Saturday, December 30, 2006

Refleksi Idul Adha 1427 H : Semangat Berkurban untuk hal-hal positif

Oleh Didi Junaedi HZ ( Suara Merdeka.com Dec.30.2006 )

Dalam rangka memperingati peristiwa agung (Idul Adha) kali ini, penulis mengajak siapa pun meluangkan waktu sejenak untuk merefleksi, mengingat kembali peristiwa pengurbanan yang dilakukan oleh salah seorang rasul Allah dalam menjalankan risalah tauhid yang diembannya.
Tauhid yang dianggap sebagai inti dari teologi Islam, biasanya diartikan dengan keesaan Tuhan, yaitu meniadakan otoritas dan petunjuk yang datang bukan dari Tuhan. Tauhid merupakan komitmen manusia kepada Tuhan secara total, mencakup cinta dan pengabdian, ketaatan dan kepasrahan, serta kemauan keras untuk menjalankan kehendak-kehendak-Nya.
Sikap itulah yang mendasari Nabi Ibrahim, figur utama di balik peristiwa pengurbanan tersebut, yang secara dramatis rela mengurbankan putranya sendiri demi memenuhi perintah Allah Swt.

Drama simbolis berupa pengurbanan itu sarat makna filosofis dan memberikan pelajaran yang sangat berharga. Beberapa hal yang dapat dipetik dari peristiwa bersejarah itu antara lain, pertama, posisi tauhid menduduki peringkat pertama, paling sentral dan paling esensial dalam ajaran Islam. Simbol pengurbanan berupa penyembelihan hewan kurban menunjukkan sikap pembebasan (al-hurrzyah) manusia dari penghambaan terhadap materi.
Hal itu sesuai dengan misi tauhid yang diemban setiap manusia, yaitu tahrirul ibad min 'ibadatil ibad ila ibadati Kabbil ibad (membebaskan hamba/manusia dari menyembah sesama hamba/ makhluk menuju penyembahan terhadap Tuhan).
Ironisnya, banyak orang melupakan nilai-nilai suci serta pesan moral ajaran Islam yang bermuara pada tauhid (mengesakan Allah). Sebagian justru dipengaruhi bahkan dikuasai oleh nafsu. Padahal, Allah Swt secara tegas mengecam para budak nafsu, yaitu mereka yang menuhankan hawa nafsunya.

Kedua, sikap persamaan (al-musawab) harkat dan martabat sesama manusia. Tidak ada superioritas dan inferioritas antara satu individu dengan individu lain, satu masyarakat dengan masyarakat lain, bahkan satu bangsa dengan bangsa lain. Semua manusia sama di hadapan Tuhan. Hanya tingkat ketakwaannyalah yang membedakan satu sama lainnya (QS 49: 13).
Vertikal Menuju Horizontal

Saat ini bangsa Indonesia tengah dilanda berbagai macam musibah. Tsunami, gempa bumi, tanah longsor, banjir, lumpur panas, dan bencana lain silih berganti selama 2006.
Kenyataan itu jika dibiarkan berlarut-larut akan menjadi preseden buruk bagi kelangsungan hidup bangsa di masa yang akan datang. Lebih jauh, jika tidak segera ditangani pelbagai persoalan sosial akan muncul dan semakin menambah derita panjang bangsa ini.
Dalam konteks itulah, ibadah kurban menemukan relevansinya. Ritual pengurbanan yang disimbolkan dengan penyembelihan hewan kurban dapat dimaknai secara luas. Selain sebagai upaya taqarrub (pendekatan diri) seorang hamba terhadap Penciptanya, juga dapat diartikan sebagai upaya menumbuhkan sikap solidaritas sosial terhadap sesama.

Dimensi vertikal (hablun min Allah) dan dimensi horisontal (hablun min an-nas) harus berjalan selaras dan seimbang. Dimensi vertikal yang disimbolkan dengan penyembelihan hewan kurban merupakan implementasi dari sikap taat terhadap Allah, sedangkan dimensi horizontal tercermin dari sikap solidaritas sosial sesama manusia berupa pembagian daging kurban kepada sesama muslim khususnya, dan lebih luas lagi kepada sesama hamba Tuhan.
Pemberian daging kurban itu merupakan simbol komitmen bersama untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, mengajarkan kepekaan sosial, dan empati terhadap pelbagai persoalan yang menimpa orang lain, sehingga setiap individu ataupun kelompok sosial terjamin hak-haknya sebagai manusia yang merdeka serta bermartabat.

Singkatnya, dengan melaksanakan ibadah kurban kita diajak melakukan transendensi, merefleksi, mengapresiasi, sekaligus mentransformasikan nilai-nilai moral ilahi yang suci dan sangat mulia menuju nilai-niiai insani dalam realitas sosial.
Hanya dengan transformasi nilai-nilai ilahi ke dalam ranah realitas sosial yang humanis itulah, akan terbentuk masyarakat yang saleh secara ritual maupun sosial.(68)

Comment : Alhamdulillah tahun ini masih di beri Rizki sehingga dapat menjalankan ibadah qurban berupa 1 ekor kambing di Masjid Baitul Muttaqin Sidomulyo Megaluh
Semoga diterima Allah SWT , Aminnnnn'

Monday, December 25, 2006

Inspirasi : " Emansipasi Manajer "


Para manajer masa sekarang perlu mempersiapkan diri untuk dapat menjawab kebutuhan masa depan. Dengan kata lain, diperlukan emansipasi manajer secara keseluruhan. Emansipasi manajer menuntut setiap sumber daya manusia dalam perusahaan tidak hanya berfokus pada dunia yang sempit, atau dengan kata lain hanya mendahulukan kelompok kerja tertentu. Pola pikir yang harus dibina adalah pola pikir holistik atau keseluruhan.
Pada intinya, emansipasi manajer menuntut setiap orang menjadi manajer bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain. Dengan demikian mereka dituntut tidak hanya mampu menerima beban tanggung jawab, api juga mampu memberikan wewenang tanggung jawab kepada orang lain. Di satu sisi, mereka diminta untuk berperan sebagai pemimpin, tapi di lain kesempatan mereka harus dapat menempatkan diri sebagai follower yang memiliki integritas dan loyalitas tinggi.

Dalam keragaman aktivitas kehidupan berorganisasi, mereka juga dituntut untuk dapat berperan sebagai partner dalam jalinan mutualisma.
Sebenarnya emansipasi manajer mengarah pada pembentukan SDM yang mengikuti "The Law of HAIR", yaitu pembentukan SDM dengan karakter "Helicopter" - berpandangan luas dan memiliki visi jauh ke depan; "power of Analysis" - kemampuan menganalisa secara logis dan strategis, "Intellectual & integrity" - kemampuan memanfaatkan intelektualitas secara benar dan keberanian untuk memancarkan integritas diri, serta "sense of Realism" - tetap berpijak pada realitas yang ada.

Meskipun sudah banyak manajer kita yang mampu bertindak proaktif dan membuat keputusan secara mandiri, tapi harus disadari bahwa masih banyak pula yang memerlukan perombakan pola pikir dan kemampuan. Berbagai faktor mempengaruhi terbentuknya manajer yang masih setengah yes man, antara lain faktor budaya otoriter dan kebiasaan one man show dalam perusahaan. Sering kali, kurangnya kompetensi juga dapat menyebabkan seseorang tidak memiliki kepercayaan tampil secara optimal. Bruce Laingen, salah satu dari orang Amerika yang disandera di Iran selama 444 hari mengatakan, bahwa "human beings are like tea bags, you don''t know your own strength until you get into hot water". Nyatalah, bahwa setiap orang sebenarnya memiliki kekuatan lebih besar dari yang disadari, dan dapat dimanfaatkan secara efektif mengatasi kekurangan-kekurangannya apabila mampu membangkitkannya.

Untuk dapat mengimplementasikan emansipasi manajer dengan efisien, berlaku apa yang disebut sebagai "The Law of Inner Strengths".

"The law of inner strengths" menyatakan bahwa setiap orang harus mulai dengan menggali kekuatan dirinya sendiri yang dapat dilaksanakan dengan melakukan self analysis dan memanfaatkan program-program pengembangan kemampuan manajerial, interpersonal dan teknis. Akan tetapi, meningkatkan kompetensi diri saja tidak cukup. Agar kompetensi yang dimiliki dapat memberikan arti secara holistik, diperlukan kekuatan untuk dapat memancarkan potensi diri. The law of inner strengths menuntut keberadaan VBP (Vision, passion & belief) secara berkesinambungan. Tanpa adanya elemen-elemen tersebut, sangat sulit mengimplementasikan emansipasi manajer secara utuh.

Beberapa teknik yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan memancarkan kekuatan diri adalah sebagai berikut.

Teknik leveler atau teknik penyamarataan dapat digunakan untuk membangkitkan kekuatan pribadi. Pada dasarnya teknik ini bertujuan untuk menghilangkan perasaan dan kesan, bahwa seseorang berada "di bawah" orang lain. Teknik leveler menuntut adanya minimalisasi kepatuhan, dengan catatan tidak menyimpang dari kewajaran dan tata cara serta disesuaikan dengan situasi yang ada. Di samping itu, efektivitas dalam berkomunikasi perlu ditingkatkan, sehingga mampu menempatkan diri sesuai dengan posisi dan citra yang ingin ditampilkan.
Mampu memancarkan kekuatan pribadi berarti mampu menarik perhatian orang lain. Teknik see & be dapat menolong meningkatkan kemampuan ini. Teknik see & be berfokus pada pembentukan sikap yang berorientasi pada tujuan. "See & be only what you are going to be." Teknik ini menuntun kita untuk melihat selangkah lebih ke depan, melihat dunia, diri sendiri dan orang lain, dengan sudut pandang yang berbeda. Sehingga, kita dipandang secara berbeda dan daya tarik yang dimiliki menjadi meningkat.
Teknik see & be akan memberikan kontribusi maksimal apabila digabungkan secara tepat dengan teknik tune them in, yang menyatakan bahwa kita harus mampu menunjukkan perhatian terhadap perkembangan dunia dan keberadaan orang lain. Penggabungan kedua teknik ini, diharapkan dapat membentuk keterikatan rasional dan emosional.
Memancarkan kekuatan pribadi hanya dapat dilaksanakan dengan benar, apabila kita mampu mengendalikan secara efisien cara berhubungan dengan orang lain. Untuk itu diperlukan apa yang disebut sebagai "The Law of Empowered Donald Duck".
The law of Empowered Donald Duck mengambil analogi tokoh kartun Donald Duck. Dalam berbagai serial TV, kita dapat melihat keuletan Donald Duck dalam menghadapi berbagai macam situasi. Akan tetapi, kekenyalan yang ditunjukkan kurang terarah dan menjurus pada destruksi diri sendiri. Oleh karena itu, hukum yang berlaku adalah empowered Donald Duck, atau pembentukan daya pegas yang terarah dan dilandasi oleh kematangan berpikir. Dalam kaitannya dengan pembinaan hubungan antarpribadi, penerapannya lebih mengarah pada kemampuan menunjukkan toleransi terhadap berbagai kemungkinan positif dan negatif yang dihadapi serta kemampuan untuk dapat mengabaikan beberapa hal yang tidak perlu ditanggapi.
Emansipasi manajer diharapkan dapat memberikan sumbangan positif bagi pembangunan manusia Indonesia sepenuhnya, dan dengan demikian kontribusi terhadap pembangunan bangsa menjadi semakin nyata.

Ditulis oleh DR Abe Susanto ( Jakarta Consulting Group )

Saturday, December 23, 2006

Tahap - tahap Implementasi TPM ( bag.2 )



Tujuan utama dari implementasi TPM (Total Productive Maintenance)
adalah untuk memaksimumkan OEE (Overall Equipment Effectiveness) .

