di Geneva, Swiss, mengingatkan bahwa krisis ekonomi dan keuangan global selama dua tahun ini bakal menyebabkan lebih dari 50 juta pekerja menghadapi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hingga akhir tahun 2009. Bahkan di Amerika serikat gelombang PHK terus menyebar bagaikan virus ganas.
Bagaimana di Indonesia? Konon, gelombang PHK dalam 3-4 bulan terakhir, menurut Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia, ternyata bisa mencapai sekitar 500 ribu orang sedangkan menurut Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), 500.000 tenaga kerja harian, kontrak, dan buruh tetap akan kehilangan pekerjaan jika tidak ada order yang bisa membuat industri terus beraktivitas. Jika order tidak ada, setengah juta tenaga harian, kontrak, dan buruh tetap akan di-PHK pada pertengahan tahun ini.
Pemutusan hubungan kerja (PHK) memang sebuah fenomena yang menakutkan, ini karena dampak yang ditimbulkannya bukan semata-mata masalah ekonomi tetapi juga psikologis seperti hilangnya harga diri, status sosial, serta perasaan hidup menjadi tidak bermakna ( meaningless ). Oleh karena itu diperlukan cara pandang PHK secara lebih positif sehingga tidak larut dalam kesedihan, seperti kembali melanjutkan pendidikan, mencari pekerjaan baru, atau menjadi wirausahawan.

Mengubah Paradigma

Paradigma adalah cara kita melihat dunia yaitu cara kita mempersepsi, memahami dan menafsirkan peristiwa – peristiwa yang kita alami. Dengan demikian kita sebenarnya tidak melihat dunia sebagaimana realitas yang sebenarnya, kita melihat dengan realitas kita sendiri ( Avan P, 2002 ). Dalam hal ini, mengubah paradigma PHK, menunjukkan kita bersikap proaktif terhadap PHK dan bukan hanya sekadar bereaksi terhadap fenomena tersebut.
Dari sisi ekonomi, PHK sebenarnya merupakan fenomena yang wajar sebagai konsekuensi ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Tetapi orang dapat melihat realitas tersebut dari dua perspektif. Perspektif pertama, melihat PHK sebagai bencana dan akhir segalanya ( ini masih banyak dianut oleh masyarakat kita ). Perspektif kedua melihat PHK sebagai suatu peluang, yaitu peluang untuk memulai usaha baru, mempunyai waktu lebih banyak untuk keluarga, hidup menjadi lebih sehat atau untuk menekuni hobby tertentu. Dengan denikian fenomena PHK sangat tergantung pada kita sendiri untuk menanggapinya. Kita sendirilah yang menciptakan realitas mengenai PHK, dan realitas inilah yang menentukan cara kita dalam menyikapi PHK.
Karena itu untuk melakukan perubahan yang mendasar, paradigma kitalah yang perlu diubah, baru kemudian sikap dan perilaku kita. Kita bisa saja mengubah perilaku tanpa mengubah paradigma dasar kita, tetapi yang kita dapatkan hanyalah perubahan yang relatif kecil. Bukti menunjukkan bahwa berbagai perubahan besar yang terjadi di dunia ini selalu diawali dengan perubahan paradigma, bukan sekedar perubahan perilaku.

Oleh karena itu dalam hal ini kita perlu melakukan perubahan paradigma, dari melihat PHK sebagai bencana menjadi peluang. Peluang disini dapat diartikan sebagai kebebasan dalam menentukan nasib sendiri, yang tidak lagi bekerja untuk orang lain, tetapi bekerja untuk diri sendiri. Hal tersebut adalah suatu perubahan paradigma yang penting dalam memandang diri dan pekerjaan kita. Kita mengubah paradigma kita dari life time employment menjadi life time employability. Konsep employment mengacu pada pekerjaan dalam bentuk umum, dimana kita bekerja secara formal di suatu perusahaan, sedangkan konsep employability mengacu pada kemampuan dan kompetensi kita dalam bekerja, dalam konsep ini dimanapun kita bekerja bukan masalah. Dengan memiliki paradigma ini kita akan terhindar dari rasa cemas, tidak aman dan takut kehilangan pekerjaan. Dengan memahami konsep ini, kehilangan pekerjaan tidak perlu mengurangi harga diri kita karena pada prinsipnya tidak ada bagian dari diri kita yang hilang. Memang betul kita kehilangan pekerjaan ( employment ) akibat PHK, tapi kita sama sekali tidak kehilangan kemampuan bekerja ( employability ).
Dengan mengubah paradigma, kita akan memperoleh pencerahan, dan ini merupakan langkah utama dan terpenting . Setelah itu barulah kita susun langkah – langkah baru untuk menyusun hari depan yang cerah.