Overall Equiment Effectiveness (OEE) = Availability x Performance x
Quality

Catatan:
Availability = Operating Time / Planned Production Time;
Performance = (Standard Cycle Time x Total Pieces) / Operating Time;
Quality = First-Pass Yield (%) = FPY Pieces / Total Pieces

Availability, performance, dan quality dari perusahaan-perusaha an
kelas dunia berturut-turut adalah: 90%, 95%, dan 99,9% sehingga OEE =
0,90 x 0,95 x 0,999 = 0,854 (85,4%). Perusahaan-perusaha an lokal
memiliki OEE jauh di bawah angka ini.

APICS Dictionary (2005) mendefinisikan TPM sebagai pemeliharaan
preventif ditambah usaha-usaha terus-menerus untuk menyesuaikan,
memodifikasi, dan membersihkan peralatan agar meningkatkan
fleksibilitas, reduksi penanganan material, dan mempromosikan aliran
kontinu. Itu merupakan operator-oriented maintenance dengan
keterlibatan dari semua karyawan yang berkualifikasi dalam semua
aktivitas pemeliharaan (maintenance activities).

Patut dicatat bahwa aktivitas pemeliharaan mesin-mesin dan peralatan
tidak hanya terdapat dalam industri manufaktur, oleh karena itu TPM
dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti: pemeliharaan bus,
kapal, pesawat dalam industri jasa transportasi, pemeliharaan
mesin-mesin ATM (Automatic Teller Machines) dalam industri jasa
perbankan, pemeliharaan mesin-mesin pembangkit listrik, pemeliharaan
peralatan-peralatan dalam industri konstruksi, pemeliharaan gedung,
pemeliharaan komputer-komputer, dll. Dengan demikian yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana konsep-konsep TPM itu dapat
diimplementasikan secara efektif dan efisien di semua bidang, apakah
dalam industri manufaktur, jasa, atau lainnya. Bagaimanapun, tulisan
ini akan mengambil contoh penerapan TPM dalam industri manufaktur,
sedangkan penerapan dalam industri jasa dan lainnya agar menyesuaikan.

Dalam Artikel TPM—Seri 1 telah diungkapkan tentang penilaian kesiapan
untuk implementasi TPM. Jika hasil penilaian menunjukkan bahwa
manajemen dan karyawan telah SIAP untuk menerapkan TPM, maka
langkah-langkah implementasi TPM berikut dapat diikuti.

Pada dasarnya dikenal empat tahap introduksi TPM ke dalam suatu
organisasi (manufaktur, jasa, dll), sebagai berikut.

A. Tahap Persiapan
B. Tahap Introduksi
C. Tahap Implementasi
D. Tahap Institusionalisasi

A. Tahap Persiapan
Terdapat lima langkah dalam tahap persiapan, yaitu:

Langkah 1. Pengumuman resmi oleh manajemen kepada semua karyawan
tentang TPM yang disebarkan ke seluruh organisasi. Pembuatan TPM
Activity Board (semacam papan pengumuman khusus TPM) untuk menempelkan
berbagai informasi yang berkaitan dengan TPM, mempublikasikan dalam
"company newsletter", dll dapat dilakukan dalam langkah ini. Manajemen
senior harus memiliki komitmen dan kesadaran sejak awal terhadap TPM.

Langkah 2. Pendidikan awal dan propaganda tentang TPM. Pelatihan
intensif dilaksanakan berdasarkan kebutuhan. Membawa orang-orang untuk
mengunjungi organisasi (semacam plant tour) yang telah berhasil
menerapkan TPM merupakan hal yang penting dalam langkah ini.

Langkah 3. Menetapkan Komite TPM yang melibatkan wakil-wakil dari
semua departemen. Komite TPM merupakan bentuk organisasi resmi dalam
perusahaan/organisa si, yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan
TPM dan terdiri dari pimpinan atau manajer-manajer senior, bukan
sekedar komite-komitean yang terdiri dari orang bawahan yang tidak
memiliki wewenang melakukan perubahan organisasi! Wakil-wakil dari
semua departemen (manajer senior) perlu terlibat dalam komite TPM,
karena TPM berkaitan dengan "improvement, autonomous maintenance,
quality maintenance, etc., sebagai bagian integral yang tidak
terpisahkan dalam organisasi. Sekali Komite TPM telah terbentuk, maka
semua hal-hal strategik dan operasional yang berkaitan dengan
"improvement, autonomous maintenance, quality maintenance, etc" telah
menjadi tanggung jawab resmi dari komite TPM ini. Komite TPM HARUS
memperoleh pelatihan instensif yang berkaitan dengan praktek-praktek
manajemen TPM kelas dunia!

Langkah 4. Menetapkan Sistem (Mekanisme) Kerja dan Target TPM.
Penetapan mekanisme kerja dan target yang harus dicapai dlakukan dalam
langkah 4 ini. Seyogianya setiap organisasi melakukan "benchmark"
terhadap organisasi kelas dunia. OEE dari perusahaan kelas dunia
berada di atas 85%.

Langkah 5. Menetapkan Master Plan (Rencana Induk) untuk
Institusionalisasi TPM. Rencana Induk TPM seyogianya merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Master Improvement Story perusahaan atau
organisasi. Institusionalisasi TPM seharusnya menjadi target untuk
menciptakan kultur organisasi, mencapai PM (Preventive Maintenance)
Award dan mencapai OEE kelas dunia!

B. Tahap Introduksi
Setelah tahap persiapan selesai, maka kita melangkah ke tahap
introduksi. Dalam tahap ini manajemen organisasi dan seluruh karyawan
dapat melakukan semacam upacara seremonial untuk memperkenalkan secara
resmi bahwa TPM telah diadopsi oleh organisasi dan telah menjadi
program resmi dari organisasi. Undangan kepada pemasok material,
demikian pula pelanggan utama juga dilakukan dalam tahap ini, untuk
menunjukkan komitmen perusahaan terhadap TPM. Upacara introduksi TPM
ini sering disebut sebagai: "TPM kick-off".

C. Tahap Implementasi
Membangun TPM adalah serupa dengan membangun gedung yang membutuhkan
pilar-pilar utama yang kokoh. Terdapat delapan pilar utama TPM yang
HARUS dibangun secara bertahap dan berjadual waktu yang ditetapkan.
Manajemen Senior, Komite TPM, semua manajer, supervisor, dan karyawan
bertanggung jawab untuk membangun TPM. Komite TPM bertanggung jawab
menyusun rencana strategik dan memberikan pengarahan kepada semua
manajemen dan karyawan. Ke delapan pilar utama yang harus dibangun itu
adalah:
PILLAR 1 - 5S :
PILLAR 2 - JISHU HOZEN ( Autonomous maintenance )
PILLAR 3 - KAIZEN or KAIZEN BLITZ
PILLAR 4 - PLANNED MAINTENANCE
PILLAR 5 - QUALITY MAINTENANCE
PILLAR 6 - TRAINING
PILLAR 7 - OFFICE TPM
PILLAR 8 - SAFETY, HEALTH AND ENVIRONMENT

D. Tahap Institusionalisasi
Setelah membangun delapan pilar di atas, yang waktunya bisa bekisar
18 – 24 bulan, maka organisasi akan mencapai tahap kematangan dalam
implementasi TPM. Pada tahap ini manajemen senior dan Komite TPM dapat
mengikutsertakan organisasi itu untuk memperoleh Preventive
Maintenance (PM) Award.

Salah satu organisasi yang memberikan PM Award ini adalah: Japan
Institute of Plant Maintenance. Misi utama dari institusi ini adalah:
"We contribute to the creation of beautiful environment and a healthy
society, guiding enterprises along the path to better manufacturing,
with a constant focus on the creation of true value".

Informasi singkat tentang institusi JIPM adalah: "Established in 1969
- Corporate membership:1, 200 - Non-profit organization - Service to
factory/plant management, plant engineers, maintenance managers -
Develop & promoting total productive maintenance (TPM) - TPM
Originator since 1971".
JIPM Office:
- Address: 3-1-38, Shiba-koen, Minato-ku, Tokyo 1050011 JAPAN
- Telephone: +81 33433 0351
- Fax: +81 33433 8665

Catatan Penting (Ide Kreatif):

Untuk memperoleh manfaat yang besar dari implementasi TPM ini, maka
organisasi atau perusahaan-perusaha an yang tidak saling berkompetisi
(bukan menjual produk yang sama) dapat bergabung ke dalam asosiasi,
seperti: Indonesian Institute of TPM. Indonesian Institute of TPM
adalah prakarsa dari penulis untuk memajukan TPM di Indonesia. Jika
ada Pemilik Perusahaan, Senior Management (Direktur, Vice President of
Operations, dll) yang tertarik untuk bergabung dengan Indonesian
Institute of TPM, silakan kontak penulis melalui e-mail pribadi.

Sifat keanggotaan dari Indonesian Institute of TPM adalah: berdasarkan
Corporate Membership (bukan individual). Setelah terkumpul, katakanlah
12 Organisasi, maka kita dapat berkumpul untuk membahas bagaimana
mekanisme kerja dan pelayanan kepada setiap organisasi yang berminat
serta serius menetapkan TPM sebagai strategi membangun perusahaan
kelas dunia.

Organisasi II-TPM diciptakan dan dibangun oleh perusahaan-perusaha an
Indonesia, untuk melayani perusahaan-perusaha an Indonesia, demi
memajukan Industri Indonesia. Pengalaman penulis terlibat selama dua
tahun dalam organisasi semacam ini di Canada, mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi Indonesian Institute of TPM! Dalam konteks yang sama
dapat juga dibangun lembaga nir-laba sejenis: misalnya: Indonesian
Institute of Lean Six Sigma, dll.

Referensi:

Vincent Gaspersz (Gramedia, 2007—Sedang dalam proses penerbitan).
Organizational Excellence: Model Strategik Menuju World Class
Enterprise Management. Memperkenalkan Cara-Cara Implementasi Teknik
Manajemen Kelas Dunia:
• Balanced Scorecard
• Customer Service Excellence
• Customer Relationship Management
• 5S/6S, Kaizen Blitz, Lean, Six Sigma
• Lean Six Sigma for Manufacturing and Service
• Lean Six Sigma SCOR (Supply Chain Operations Reference)
• Integration of Blue Ocean Strategy and
• Design for Lean Six Sigma
• Implementation of Integrated Performance Management System in World
Class Manufacturing and Service Companies

Untuk Menghasilkan CASH:
• Customer Loyalty
• Always Improving Value Innovation
• Strategically Managed
• Hard Knowledge-Based Performance Management System

artikel ini ditulis oleh Mr Vincent G

Thanks

Thursday, December 21, 2006

Cermin diri : Surat untuk AA Gym . . .


Aa Gym yang baik, ketika mendapat kabar kalau Aa menikah lagi, saya tertawa. Geli sekali rasanya mendengar kabar itu. Setelah Dhani Dewa, kini Aa yang dikatakan beristri dua. Gosip memang makin aneh saja ya, Aa... Saya tidak percaya. Saya tahu, Aa begitu mencintai Teh Ninih. Di mata Aa, Teh Ninih begitu sempurna.

Setiap melihat foto keluarga Aa, dengan tujuh anak dan Teh Ninih yang tersenyum bahagia, selalu ada airmata yang bergulir di sudut mata saya. Aa membuat saya begitu bangga. Teh Ninih memberikan saya ilham tentang bagaimana mencinta. Melahirkan tujuh anak di zaman ketika memiliki banyak anak telah menjadi semacam "aib", tak ada kata lain untuk menjelaskannya, kecuali pengabdian cinta. Maka, saya tidak percaya gosip itu. Tidak mungkin Aa akan begitu. Aa itu kiai saya, guru saya, kakak, ayah, dan teladan saya. Aa pasti tidak akan mengecewakan saya.

Ketika Aa menggelar jumpa pers di kantor Daarut Tauhid, di Jakarta, Sabtu lalu, saya bersorak gembira. Akan terjawab semuanya, batin saya. Akan terang betapa bodohnya pembuat gosip itu. Saya bayangkan, Aa akan tertawa, Teh Ninih akan terkikik manja, dan memeluk Aa. Ketika melihat Aa dan Teh Ninih muncul, dengan busana satu warna, wajah yang bercahaya, hati saya makin bahagia. Sungguh Aa, tiap kali melihat Aa dan Teh Ninih tampil bersama, saling mengerling dan tersenyum, selalu ada haru dan tangis di mata saya. Aa membuat saya begitu bersyukur dan bahagia. Saya tidak percaya, kerling dan senyum itu akan Aa berikan juga untuk Teteh yang lain....

Aa terlihat lebih muda. Apa karena tanpa sorban ya, Aa? Dan Teh Ninih, kenapa jadi tampak lebih tua. Mata Teh Ninih berkerjapan, tapi dia menyunggingkan senyuman. Aa tahu, saya mulai was-was saat itu. Melihat sorban yang lepas, hati saya cemas. Melihat banyaknya senyum Teh Ninih, dada saya berbuih. Saya mulai menduga, ya Tuhan... apakah kabar itu benar? Apakah benar Aa telah menduakan Teh Ninih, Mbak dan Ibu saya? Tolong Tuhan, tulikan aku sementara... Aku tak sanggup mendengarnya...

Dan airmata saya berloncatan. Saya sesenggukan. Wajah Aa yang cerah di teve dikaburkan airmata saya. Sungguh Aa, saya tidak bisa menerima. Saya sakit, sakit... Setiap melihat Teh Ninih, airmata saya langsung berloncatan. Saya tajamkan pendengaran, saya ingin tahu, apa alasan Aa, apa kekurangan Teh Ninih? Tapi sampai akhir jumpa pers itu, tak ada satu pun dalih yang bisa mengeringkan airmata saya. Aa menyebutkan TTM, teman tapi mesum, dan seks bebas, yang kini jadi dianggap biasa. Aa, saya kaget. Dari Aa-lah saya tahu TTM itu teman tapi mesum. Sebelumnya saya kira hanya teman tapi mesra. Apakah Aa menilai kemesraan sama dengan kemesuman? Aa juga menyebut, keputusan itu lahir dari keprihatinan karena poligami dianggap sebagai perbuatan tidak benar, sering dicemooh, bahkan diperlakukan tidak sebagaimana mestinya. Istri kedua dianggap sebagai perebut suami orang. Aa tampaknya ingin mendudukkan posisi poligami, ingin menunjukkan bahwa istri kedua tidak selamanya buruk. Maaf Aa, saya tidak terharu dengan penjelasan itu.

Aa yang baik, saya lalu mencari tahu siapa Rini, Alfarini Eridani itu. Maaf Aa, saya tidak bisa menyebut Rni dengan panggilan Teteh. Bagi saya, hanya ada satu Teteh untuk Aa, Teh Ninih. Saya lalu tercengang. Bukan Aa, bukan karena dia mantan model. Bagi saya, tidak penting latar belakang seseorang. Bukankah Aa dulu juga bukan seorang kiai? Bukankah pernikahan Aa dengan Teh Ninihlah, yang merupakan anak kiai pondok, yang mengubah hidup Aa? Saya hanya takjub pada kesaksian banyak pihak bahwa sudah sejak awal Rini itu Aa istimewakan. Rini bebas di MQ, dengan status tidak jelas. Bisa jadi marketing, sekretaris, atau kerja serabutan. Pengistimewaan Rini oleh Aa dan adik Aa, Abdurrahman Yuri (Aa Deda) itu terbaca sesama pengurus MQ, dan mereka mengira Aa dekat karena ingin mencarikan jodoh untuk Rini. Mereka juga tidak merasa aneh, ketika Juli lalu, Aa pun meminta Rini jadi "pejabat" saat membentuk unit pelayanan terpadu bank syariah di ponpes Daarut Tauhiid. Tapi, sebagaimana terungkap di banyak media, akhirnya semua kaget, ketika Aa memilihkan diri Aa sendiri sebagai jodoh untuk Rini.

Aa yang baik, maaf jika saya berburuk sangka. Ketika Aa mengatakan telah lima tahun mempersiapkan dan mendiskusikan dengan Teh Ninih untuk berpoligamami, apakah Rini yang Aa persiapkan? Apakah masuknya Rini ke MQ beberapa tahun lalu bagian dari persiapan itu? KH Miftah Farid mengatakan, Aa menikahi Rini untuk menyelamatkannya dari rerebutan pengurus Daarut Tauhiid. Kenapa harus diselamatkan, Aa? Apakah kalau Rini dinikahi karyawan Aa, hidupnya berada dalam bahaya? Atau, apakah Aa merasa dapat berlaku lebih adil daripada mereka yang memperebutkan Rini?

Aa yang baik, maaf jika saya masih bertanya-tanya. Benarkah Teh Ninih sudah memberi izin dan ikhlas? Kalau begitu, mengapa sewaktu menikahinya Aa tidak mengikutkan Teh Ninih? Mengapa tidak ada satu pun keluarga Aa yang datang? Juga adik Aa, Abdurahman Yuri (Aa Deda) yang dekat dengan Rini, kemana? Kata KH Miftah, setelah ijab itulah baru Aa memberitahu Teh Ninih, benarkah? KH Miftah juga mengatakan, saat itu Aa hanya nikah agama, dan perlu waktu untuk dicatatkan ke KUA, menunggu izin tertulis dari Teh Ninih, begitukah Aa? Jadi Aa, benarkah Teh Ninih memberi izin dan ikhlas karena pernikahan itu telah terjadi? Izin dan keikhlasan yang datang karena tak lagi dapat berbuat apa-apa?
Aa yang baik, benarkah ketika Senin (4/12) di saat Aa memberikan tausyiah untuk pengurus MQ Coorporation, Teh Ninih dan Rini duduk berdampingan, dan keduanya tidak bercakapan juga bersalam? Juga, kenapa ketika acara usai, Rini ingin segera berlalu, sampai Aa memanggilnya, "Ibu Rini..." agar dia mau bergabung? Sungguhkah Teh Ninih belum dapat menerima Rini, Aa? Sekali lagi maaf jika saya berburuk sangka. Saya hanya ingin menumpahkan isi hati saya, jutaan pertanyaan yang membebani, biar saya dapat menerima Aa, dengan ringan, dengan enteng, seperti Aa yang ringan, riang, ketika menjelaskan pernikahan itu.

Aa yang dirahmati Allah, di telinga saya saat ini, masih terdengar pengakuan Teh Ninih, Minggu, usai tausyiah itu. Teteh mengaku klenger saat tahu Aa telah menikah. Tiga bulan setelah pernikahan itu, Teteh juga mengaku belum kenal Rini ...
Aa, entah kenapa, saya selalu menangis melihat ketabahan Teh Ninih. Teteh saya itu, yang juga saya anggap Mbak dan Ibu saya, demikian kuat menahan perasaannya. Ia hanya tersenyum, dan menjawab dengan persetujuan Aa. Teteh mengajarkan kepada saya, tentang cinta seorang wanita, yang tak terbagi, tak berpamrih. Dan saya kian menangis, saat melihat Aa acap sekali memeluknya, menciumnya, merangkulnya, lebih sering dari apa yang biasa Aa tunjukkan. Pikiran naif saya selalu berkata, "kenapa bisa lelaki yang demikian sayang dan cintanya, tapi memadu istrinya..." Maaf Aa, sekali lagi maaf, saya tidak bisa berbicara halus seperti Aa, tidak bisa sesabar seperti Aa. Itulah sebabnya, ketika Teh Ninih berkata, "Saya berkeyakinan, apa yang tampaknya menyakitkan belum tentu seburuk yang terlihat.." saya tambah menangis. Saya membaca, Teh Ninih telah mengatakan isi hatinya kepada saya. Karena apa yang dikatakan Teh Ninih bisa dibaca sebaliknya, "apa yang tampak menyenangkan, mengikhlaskan, berpelukan, bahagia, belum tentu seindah yang terlihat...."

Aa yang baik, maaf kalau saya tampak kecewa. Maaf kalau saya tidak bisa mengerti, saya hanya tahu, betapa kian kuat cinta saya kepada Teh Ninih...(Surat oleh Aulia A M/SMCN)

Copied from suaramerdeka.com

Note :
Suratnya bagus juga ya..
Picture ( inside ) hanya tambahan saja

Motivasi : HARAPAN adalah JAWABAN terbaik saat GAGAL



Tiga anak kecil bermain lompat tali. Aturannya sederhana. Dua anak memegangi tali. Sedang yang seorang berusaha melompatinya. Bila ia gagal atau tersangkut, ia harus ganti memegangi tali. Dan, yang lain mengambil giliran melompat. Ketika tali masih rendah, ia mampu melompatinya. Saat sedikit-demi-sedikit tali meninggi, ketidakyakinan mulai datang. Keraguan merambah.
Namun, tekad untuk tidak kalah lebih kuat sehingga ia harus mencoba. Keyakinan diri membara saat ia mampu melompatinya meski ujung kaki menyentuh tali. Semua anak bertepuk tangan. Namun, ketika tali sejajar pandangan, ia gagal. Dengan sedikit kecewa ia ganti memegangi tali.

Tahukah anda apa yang ada dalam benak anak kecil itu? Saat memegangi tali, ia menunggu ada temannya yang gagal sebagaimana ia pernah gagal. Dan berharap ia bermain lagi agar bisa melompati ketinggian yang gagal ia lalui. Menjadi pemain selalu menyenangkan karena bisa merasakan keberhasilan.

Namun, hanya bila anda tak kehilangan harapan di sela-sela kegagalan, anda layak menantikan saat untuk bermain kembali. Bahkan kita pun harus tahu bagaimana menjadi gagal. Tanpa itu, kita tak tahu bagaimana menjadi menang.

" Kegagalan adalah awal dari keberhasilan"

Salam

Filosofi Pendidikan ( Metode Horisontal )

Metode Horisontal lahir dengan keinginan untuk memecahkan
permasalahan yang paling mendasar dari pendidikan matematika di
negara ini. Dan yang menjadi masalah terbesar dalam pendidikan
Matematika adalah membangkitkan rasa percaya diri siswa terhadap
kemampuan numerik & logika dan daya kreatifitas siswa dalam
memecahkan soal, bukan sekedar mengajari bejibum topik matematika,
yang akhirnya malah cenderung hanya memberikan formula jalan pintas
agar siswa KELIHATAN menguasai matematika seperti yang terjadi di
negara ini dan akhirnya membuat siswa muak dengan Matematika karena
mereka sebenarnya tidak mengerti apa yang sedang mereka kerjakan.

Ketika seorang siswa sudah mempunyai kepercayaan diri pada kemampuan
numerik & logika dan mempunyai daya kreatifitas untuk memecahkan
masalah, mereka telah siap menerima pendidikan Matematika yang
bersifat deduktif, yang biasa disebut Modern Mathematics. Di sini
mereka akan benar-benar diajarkan bagaimana BERPIKIR LOGIS dan
KONSISTEN secara mandiri. Bila mereka mampu memahami hal yang
tersulit dalam matematika yaitu untuk berpikir secara logis dan
konsisten ini, maka jalan untuk mempelajari jenis Matematika apapun
akan terbuka lebar. Jadi kalau seorang siswa yang rajin sebenarnya
tidak perlu kursus apapun juga asalkan dia sudah bisa BERPIKIR LOGIS
dan KONSISTEN karena topik2 matematika yang harus diajarkan dalam
kurikulum kita sebenarnya sudah ada di dalam buku-buku teks yang
beredar.