Tekad, kerja keras, kreatif, tidak mudah menyerah serta tidak bosan-bosan berfikir dan belajar, karena kesuksesan tidaklah dibagi-bagikan secara cuma-cuma akan tetapi kesuksesan harus direbut dan diperjuangkan. Yang pasti kita jangan tangisi PHK, karena seribu satu harapan masih terbentang di depan kita. Nasib kita ada ditangan kita sendiri. Jadikan PHK menjadi sebuah peluang menuju masa depan yang lebih baik. Semoga.

Referensi : Dari berbagai sumber

Inspirasi : Menjadi orang yang Proaktif

Orang proaktif adalah orang yang senantiasa memperluas lingkaran pengaruhnya kepada orang lain. Untuk itu dalam situasi yang dihadapi hanya ada satu pertanyaan yang diajukannya, yaitu "What" ( Apa ). " Apa yang dapat saya lakukan dalam situasi ini?".
Dengan mengajukan pertanyaan seperti itu sesering mungkin, maka kita akan bergerak maju dan memperbesar lingkaran pengaruh kita.

Berbeda dengan orang yang reaktif, cirinya adalah pertanyaan yang diajukan berawalan "Why" ( Mengapa ).
Ini seperti dalam buku "Who moved my Cheese" yang terkenal itu. Pada suatu pagi kedua ekor tikus Sniff dan Scurry tidak menemukan keju ditempat biasa. Tapi mereka tidak pusing, karena mengajukan pertanyaan berawalan "what". "Apa yang bisa kita lakukan sekarang". Tanpa banyak cincong mereka langsung mencari keju ditempat yang baru. Tapi tidak demikian halnya dengan kedua orang kurcaci kita. Mereka saling menyalahkan dan mengajukan pertanyaan berawalan "Why". Mengapa hal ini terjadi?", "Mengapa kamu tidak memperhatikan bahwa cadangan keju kita telah lama menipis?", "Mengapa ada orang yang begitu jahat dan ingin mempermainkan kita?".

Berhari-hari mereka menganalisa permasalahan ini, akhirnya mereka kelaparan karena tidak berhasil menemukan keju yang dicari. Bagaimana dengan 2 tikus itu? Ternyata, mereka sudah tambah gemuk, karena kekenyangan makan keju.

Dari ilustrasi diatas, kalau kita membiasakan mengajukan pertanyaan dengan "what" berarti membiasakan otak kita bekerja untuk mencari solusinya. Kita juga membiasakan untuk berpikir realistis dan tidak neko-neko.
Seandainya kita punya atasan yang mau menang sendiri, apa yang terjadi kalau kita bertanya dengan "Why",., tentunya kita akan makin tak berdaya dan frustasi. Tapi cobalah tanyakan "What", Apa yang dapat kita lakukan dalam situasi ini agar tetap bisa menikmati hari-hari di kantor?". Tentunya dengan cara ini, ide-ide kreatif kita akan muncul , dan bila kita melaksanakan ide-ide itu secara tulus dan konsisten, suatu ketika kita dapat mengubah perilaku atasan kita tersebut.

Suatu Perubahan yang Besar Senantiasa bermula dari hal-hal yang kecil.

Sidomulyo, March. 11.2009, 11.55 am ( Nggak masuk kerja karena mata lagi sakit ...)