Dengan pemikiran seperti ini, Metode Horisontal membuat sebuah CARA
BERHITUNG
yang BARU beserta CARA PENGAJARAN yang BARU pula, dan
tentunya pengajaran siswa diawali dari Tahap Pengenalan Bilangan
sampai dengan Tahap Kreatifitas. Sebagai Cara Menghitung yang baru,
Metode Horisontal merupakan bentuk deduktif dari Metode Sempoa,
secara umum konsep yang mendasari baik Metode Horisontal dan Metode
Sempoa adalah sama yaitu konsep Asosiasi Posisi. Di sini metode
Horisontal bukan sekedar rumus atau formula untuk mempercepat
perhitungan tetapi merupakan cara berpikir (the way of thinking).
Jadi jelas bahwa Metode Horisontal bekerja mulai pada bidang paling
fundamental dari Matematika yaitu Aritmatika Dasar. Informasi lebih
lanjut dapat dilihat pada: www.sigmetris. com

Kemudian sebagai Cara Pengajaran yang baru, tentunya Metode
Horisontal akan mengikuti standar kurikulum yang sudah ditetapkan
pemerintah. Selain itu Metode Horisontal perlu membangun sebuah
filosofi pendidikannya sendiri yang menjadi landasan bagi Cara
Pengajarannya. Dalam artikel ini, akan diuraikan mengenai Filosofi
Pendidikan dari Metode Horisontal, yang mempunyai beberapa kata-kata
kunci yaitu Kongkrit, Penyelidikan dan Transformatif. Filosofi
Pendidikan ini dibangun berdasarkan tahap-tahap yang harus dilalui
seorang siswa dalam mempelajari sebuah materi pelajaran, terutama
dalam bidang Matematika, yang secara garis besar adalah tahap
Mengenal (know), tahap Memahami (understand) , dan tahap Menguasai
(mastering) suatu materi pelajaran tertentu. Karena itu sesuai
dengan tahap-tahap ini, dibangun tiga dasar filosofi pendidikan yang
mendasari proses pendidikan di dalam tahap-tahap tersebut, sebagai
berikut:

1. Pendidikan yang Kongkrit – Tahap Mengenal

Dalam tahap pengenalan suatu ilmu pengetahuan pastilah akan timbul
pertanyaan: Bagaimana siswa bisa bertanya dan tertarik mengenai
suatu topik jika mereka belum tahu bidang tersebut sama sekali?.
Pastilah di sini harus ada guru yang memperkenalkan topik tersebut
dan memotivasi siswa agak tertarik dengan bidang tersebut. Jadi
sebelum menginjak pada proses Penyelidikan (tahap Pemahaman), siswa
perlu diperkenalkan dengan ilmu pengetahuan yang bersifat kongkrit
(nyata) bagi mereka. Pendidikan seperti ini dinamakan sebagai
Pendidikan yang Kongkrit.

Pendidikan yang Kongkrit adalah jenis pendidikan yang menekankan
segala materi yang diajarkan ke siswa sebaiknya terhubung dengan
realitas kehidupan sehari-hari dan menggunakan konteks nyata sebagai
sumber inspirasi untuk memperkenalkan siswa pada suatu pengetahuan
tertentu. Singkatnya di sini siswa akan dapat mencerap bahwa materi
yang diajarkan adalah hal yang nyata bagi dirinya, bukan sesuatu
yang terlepas dari kehidupannya sehari-hari. Hal ini tentunya tidak
perlu berupa materi yang berbentuk benda nyata, bisa saja topik
tersebut berwujud suatu soal cerita atau sebuah puzzle. Melalui
materi yang bersifat kongnrit seperti ini, kemudian mulai dibangun
materi-materi yang bersifat lebih abstrak sebagai sebuah kontinuitas
yang wajar darinya.

Pendidikan yang Kongkrit mempunyai beberapa karakteristik dasar,
yaitu:
• Menggunakan konteks kehidupan nyata sebagai awal proses
pembelajaran
• Menggunakan model sebagai jembatan antara dunia nyata dan
ilmu pengetahuan. Di sini model berperan untuk menyederhanakan dunia
nyata sehingga bisa dilihat karakteristik- karakteristik yang penting
sehingga dapat dipahami prinsip dasar ilmunya.
• Model yang dibangun tersebut harus dipahami benar oleh siswa
sehingga harus menggunakan istilah, simbol, diagram dan gambar yang
mudah ditangkap atau yang sudah biasa digunakan oleh siswa
• Menggunakan proses pengajaran yang interaktif sehingga siswa
dapat merasakan benar-benar bahwa konteks yang dibahas relevan dalam
kehidupannya sehari-hari.
• Tidak menolak untuk membahas suatu subjek secara lintas ilmu
bila hal ini memang dapat membuat materi yang diajarkan semakin
Kongkrit dalam sudut pandang siswa.

Bila karakteristik ini dipenuhi dalam suatu proses pengajaran, maka
siswa akan mencerap suatu bidang bukan sebagai hal yang abstrak
tetapi sebagai hal yang nyata dan berguna bagi dirinya. Dan tentunya
karena ditekankan pula penggunaan istilah, simbol, diagram dan
gambar yang mudah dipahami siswa, hal ini akan membuat mereka merasa
nyaman dan tentunya mereka juga otomatis akan merasa tertarik dengan
bidang tertarik karena merasa mudah memahaminya. Bila hal ini telah
terjadi maka Pendidikan dengan cara Penyelidikan telah siap untuk
dilakukan oleh siswa, karena prasyaratnya dari sebuah proses
penyelidikan adalah antusiasme dan rasa ingin tahu.

Selanjutnya dalam Pendidikan yang Kongkrit ini, peran seorang guru
adalah sebagai berikut:
• Sebagai seorang pengajar, yaitu ia harus memperkenalkan
suatu topik di depan kelas dengan mulai pada hal-hal yang kongkrit
di sekitar kehidupan siswanya.
• Kemudian dalam interaksinya dengan siswa, guru harus
memberikan sebuah tantangan (challenge) dan sekaligus bantuan (clue)
yang dibutuhkan siswa untuk memahami topik yang diajarkan. Bantuan
tersebut dapat berupa sebuah diagram, gambar atau penjelasan yang
dibutuhkan untuk memecahkan tantangan yang diberikan.
• Perlu pula ditekankan dalam pendidikan yang kongkrit ini,
guru juga berperan sebagai motivator, hal ini dapat dengan bermacam-
macam cara misalnya dengan menceritakan tokoh yang berperan dalam
bidang tersebut, dengan mendemonstrasikan kegunaan ilmu tersebut di
depan kelas dan sebagainya. Selain itu mereka harus selalu memandang
secara positif setiap Keberhasilan dari setiap siswa yang diajarnya
dalam memecahkan soal dan berusaha membantu siswanya dalam
mengkonstruksi konsep diri yang positif.
• Terakhir guru perlu terus-menerus memantau keaktifan
siswanya di dalam kelas ketika berusaha memahami topik yang
diajarkan dengan mengamati caranya bertanya atau menjawab tantangan
(challenge) yang diberikan.

2. Pendidikan dengan Penyelidikan – Tahap Memahami

Dalam model Pendidikan yang menekankan proses Penyelidikan, siswa
didorong untuk bertanya tentang suatu topik tertentu yang menarik
bagi dirinya. Tentunya topik ini harus diperkenalkan oleh seorang
guru yang berperan sebagai fasilitator di sini. Pertanyaan-
pertanyaan siswa ini tidak perlu merupakan hal yang masuk akal atau
mudah dijawab, dan guru tidak bertugas untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan siswa, tetapi bertugas untuk memfokuskan pertanyaan-
pertanyaan ini sehingga siswa dapat memberikan alternatif jawabannya
sendiri.

Pendidikan dengan cara menyelidiki dimotivasi oleh fakta bahwa
seorang Pembelajar yang baik ternyata mempunyai perhatian terhadap
aktifitas bertanya dan menyelesaikan pertanyaan itu sendiri, bukan
hanya tertarik pada hasil akhir pengetahuan saja. Aktifitas
penyelidikan ini sebaiknya dilakukan secara sosial, yaitu bersama-
sama dengan guru dan juga teman-teman sebayanya.

Di sini terdapat daftar dari seorang Pembelajar yang baik, yaitu:
• Percaya diri terhadap kemampuan belajar mereka
• Kesenangan dalam memecahkan suatu masalah
• Tajam dalam melihat hubungan-hubungan yang relevan
• Bersandar pada pendapatnya sendiri bukan pada pendapat orang
banyak.
• Tidak takut untuk salah
• Tidak terburu-buru untuk menjawab
• Mempunyai sudut pandang yang fleksibel
• Menghargai Fakta diatas sebuah Opini dan dapat membedakan
dengan jelas antara sebuah Fakta dan Opini.
• Merasa nyaman dalam Ketidaktahuan, sehingga tidak merasa
perlu untuk menjawab semua pertanyaan yang muncul secepat mungkin.
Dan tidak puas dengan suatu jawaban yang sangat disederhanakan.

Untuk melakukan model pendidikan dengan cara Penyelidikan ini
diperlukan peran baru bagi seorang guru yang berbeda dari model
pendidikan tradisional. Di sini, guru lebih berperan sebagai
fasilitator dan penuntun dibandingkan sebagai seorang pengajar yang
memberikan kuliah saja. Ada beberapa hal yang harus dipahami seorang
guru dalam metode pengajaran ini:
• Mereka harus menghindari siswa bahwa mereka harus tahu
sesuatu hal agar siswa merasa nyaman jika mempunyai pertanyaan yang
belum bisa terjawab olehnya.
• Mereka berbicara dengan siswa dengan cara bertanya kembali
yang berfungsi untuk memfokuskan setiap pertanyaan siswa.
• Mereka tidak dapat menerima jawaban siswa yang
disederhanakan saja
• Mereka harus mendorong siswa untuk bertukar pikiran dengan
siswa-siswa yang lain dan mendidik siswa untuk tidak menghakimi apa
yang telah dikatakan temannya.
• Mereka harus memperkenalkan suatu masalah tertentu agar
menarik minat siswanya.
• Mereka mengukur keberhasilan siswa berdasarkan sifat-sifat
seorang Pembelajar yang baik, yang ditetapkan sebagai tujuan
Pembelajaran ini.

3. Pendidikan Transformatif – Tahap Menguasai

Setelah kita membahas tentang Pendidikan dengan cara Penyelidikan,
selanjutnya akan dibahas mengenai Pendidikan Transformatif sebagai
akibat wajarnya. Dengan menerapkan cara Penyelidikan dalam
kehidupannya sehari-hari, seorang siswa pastilah akan menggali
banyak informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Pada suatu
tahap tertentu, pastilah ia akan mempertanyakan kembali informasi-
informasi yang didapat karena biasanya informasi2 tersebut tidaklah
selaras satu dengan yang lainnya atau mungkin pula karena ia tidak
dapat menjawab suatu masalah dengan informasi yang telah
dimilikinya. Bila hal ini telah terjadi, maka sangatlah dibutuhkan
apa yang dinamakan Pendidikan Transformatif. Jadi proses
transformatif diawali dengan Kegagalan siswa untuk memahami suatu
bidang ilmu pengetahuan yang bersifat individual, yang berakibat
pada kebingungan terhadap konsistensi pemikirannya atau
ketidakmampuannya dalam memesahkan suatu masalah tertentu.

Untuk memudahkan pembahasan, maka proses kognitif manusia secara
sederhana dibagi menjadi dua macam:
• Berpikir tingkat Pertama meliputi - menghitung, mengingat,
membaca dan memahami.
• Meta-kognisi, yaitu – proses memantau perkembangan dan hasil
dari dari Berpikir tingkat Pertama.

Dalam Pendidikan dengan cara penyelidikan, berpikir-tahap- pertama
digunakan secara intensif untuk memecahkan pertanyaan-pertanya an
yang muncul dalam diri seorang siswa. Tetapi selain tahap pemikiran
ini, perlu juga disadari bahwa siswa terus memantau setiap
informasi2 baru yang mereka dapat dan berusaha membandingkan dengan
informasi2 yang telah didapat sebelumnya, proses ini dinamakan
dengan meta-kognisi. Dilain pihak seorang siswa pastilah sampai
suatu saat akan terbentur dengan suatu pertanyaan yang tidak dapat
dijawab dengan segala informasi yang telah dipunyai.

Ada satu kata kunci yang perlu dipahami dalam Pendidikan
transformatif pada tahap ini, yaitu Perubahan. Jika hal-hal di atas
telah dialami oleh seorang siswa, maka disini saatnya siswa tersebut
harus berubah. Apanya yang berubah? Tentu yang berubah adalah sudut
pandangnya dalam memandang hal-hal yang telah diketahuinya tersebut.
Ia harus mulai lagi memeriksa informasi2 yang telah mereka dapat
satu persatu, dan memisahkan mana yang sekedar opini dan mana yang
benar-benar berupa fakta. Setelah proses menyaring tersebut maka
akan didapatkan semua hal-hal yang relevan, dan mulailah ia
mempertanyakan Landasan sudut pandangnya terhadap informasi yang
relevan tersebut, terutama dikaitkan dengan Asumsi dasar yang telah
dipegang mereka.

Dalam kehidupan sehari-hari, Asumsi dasar ini adalah berupa suatu
Makna Kehidupan dan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan
manusia, karena mau tidak mau hampir semua sudut pandang dan tingkah
lakunya bermuara pada makna kehidupan tersebut. Sehingga dalam
kehidupan nyata, dengan menyesuaikan makna kehidupan terhadap
informasi2 yang relevan tersebut, seorang siswa akan memandang
segala sesuatu secara berbeda.

Bila kita mendaftar apa sebenarnya yang terjadi pada seorang siswa
dalam proses transformatif ini terutama dalam bidang Akademik, maka
didapat sebagai berikut:
• Memahami kerangka berpikir yang telah digunakan selama ini
• Mempelajari kerangka berpikir alternatif yang lain
• Mentranformasi sudut pandang yang digunakan.agar dapat
mengakomodasi kerangka berpikir yang lain tersebut (yang dianggap
relevan tentunya)
• Dan akibatnya akan Mentranformasi segala kebiasaan
berpikirnya

Untuk melakukan hal ini seorang siswa perlu dibantu oleh guru (atau
orang tuanya) yaitu dalam melalui proses transformatif yang sangat
kritis ini. Tentunya tidak dengan memaksakan kerangka berpikir
mereka sendiri kepada siswa tersebut, tetapi membiarkan siswa
membangun kerangka berpikirnya sendiri.

Proses transformatif ini bisa diajarkan dalam bidang akademis dan di
sini tugas seorang guru adalah sebagai berikut:
• Memberikan suatu masalah atau menunjukkan suatu kejadian
tertentu yang dapat menyadarkan siswa akan Keterbatasan pengetahuan
dan pendekatan mereka.
• Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengidentifikasi dan
mendeskripsikan Asumsi-asumsi dasar yang mendasari pengetahuan dan
pendekatan yang mereka gunakan.
• Mendorong siswa untuk menelaah dari mana Asumsi-asumsi ini
berasal dan bagaimana asumsi tersebut membatasi pemahaman mereka
• Mendiskusikan apa yang telah mereka telaah kepada guru dan
siswa yang lain.
• Memberikan kesempatan kepada mereka untuk menguji perspektif
mereka yang telah diperbaharui.

Bila siswa telah biasa dengan proses Transformatif dalam bidang
akademisnya, maka kemungkinan besar mereka juga akan dapat
menerapkan hal ini dalam kehidupan sehari-harinya terutama dalam
melalui perubahan-perubahan dalam tahap kehidupannya dengan sukses.

Belajar dari Jepang : " Birokrasi Jepang "

Tulisan ini tidak bertutur tentang legenda Bangsa
Samurai dahulu kala; namun berkisah tentang Jepang
saat ini. Dongeng di sini berarti sesuatu yang
mengherankan bila disandingkan dengan kondisi
keseharian di tanah air. Meski Jepang bukanlah negeri
dongeng yang sempurna, ada nilai-nilai kebaikan
universal terealisir yang menarik untuk disimak dan
diaplikasikan di tanah air tercinta. Tulisan ini
merupakan fragmentasi keseharian saya, istri, dan
beberapa kawan dekat kami di Jepang.

Kantor pemerintahan dan pelayanan publik

Anda pernah melihat sekelompok semut? Nah, begitulah
kira-kira situasi kantor pemerintahan daerah di
Jepang. Tidak ada "semut" yang diam termangu, apalagi
membaca koran; seluruh karyawan kantor senantiasa
bergerak, dari saat bel mulai kerja hingga pulang
larut malam.
Tak habis pikir, saya tatap dalam-dalam
"semut-semut" yang sedang bekerja tersebut; kadang
kala saya curi pandang: jangan-jangan mereka sedang
ber-internet ria seperti kebiasaan saya di kampus.
Ingin saya mengetahui makanan apa gerangan yang
dikonsumsi para pegawai itu sehingga mereka sanggup
berjam-jam duduk, berkonsentrasi, dan menatap monitor
yang bentuknya tidak berubah tersebut. Tata ruang
kantor khas Jepang: mulai pimpinan hingga staf teknis
duduk pada satu ruangan yang sama - tanpa sekat; semua
bisa melihat bahwa semuanya bekerja. Satu orang
membaca koran, pasti akan ketahuan. Aksi yang bagi
saya dramatis ini masih ditambah lagi dengan aksi
lari-lari dari pimpinan ataupun staf dalam melayani
masyarakat.
Ya, mereka berlari dalam arti yang sesungguhnya dan
ekspresi pelayanan yang sama seriusnya. Wajah mereka
akan menatap anda dalam-dalam dengan pola serius utuh
diselingi dengan senyuman. Saya hampir tak percaya
dengan perkataan kawan saya yang mempelajari sistem
pemerintahan Jepang, bahwa gaji mereka - para "semut"
tersebut - tidak bisa dikatakan berlebihan. Sesuai
dengan standard upah di Jepang. Yang saya baca di
internet, mereka memiliki kebanggaan berprofesi
sebagai abdi negara; kebanggaan yang menutupi
penghasilan yang tidak berbeda dengan profesi yang
lain.

Menyandang status mahasiswa, saya mendapatkan banyak
kemudahan dan fasilitas dari Pemerintah Jepang. Untuk
mengurus berbagai keringanan tersebut, saya harus
mendatangi kantor kecamatan (kuyakusho) atau walikota
(shiyakusho) setempat. Beberapa dokumen harus diisi;
khas Jepang: teliti namun tidak menyulitkan. Dalam
berbagai kesempatan saya harus mengisi kolom semacam:
apakah anda melakukan pekerjaan sambilan (arubaito =
part time job), apakah anak anda tinggal bersama anda
(untuk mengurus tunjangan anak), dsb. Dan dalam banyak
hal, pertanyaan-pertanya an tersebut cukup dijawab
dengan lisan: ya atau tidak. Tidak perlu surat-surat
pembuktian dari "RT, RW, Kelurahan" dsb. Saya percaya
bahwa sistem yang baik selalu mensyaratkan kejujuran.
Sistem berlandaskan kejujuran akan cepat maju dan
meningkat, sekaligus sangat efisien.

Mengetahui bahwasanya saya adalah orang asing yang
kurang lancar berbahasa Jepang, saya mendapatkan
"fasilitas" diantar kesana-kemari pada saat mengurus
berbagai dokumen untuk mengajukan keringanan biaya
melahirkan istri saya. Hal ini terjadi beberapa kali.
Seorang senior saya pernah mengatakan, begitu anda
masuk ke kantor pemerintahan di Jepang, maka semua
urusan akan ada (dan harus ada) solusinya. Lain hari
saya membaca prinsip "the biggest (service) for the
small" yang kurang lebih bermakna pelayanan dan
perhatian yang maksimal untuk orang-orang yang kurang
beruntung.

Pameo "kalau ada yang sulit, mengapa dipermudah" tidak
saya jumpai di Jepang. Pada suatu urusan di kantor
walikota (shiyakusho) saya diminta untuk menyerahkan
surat pajak penghasilan. Saya mengatakan bahwa saya
sudah pernah, di masa yang lalu, menyerahkan surat
yang sama ke bagian lain di kantor tersebut. Saya
sudah siap dan pasrah seandainya mereka menjawab bahwa
saya harus mengurus kembali surat tersebut ke kantor
kecamatan sebelum saya pindah ke kota ini. Agak
tertegun sekaligus lega mendapat jawaban bahwa staf
divisi tersebut akan mendatangi divisi lain tempat
saya pernah menyerahkan dokumen pajak saya sekian
bulan yang lalu. Dia akan mengkopinya dari sana. Ambil
jalan yang mudah, namun tetap mengedepankan
ketelitian. Itulah yang saya jumpai di Jepang.

Berstatus mahasiswa yang berkeluarga (baca: harus
berhemat), kami sempat terkejut melihat tagihan
listrik bulanan yang melonjak hingga 10 kali lipat.
Setelah melakukan pengusutan sederhana, tahulah kami
bahwa ada kesalahan pencatatan meter listrik oleh
petugas - sebuah kesalahan yang tidak umum di negeri
ini. Segera saat itu pula saya telpon perusaah listrik
wilayah Kansai untuk mengkonfirmasikan kesalahan
tersebut. Berkali-kali kata sumimasen (yang bisa pula
berarti maaf) keluar dari mulut operator telepon. Saya
menganggapnya sudah selesai, karena operator berjanji
untuk segera melakukan tindak lanjut. Belum berapa
lama meletakkan tas di laboratorium pagi itu, istri
menelpon dari rumah perihal kedatangan petugas listrik
untuk meminta maaf dan menarik slip tagihan. Setibanya
di rumah malam harinya, baru tahulah saya bahwa yang
datang bukanlah sekelas petugas lapangan (dari kartu
nama yang ditinggalkannya) dan tahulah saya bahwa dia
tidak sekedar meminta maaf, karena
bingkisan berisi sabun dan shampo merk cukup terkenal
menyertai kartu nama petugas tersebut. Saya hanya
berharap, waktu itu, bahwa petugas pencatat yang
keliru tidak akan bunuh diri. Karena kekeliruan dalam
bekerja, secara umum, menyangkut kehormatan di negara
ini.

Saya mengetahui dari sebuah perusahaan penyalur tenaga
kerja di Jepang akan sebuah paradigma "Bila anda
datang ke kantor pada pukul 09.00 (jam resmi masuk
kantor di Jepang) dan pulang pada pukul 17.00 (jam
resmi pulang kantor di Jepang), maka atasan dan
kawan-kawan anda akan mengatakan bahwa anda tidak
memiliki niat bekerja". Saya membuktikan pameo
tersebut, karena setiap hari saya bersepeda melintasi
kantor walikota (shiyakusho) . Sebagian besar lampu di
kantor itu masih menyala hingga pukul 20.00. Dan
beberapa kali saya jumpai staf kantor tersebut
memasuki stasiun kereta, juga sekitar pukul 20.00. Hal
ini berarti, mereka semua memiliki niat bekerja -
versi Jepang.

Pasar, pertunjukan kejujuran dan perhatian

Suatu kali pernah kami membeli sebungkus buah-buahan
dengan bandrol murah; favorit bagi kalangan mahasiswa
asing seperti saya. Saya sudah mengetahui bahwa ada
sedikit cacat (gores atau bekas benturan) pada
permukaan beberapa buah-buahan - sesuai dengan harga
murah yang disematkan padanya. Pada saat kami hendak
membayar buah tersebut, penjual buah buru-buru
menerangkan dan menunjuk-nunjuk kondisi sedikit cacat
pada beberapa buah-buahan tersebut, dan kembali
memastikan niat kami membelinya. Sembari tersenyum,
tentu saja kami mengatakan "daijobu" (tidak apa-apa),
karena kami sudah melihatnya dari awal. Beberapa kawan
kami mengiyakan pada saat kami menceritakan kejadian
yang bagi kami cukup mengherankan ini; ini berarti
sikap jujur tersebut tidak dimonopoli oleh satu-dua
pedagang. Mereka mengerti betul bahwa kejujuran adalah
prasyarat utama keberhasilan dalam berdagang. Tidak
perlu meraup untung sesaat dalam jumlah besar, bila
nantinya akan kehilangan pelanggan.

Hingga hari ini, pada saat bertransaksi di kasir, kami
selalu menerima uang kembalian dalam jumlah yang utuh
- sesuai dengan yang tertera pada slip pembayaran.
Tidak kurang, meski hanya satu yen (mata uang terkecil
di Jepang). Tidak ada "pemaksaan" untuk menerima
permen sebagai pengganti nominal tertentu. Selain
kagum dengan praktek berdagang yang baik ini, kami
sekaligus kagum dengan sistem perbankan Jepang yang
mampu menyediakan uang recehan untuk pedagang dan
vending machine (mesin penjual otomatis) di se-antero
Jepang. Meski bagi sebagian kalangan, uang kembalian
terlihat "sepele"; hal ini bisa menyebabkan
ketidakikhlasan pembeli terhadap transaksi jual-beli.

Istri saya selalu berbelanja bersama anak-anak; dan
karena "keriangan" anak-anak, pada beberapa kasus, pak
telur atau buah-buahan bisa meluncur ke lantai. Dua
kali terjadi beberapa telur dalam satu pak pecah
akibat keriangan anak-anak, dan satu kali melibatkan
buah yang mudah penyok. Pada semua kejadian tersebut,
petugas supermarket melihat dan segera mengganti
barang-barang tersebut dengan yang baru. Padahal kami
datang dengan wajah lelah dan pasrah untuk
membayarnya, karena kami menyadari benar bahwa ini
adalah kelalaian kami. Bahkan pada satu kasus, barang
tersebut sudah dibayar istri saya. Pada saat kami
menerangkan bahwa ini semua ketidaksengajaan anak-anak
kami, dengan ramah petugas supermarket menyahut
"daijobu yo" (tidak apa-apa).

Pada saat berkesempatan mengunjungi sebuah negara lain
di Asia untuk sebuah konferensi, saya baru menyadari
keramahtamahan petugas supermarket di Jepang. Di
Jepang, bila anda menanyakan keberadaan sebuah barang,
maka petugas tidak sekedar memberi arah petunjuk pada
anda, namun dia akan mengantarkan anda hingga berjumpa
dengan barang yang dicari; dan petugas baru akan
meninggalkan anda setelah memastikan bahwa everything
is ok. Hal ini tidak berarti bahwa jumlah petugas
supermarket di Jepang demikian banyaknya hingga mereka
berkesempatan jalan-jalan di dalam supermarket yang
sangat besar; justru sebaliknya, jumlah petugas selalu
sesuai benar dengan kebutuhan, dan mereka selalu
bergerak - seperti semut. Di sebuah toko elektronik,
seorang petugas yang menjelaskan spesifikasi komputer
yang anda tanyai adalah juga kasir tempat anda
membayar serta petugas yang melakukan packing akhir
terhadap komputer yang anda beli.

Polisi, sistem yang bekerja dan melindungi

Kami sempat terheran-heran manakala pertama
menginjakkan kaki di Kobe demi melihat postur polisi
dan kendaraannya yang tidak lebih gagah dibandingkan
dengan petugas pos di Indonesia. Benar, ini bukan
metafora. Memang ada pula polisi di tingkat prefecture
(propinsi) yang gagah mengendarai motor besar bak Chip
- ini jumlahnya sedikit. Namun polisi kota besar
seukuran Kobe - salah satu kota metropolis di Jepang,
posturnya tidak segagah polisi yang sering saya jumpai
di jalan-jalan Republik. Anda tentu menganggap saya
sedang bergurau bila saya mengatakan bahwa motor
polisi di Kota Kobe dan Ashiya serupa benar dengan
bebek terbang tahun 70-an. Saya tidak bergurau. Ini
Kobe dan Ashiya, dua kota di negara macan ekonomi
dunia. Bebek terbang tersebut dilengkapi dengan boks
besi di bagian belakang - mirip dengan petugas
pengantaran barang kiriman. Namun, sekali bapak atau
mbak polisi ini menghentikan kendaraan, tidak pernah
saya melihat ada diantaranya yang berusaha lari. Tidak
ada gunanya lari di negara dengan sistem network yang
sangat baik ini. Ke mana pun anda lari, kesitu pula
polisi dengan uniform yang serupa akan menghampiri
anda. Pelan namun pasti. Saya akhirnya mafhum, bahwa
polisi di sini lebih pada fungsi kontrol dan
pengambilan keputusan (decision maker) - kedua fungsi
ini memang tidak mensyaratkan badan yang harus berotot
dan berisi. Tak heran saya melihat mas-mas polisi muda
berkacamata melakukan patroli dengan bebek terbangnya.
Mereka hanya perlu melihat, mengawasi, dan mengambil
keputusan. Selebihnya, sistem yang akan bekerja.

Lingkungan hidup dan transportasi

Jepang bukanlah negara dengan penduduk kecil. Populasi
negara ini hampir separuh populasi Republik tercinta.
Di sisi lain, wilayah negara ini didominasi oleh
pegunungan yang sulit untuk dihuni. Pegunungan yang
tetap hijau, membuat saya menduga bahwa Pemerintah
Jepang memang sengaja membiarkan kehijauan melekat
pada daerah pegunungan tersebut. Tokyo adalah kota
besar dengan jumlah penduduk terbesar se-dunia,
mengalahkan New York dan berbagai kota besar di
mancanegara. Besarnya penduduk, sempitnya dataran yang
bisa dihuni, dan tingginya tingkat ekonomi mensiratkan
dua hal: kerapian dan kebersihan. Anda akan sangat
kesulitan menjumpai sampah anthrophogenik (akibat
aktivitas manusia) di jalan-jalan di Jepang. Kemana
mata anda memandang, maka kesitulah anda akan
tertumbuk pada situasi yang bersih dan rapi. Orang
Jepang meletakkan sepatu/alas kaki dengan tangan,
bukan dengan kaki ataupun dilempar begitu saja. Mereka
menyadari bahwa ruang (space) yang mereka miliki tidak
luas,
sehingga semuanya harus rapi dan tertata. Sepatu dan
alas kaki diletakkan dengan posisi yang siap untuk
digunakan pada saat kita keluar ruangan. Hal ini
sesuai dengan karakteristik mereka yang senantiasa
well-prepared dalam berbagai hal. Kadang saya
menjumpai kondisi yang ekstrim; seorang pasien yang
sedang menunggu giliran di depan saya berbicara dan
menggerakkan anggota tubuhnya sendiri. Saya tahu bahwa
ruang periksa di hadapan kami bukan ditempati
psikiater ataupun neurophysicist. Belakangan saya tahu
dari kawan yang belajar di bidang kedokteran, boleh
jadi pasien tersebut sedang mempersiapkan dialog
dengan dokternya.

Transportasi di Jepang didominasi oleh angkutan
publik, baik bus, kereta (lokal, ekspres, super
ekspres), shinkansen, dan pesawat terbang (antar
wilayah). Baiknya sistem dan sarana transportasi di
Jepang membuat anda tidak perlu berkeinginan untuk
memiliki kendaraan sendiri - kecuali bila anda tinggal
di country-side yang tidak memiliki banyak alat
transportasi umum. Kereta dan shinkansen (kereta antar
kota super ekspres) mendominasi moda transportasi di
Jepang. Sebuah sumber yang saya ingat menyebutkan
bahwa kepadatan lalu lintas kereta di Jepang adalah
yang tertinggi di dunia. Di Jepang, kereta dan
shinkansen digerakkan menggunakan listrik. Hal ini
tidak menyebabkan polusi udara di perkotaan, karena
listrik diproduksi terpusat. PLTN sebagai salah satu
sumber pemasok utama energi listrik di Jepang, tentu
saja, juga berkontribusi pada rendahnya polusi udara
karena, praktis, PLTN tidak mengemisikan CO2.

Nasehat "tengoklah duru kiri dan kanan sebelum
menyeberang jalan" mungkin tidak sangat penting untuk
diterapkan bila anda menyeberang di tempat yang telah
disediakan di Jepang. Anda cukup menunggu lambang
pejalan kaki berubah warna menjadi hijau; insya Allah
anda akan selamat sampai ke seberang - tanpa perlu
menengok kiri dan kanan. Saat berkesempatan
mengunjungi kota besar lain di Asia, kebiasaan
menyeberang ala Jepang sempat membuat saya hampir
terserempet motor; lampu hijau saja ternyata tidaklah
cukup di kota ini.

Kesehatan dan rumah sakit

Jepang mengerti benar bahwa orang-orang yang sehatlah
yang lebih mampu memajukan bangsa dan negaranya.
Mahasiswa di tempat saya belajar, Kobe University,
wajib melakukan pemeriksaan kesehatan (gratis) setahun
sekali. Fasilitas kesehatan di Jepang mendapat
perhatian yang tinggi dari pemerintah. Sebagai orang
asing, mahasiswa pula, kami dianjurkan untuk mengikuti
program asuransi nasional. Dengan mengikuti program
ini, kami hanya perlu membayar 30% dari biaya berobat.
Dari yang 30% tersebut, sebagai mahasiswa asing, saya
akan mendapatkan tambahan potongan sebesar 80% (yang
belakangan turun menjadi 35%) dari Kementrian
Pendidikan Jepang. Berstatuskan mahasiswa, kami
membayar premi asuransi per-bulan yang jauh lebih
kecil dibandingkan dengan orang kebanyakan. Dari
laporan rutin yang dikirimkan oleh pihak asuransi
kepada kami, tahulah saya bahwa ongkos berobat kami
selalu (jauh) lebih besar dari premi asuransi yang
saya bayarkan setiap bulannya. Berbekal kartu asuransi
nasional,
datang ke rumah sakit ataupun ke klinik swasta bukan
lagi menjadi hal yang menakutkan bagi keluarga kami di
Jepang. Jangan membayangkan bahwa pihak rumah sakit
atau klinik swasta akan memberikan perlakuan yang
berbeda kepada para pemegang kartu asuransi - apalagi
untuk kami yang mendapatkan kartu tambahan khusus
keluarga tidak mampu. Para dokter dan perawat melayani
dengan keramahan yang tidak berkurang serta prosedur
yang sama sederhananya. Keramahan di sini berarti
keramahan yang sebenar-benarnya.

Baik anda kaya ataupun miskin, proses masuk dan keluar
dari rumah sakit di Jepang adalah sama mudahnya. Saat
istri melahirkan di rumah sakit pemerintah di Ashiya,
saya disodori formulir yang berisi opsi pembayaran:
tunai, lewat bank, dll. Tidak menjadi sebuah keharusan
bagi seorang pasien untuk menyelesaikan kewajiban
pembayaran di hari dia harus keluar dari rumah sakit.
Alhamdulillah kami mendapatkan keringanan biaya
melahirkan dari Pemerintah Kota Ashiya; selain bisa
melenggang dari rumah sakit tanpa bayar pada hari itu,
tagihan dari Kantor Walikota (setelah dipotong subsidi
dari pemerintah) juga baru datang dua bulan kemudian.
Saling percaya adalah kuncinya.

Yuli Setyo Indartono. Mahasiswa S3 di Graduate School

Comment : Kapan bangsa kita Birokrsinya bisa seperti Jepang??? Mimpi . . . . .

Penilaian Kesiapan untuk Implementasi TPM bag.1

Oleh: Vincent Gaspersz

Ada ungkapan bahwa "jika kita gagal dalam perencanaan, maka
sesungguhnya kita sedang merencanakan kegagalan".
Banyak perusahaan
melakukan implementasi TPM (Total Productive Maintenance—penulis lebih
suka menyebut Total Productive Manufacturing ) tanpa perencanaan yang
matang, sehingga berakibat pada kegagalan dalam implementasi TPM.
Untuk mencegah hal ini, maka penulis telah membuat serangkaian tulisan
serial yang berkaitan dengan TPM, untuk mencegah kegagalan
implementasi TPM. Tulisan-tulisan tersebut berdasarkan pada pengalaman
praktek yang didukung oleh konsep-konsep yang sahih (valid).

Tulian pertama ini akan mengungkapkan penilaian kesiapan (readiness
assessment
) agar mengetahui sejauh mana kesiapan manajemen dan
karyawan untuk menerapkan TPM agar sukses. Kategori-kategori yang
dibahas berikut biasa digunakan untuk menilai kapabilitas dan kesiapan
dari suatu organisasi untuk memulai dan mendukung filosofi dan proses TPM.

Kebanyakan sistem-sistem dalam suatu organisasi bertujuan untuk
mengoptimumkan input, intelektual dan pengalaman dari karyawan dan
manajemen.
Hal ini dilakukan agar menjamin bahwa produk (barang
dan/atau jasa) yang diberikan akan menciptakan keuntungan bagi
organisasi. Jika terjadi perubahan dalam sistem itu, seperti:
manajemen pemeliharaan mesin-mesin, maka harus diikuti pula dengan
perubahan dalam elemen-elemen sistem manajemen yang lain.

Berikut ini adalah "formula sistem manajemen" untuk melakukan
perubahan yang efektif dan efisien.

Visi + Keterampilan + Insentif + Sumber Daya + Rencana Tindakan =
Perubahan Efektif

Jika ada salah satu elemen dari sistem manajemen yang hilang, maka
hal-hal berikut akan terjadi:

Tanpa Visi
+ Keterampilan + Insentif + Sumber Daya + Rencana Tindakan

= Kebingungan

Visi + Tanpa Keterampilan + Insentif + Sumber Daya + Rencana Tindakan

= Kegelisahan

Visi + Keterampilan + Tanpa Insentif + Sumber Daya + Rencana Tindakan
= Perubahan Kecil, tidak berarti (tidak signifikan)

Visi + Keterampilan + Insentif + Tanpa Sumber Daya + Rencana Tindakan
= Frustrasi

Visi + Keterampilan + Insentif + Sumber Daya + Tanpa Rencana Tindakan
= Memulai Kesalahan Sejak Awal

Untuk menghindari hal-hal di atas seperti: kegelisahan, frustrasi,
dll, maka lima kategori berikut perlu diperhatikan sebelum
implementasi TPM, yaitu: Kepemimpinan, Organisasi, Kapabilitas
Pelatihan, Utilisasi Peralatan, dan Proses-proses Pemeliharaan/ Perawatan
.

1. Kepemimpinan

Penilaian terhadap kategori Kepemimpinan berkaitan dengan:
• Visi kepemimpinan
• Praktek-praktek komunikasi
• Kapabilitas pelatihan team
• Komitmen dan ketaatan terhadap praktek-praktek yang berkaitan dengan
Safety, Health and Environment (SHE)
• Insentif, balas jasa dan penghargaan yang diberikan

2. Organisasi

Penilaian terhadap Kategori Organisasi berkaitan dengan:
• Visi Organisasi
• Struktur Organisasi
• Sasaran jangka panjang, target jangka pendek
• Strategi-strategi organisasi
• Lingkungan organisasi

3. Kapabilitas Pelatihan

Penilaian terhadap kategori Kapabilitas Pelatihan berkaitan dengan:
• Instruktur dan kesiapan peserta pelatihan
• Pengetahuan dan pengalaman yang ada dari instruktur dan peserta
• Fasilitas pelatihan
• Sumber-sumber daya yang tersedia
• Sikap manajemen dan karyawan terhadap pelatihan
• Praktek-praktek dan ekspektasi pelatihan yang sekarang

4. Utilisasi Peralatan

Penilaian terhadap kategori Utilisasi Peralatan berkaitan dengan:

• Ketersediaan mesin-mesin
• Akses terhadap mesin-mesin
• Praktek-praktek yang ada
• Komitmen karyawan

5. Proses-proses Pemeliharaan/ Perawatan

Penilaian terhadap kategori Proses-proses Pemeliharaan/ Perawatan
berkaitan dengan:
• Autonomous maintenance
• Preventative maintenance
• Proactive maintenance
• Operator involvement
• Stockroom practices
• Engineering involvement
• Defect elimination

Hasil dari penilaian kesiapan di atas adalah: perusahaan telah SIAP
atau BELUM SIAP melakukan implementasi TPM. Jika perusahaan dinilai
BELUM SIAP, maka langkah-langkah persiapan sebagai prasyarat untuk
implementasi TPM harus dilakukan!

Jika hasil penilaian menunjukkan bahwa perusahaan telah SIAP untuk
implementasi TPM, maka perlu dibuatkan langkah-langkah sistematik
beserta jadual waktu (Master Plan) untuk implementasi TPM.
Langkah-langkah sistematik ini akan dibahas dalam artikel TPM-Seri 2.

Good artikel !! Thanks Mr Vincent

Spirit Injection : "Menembus Batas"


Kutu anjing adalah binatang yang mampu melompat 300 kali tinggi tubuhnya.Namun, apa yang terjadi bila ia dimasukan ke dalam sebuah kotak korek api kosong lalu dibiarkan disana selama satu hingga dua minggu?Hasilnya, kutu itu sekarang hanya mampu melompat setinggi kotak korek apisaja!Kemampuannya melompat 300 kali tinggi tubuhnya tiba-tiba hilang. Ini yangterjadi. Ketika kutu itu berada di dalam kotak korek api iamencoba melompat tinggi. Tapi ia terbentur dinding kotak korek api. Iamencoba lagi dan terbentur lagi. Terus begitu sehingga ia mulairagu akan kemampuannya sendiri. Ia mulai berpikir, "Sepertinya kemampuansaya melompat memang hanya segini." Kemudian loncatannya disesuaikan dengantinggi kotak korek api. Aman. Dia tidak membentur. Saat itulah dia menjadi sangat yakin, "Nah benar kan ? Kemampuan saya memang cuma segini. Inilahsaya!" Ketika kutu itu sudah dikeluarkan dari kotak korek api, dia masihterus merasa bahwa batas kemampuan lompatnya hanya setinggi kotak korekapi. Sang kutu pun hidup seperti itu hingga akhir hayat. Kemampuan yangsesungguhnya tidak tampak. Kehidupannya telah dibatasi oleh lingkungannya.

Sesungguhnya di dalam diri kita juga banyak kotak korek api. Misalnya anda memiliki atasan yang tidak memiliki kepemimpinan memadai. Dia tipe orang yang selalu takut tersaingi bawahannya, sehingga dia sengaja menghambat perkembangan karir kita. Ketika anda mencoba melompat tinggi, dia tidakpernah memuji, bahkan justru tersinggung. Dia adalah contoh kotak korek api yang bisa mengkerdilkan anda.Teman kerja juga bisa jadi kotak korek api. Coba ingat, ketika dia bicarabegini, "Ngapain sih kamu kerja keras seperti itu, kamu nggak bakalandipromosikan, kok." Ingat! Mereka adalah kotak korek api. Mereka bisa menghambat perkembangan potensi diri Anda. Korek api juga bisa berbentukkondisi tubuh yang kurang sempurna, tingkat pendidikan yang rendah,kemiskinan, usia dan lain sebagianya. Bila semua itu menjadi kotak korek api maka akan menghambat prestasi dan kemampuan anda yang sesungguhnyatidak tercermin dalam aktivitas sehari-hari.Bila potensi anda yang sesungguhnya ingin muncul, anda harus take actionuntuk menembus kotak korek api itu.

Lihatlah Ucok Baba, dengan tinggi tubuhyang di bawah rata-rata ia mampu menjadi presenter di televisi. Andapunpasti kenal Helen Keller. Dengan mata yang buta, tuli dan "gagu" dia mampululus dari Harvard University . Bill Gates tidak menyelesaikan pendidikansarjananya, namun mampu menjadi "raja" komputer.Andre Wongso, tidak menamatkan sekolah dasar namun mampu menjadi motivatornomor satu di Indonesia .Contoh lain Meneg BUMN, Bapak Sugiharto, yang pernah menjadi seorangpengasong, tukang parkir dan kuli di Pelabuhan. Kemiskinan tidakmenghambatnya untuk terus maju. Bahkan sebelum menjadi menteri beliaupernah menjadi eksekutif di salah satu perusahaan ternama.Begitu pula dengan Nelson Mandela. Ia menjadi presiden Afrika Selatansetelah usianya lewat 65 tahun.Kolonel Sanders sukses membangun jaringan restoran fast food ketika usianyasudah lebih dari 62 tahun.Nah, bila anda masih terkungkung dengan kotak korek api, pada hakekatnyaanda masih terjajah. Orang-orang seperti Ucok Baba, Helen Keller, AndreWongso, Sugiharto, Bill Gates dan Nelson Mandela adalah orang yang mampumenembus kungkungan kotak korek api. Merekalah contoh sosok orang yangmerdeka, sehingga mampu menembus berbagai keterbatasan.

BREAK YOUR BORDER . . . . TOUCH THE SKY . . . . !
Semoga dapat memacu kita untuk berkarya dimanapun .......

Wednesday, December 20, 2006

Kata Bermakna ( " Kebahagiaan ")

"Memang amat tinggi letaknya kebahagiaan,

Namun kita harus menuju kesana,

Ada orang yang putus asa berjalan kearahnya lantaran disangkanya jalan ke sana amat sukar,-

Padahal mudah,-

Karena tergantung kapan diri kita mulai mendakinya "

Tuesday, December 19, 2006

Menahan Marah

Suatu hari Anda sarapan bersama di rumah. Anak perempuan anda tiba-tiba tanpa sengaja menumpahkan kopi sehingga baju seragam Kerja anda kotor. Anda lepas kendali, memaki-maki anak Anda sehingga dia menangis. Kemarahan anda merembet kepada pembantu karena menaruh cangkir kopi terlalu dekat ke anak Anda.
Terjadi debat kusir dengan pasangan anda. Dengan rasa jengkel, anda tinggalkan meja untuk ganti seragam. Selesai ganti pakaian, anda melihat anak anda masih menangis dan bersiap untuk pergi sekolah tanpa menyelesaikan sarapannya. Tapi dia ( anak ) sudah ditinggalkan mobil jemputan. Anda bergegas ke mobil dan berteriak kepada anak anda untuk segera naik mobil. Anda terpaksa mengantarnya ke sekolah.Kemudian ngebut karena terlambat.Sialnya waktu memotong jalan, anda dihentikan polisi dan terpaksa damai dengan memberikan imbalan Rp. 50.000,-. Sampai di sekolah, anak anda langsung lari dari mobil tanpa mengucapkan sepatah kata-kata. Setelah berjuang keras, akhirnya anda tiba dikantor terlambat 20 menit. Pada saat itu, anda baru sadar bahwa anda lupa membawa tas kerja anda. Anda memulai hari itu dengan kejadian yang menjengkelkan. Ketika waktu berlanjut, semua keadaan seolah-olah berubah menjadi semakin kacau.

Sore hari, anda pulang kerumah dengan lesu dan disambut suasana "dingin" dari pasangan, anak dan pembantu anda.
Semua itu terjadi karena reaksi atau respon yang anda lakukan di pagi hari.
Mungkin kita pernah mengalami kejadian serupa. Kesialan diikuti berbagai kesialan lainnya. Hal-hal yang tidak menyenangkan datang silih berganti. Hal itu bisa berupa stress, rasa kurang bahagia dan kemarahan yang mengakibatkan putus hubungan persahabatan, dijauhi teman, menyebalkan dan kadang sangat menyakitkan. Coba cermati contoh kasus tersebut.

Mengapa anda mengalami hari-hari yang menyebalkan?
a) Apakah karena kopi tumpah di baju seragam anda?
b) Apakah karena anak anda yang menyebabkannya?
c) Ataukah karena Pak Polisi yang menilang anda?
d) Atau akibat perilaku anda sendiri?

Jawabannya adalah : Sesungguhnya anda bisa mengendalikan reaksi anda pada kejadian tersebut. Hanya reaksi spontan anda, yang mengakibatkan semua itu terjadi. Anda bisa merubah situasi menyebalkan itu menjadi lebih menyenangkan dengan menerapkan rumus 90: 10. Artinya, 10% dari kehidupan kita berupa "realita" yang harus diterima, dan 90% lainnya, disebabkan oleh reaksi anda terhadap berbagai tekanan dan kejadian yang menimpa Anda. Kita tidak bisa mengendalikan 10% faktor realita. Anak tidak sengaja menumpahkan kopi, mobil mogok. Jadwal penerbangan terlambat sehingga seluruh rencana kerja menjadi kacau, dan terjebak dalam kemacetan lalu lintas. Ini realita yang tidak bisa dikontrol. Berbeda dengan aspek 90% sisanya. Anda bisa mengendalikan dan mengatur reaksi atau respon yang akan anda lakukan terhadap kejadian yang menimpa anda.

Jangan biarkan berbagai kejadian itu mengatur anda.Anda pasti bisa mengendalikan bagaimana reaksi atau respon terbaik yang harus anda lakukan.Berikut, contoh yang seharusnya anda lakukan. Kopi menumpahi seragam anda.Anak anda kaget bahkan terlihat akan menangis. Anda bisa berkata,"Nak, tidak apa-apa cuma basah. Lain kali, berhati-hati kalau sarapan." Anda segera ke kamar dan mengganti baju seragam. Waktu anda kembali anda lihat anak anda sudah selesai sarapan dan segera lari ke depan, menuju mobil jemputan sambil melambaikan tangan kepada anda. Anda, anda masih bisa baca koran dan bercengkerama sebentar sebelum anda siap pergi ke kantor. Anda tiba di kantor 5 menit sebelum jam kerja, dengan gembira. Anda menyapa semua rekan dan anak buah anda di sepanjang jalan menuju kamar kerja. Anda mendapat pujian bos dan bawahan yang mengamati gerak gerik anda. Hari ini sungguh menyenangkan.Perhatikan serta cermati apa perbedaan yang terjadi diantara dua skenario di atas. Semua dimulai dengan kejadian yang sama, kopi tumpah (aspek 10%) yang tidak bisa anda cegah.Namun hasilnya jauh berbeda, karena cara anda (aspek 90% ) kejadian tersebut berbeda. Jangan bereaksi negatif terhadap suatu kejadian yang tidakmenyenangkan. Berikan reaksi yang positif, dan yakinkan bahwa hal itu tidak akan merusak hari-hari anda selanjutnya. Namun, apabila anda memberikan reaksi atau respon yang salah, maka pasti akan berdampak buruk bagi anda selanjutnya.


Apa reaksi anda bila terjebak kemacetan lalu-lintas?

1. Apakah membunyikan klakson mobil sekeras-kerasnya.
2. Apakah dengan berlaku seperti itu kejadian akan membaik?
3. Apakah detak jantung anda menjadi normal atau sebaliknya?
4. Apakah orang lain peduli bila akhirnya anda terlambat tiba di kantor 10-20 menit?

Mengapa anda membiarkan kejadian tersebut merusak seluruh hari anda?Ingat rumus 90 :10.Rahasia manfaat penerapan rumus 90 : 10 dalam kehidupan sehari-hari itu sungguh luar biasa. Namun, sedikit diantara'kita yang memahaminya, sehingga jutaan orang menderita stress dan berbagai macam masalah pribadi.

- Diambil dari Majalah Lentera -

Tuesday, December 12, 2006

Vanadia sudah 6 Bulan lho...



lagi bubuk nih....jangan diganggu







After 6 Months of Vanadia :

1) Udah bisa duduk

2) Udah sering ngoceh ( kayak burung kali..)

3) Ceria dan sehat

4) Berat badan dari 2.7 kg menjadi 7.5 kg

Apa itu BOS ( Blue Ocean Strategy) ?

Di era bisnis saat ini, masing-masing pemain berusaha keras untuk
memenangkan pasar dengan berbagai cara, mulai dari diferensiasi
produk, aktivitas marketing yang gencar sampai pada pendekatan
langsung ke konsumen yang tentu saja memerlukan biaya yang tidak
sedikit. Konsumen pun diedukasi untuk mengetahui keunggulan yang
dimiliki oleh masing-masing produk, tanpa melihat apakah keunggulan
tersebut merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh konsumen atau tidak.

Akhirnya semua terjebak pada suatu pasar dimana keunggulan produk
menjadi hal yang biasa dan konsumen terus meminta harga yang lebih
murah padahal biaya produksi dan marketing semakin membengkak.

Persaingan harga antar merek semakin tajam, seperti meminjam istilah
promosi suatu produk rokok "How low can you go?" dan semua pesaing
berdarah-darah yang digambarkan sebagai persaingan dalam samudra merah
(red ocean).

Dalam hal ini, kita diajak untuk masuk dalam dunia suatu perjuangan
bisnis yang lain, menggunakan Blue Ocean Strategy, dimana persaingan
menjadi tidak penting karena kita mampu menciptakan ruang pasar yang baru
.

6 prinsip Blue Ocean Strategy :

1. Rekonstruksi batasan-batasan pasar

Hapuskan faktor-faktor yang telah diterima begitu saja oleh industri
Cari faktor yang dapat dikurangi hingga dibawah standar industri (jika
berkompetisi pada daya tarik emosional,elemen apa yang bisa di buang
untuk menjadikannya fungsional, demikian pula sebaliknya) Cari faktor
yang harus ditingkatkan hingga diatas standar industri Ciptakan yang
belum pernah ditawarkan (berikan jasa pelengkap) Berpikir dalam
kerangka pengguna

2. Fokus pada gambaran besar

Memulai dengan gambaran besar mengenai bagaimana cara menjauh dari
kompetisi.
Jadilah Pioneer, bukan dengan mengembangkan teknologi baru, tetapi
mendorong nilai nilai yang ditawarkan kepada konsumen menuju wilayah baru

3. Lampaui permintaan yang ada

Layani konsumen dan nonkonsumen
Nonkonsumen cenderung menawarkan wawasan lebih mengenai bagaimana
membuka samudra biru daripada konsumen sebelumnya yang relatif sudah
terpuaskan.
Kembangkan hal-hal yang dihargai pembeli secara umum Cari alasan utama :
a. Mengapa non konsumen masih mencari-cari produk/jasa yang tepat b.
Mengapa non konsumen menolak produk/jasa yang anda tawarkan c. Mengapa
non konsumen tidak berpikir bahwa produk/jasa anda merupakan suatu
pilihan ?
Cari kesamaan dari tanggapan mereka, berfokuslah pada kesamaan itu dan
dapatkan pengetahuan mengenai cara membuka samudra dari permintaan
yang belum dimanfaatkan

4. Jalankan rangkaian strategis dengan benar Apakah dalam ide bisnis

anda terdapat utilitas yang istimewa bagi pembeli ?
Apakah harga anda terjangkau oleh massa pembeli ?
Bisakah anda mencapai biaya sasaran demi meraih laba pada harga
strategis ?
Apakah hambatan dalam mewujudkan ide bisnis anda ? (misalnya
resistensi jaringan dan mitra bisnis) Sudahkan anda tangani hambatan
itu secara langsung ?
Pertanyakan tiap langkah satu-persatu, jika jawabannya adalah "Tidak",
maka pikirkan ulang!

Edukasi untuk meminimalkan resistensi, kepada :
Karyawan - komunikasikan ancaman yang mungkin timbul, bersama-sama
mencari cara mengatasinya Mitra bisnis - secara terbuka membahas isu
Khalayak umum - diskusi terbuka untuk menjelaskan manfaatnya,
kemungkinan dampaknya dan bagaimana penanganan dampaknya

5. Atasi rintangan organisasional

Rintangan kognitif - meninggalkan status quo, buat karyawan melihat
pentingnya perubahan radikal (memperlihatkan realitas terburuk
sehingga sadar akan perlunya perubahan, dengarkan langsung keluhan
konsumen yang paling tidak puas)

Rintangan sumber daya - relokasikan sumber daya yang kurang terpakai
kepada yang membutuhkan

Rintangan Motivasi - mulailah dari para kingpin (para pemberi pengaruh
kunci dalam organisasi), libatkan semua orang dengan adil, kinerja
ditampilkan secara transparan sehingga semua ingin tampil menonjol dan
mendapatkan pengakuan untuk prestasi yang tinggi, pecahkan tantangan
besar menjadi tantangan-tantangan kecil sesuai porsi masing-masing.

Rintangan politis - manfaatkan orang dalam yang piawai secara politis
dan sangat dihormati

6. Integrasikan ekskusi ke dalam strategi Ciptakan kultur kepercayaan
dan komitmen yang memotivasi orang untuk mengeksekusi strategi yang
sudah disepakati dengan biaya rendah.


Terapkan proses yang adil :
1.Proses perumusan strategi : libatkan (Engagement) , jelaskan
(Explanation) dan jelaskan ekspektasi (Expectation clarity) à 3E
2.Sikap : kepercayaan dan komitmen 3.Perilaku : kerjasama sukarela
4.Eksekusi strategi : melebihi ekspektasi, didorong diri sendiri

Proses mencari dan menciptakan samudra biru bukan merupakan suatu
trial & error dari ide bisnis baru liar yang terlintas dalam intuisi
atau benak manajer, akan tetapi harus dilakukan secara terstruktur
untuk menata ulang realitas pasar dalam cara yang secara fundamental baru.

Penciptaan samudra biru merupakan proses yang dinamis, cepat atau
lambat akan muncul pengekor. Kapan perusahaan harus berupaya
menciptakan samudra biru lain ? Perusahaan harus terus menerus
memonitor, pada saat persaingan meningkat dan total pasokan melebihi
permintaan, kompetisi berdarah pun sudah dimulai.

Kompetisi akan tetap ada dan menjadi faktor penting dalam pasar,
tetapi untuk mencapai kinerja yang prima dalam pasar yang penuh sesak,
perusahaan harus melangkah tidak hanya berkompetisi meraih pangsa
pasar, tetapi menuju penciptaan samudra biru.

Sumber : Buku Blue Ocean Strategy by W C Kim , Renee dan tulisan Kartika i

Monday, December 11, 2006

Inspirasi : Mintalah MAAF melalui TINDAKAN

Awalnya saya berpikir bahwa dengan telah meminta maaf kepada orang lain akan membenahi semua persoalan. Tetapi saya keliru dan menyadari kata-kata di bibir takkan bisa menambal perahu bocor. Dengan tindakan perbaikanlah yang menyelamatkan hubungan saya dengan orang-orang disekitar dari keretakan dan luka yang lebih dalam. Tidakkah cukup jelas bagi saya bahwa kata-kata dan tindakan adalah dua hal yang berbeda. Tak mudah orang percaya begitu saja pada permintaan maaf saya - meski saya ucapkan itu berbelas-belas kali dalam sehari dan dengan tulus diucapkan.Orang lain ingin melihat sebuah tindakan untuk meluruskan kesalahan. Kecil pun tak apa.Orang ingin merasakan ketulusan tampak dari keringat anda. Orang ingin menemukan kesungguhan dari permintaan maaf anda. Kata-kata mungkin bersayap, namun tindakan adalah dahan untuk hinggap.

Saturday, December 09, 2006

Mengapa Sistem Manajemen Kinerja Organisasi Tidak EFEKTIF???

Oleh: Vincent Gaspersz

Ketika saya melakukan training-led consultancy di
perusahaan-perusaha an bisnis dan industri Indonesia, para manajer
sering mengajukan pertanyaan berikut: Pak Vincent, kami telah
menerapkan banyak sistem manajemen kinerja, mulai dari ISO 9001:2000,
MBNQA (Malcolm Baldrige Quality Program), Balanced Scorecard, Six
Sigma, dll, tetapi mengapa tidak memberikan hasil yang memuaskan?
Jawaban saya secara gamblang adalah, mungkin manajemen perusahaan Anda
melakukan program peningkatan kinerja secara acak (random performance
improvement) , secara parsial dan tidak terintegrasi dengan kebutuhan
bisnis dan industri yang dirumuskan secara sistematik dalam suatu
kerangka kerja Master Improvement Story. Hal itu yang saya jumpai
dalam banyak perusahaan di Indonesia. Banyak perusahaan di Indonesia
belum melakukan program peningkatan kinerja secara sistematik
(systematic performance improvement) menggunakan kerangka kerja Master
Improvement Story. Memang benar bahwa dalam perusahaan di Indonesia
terdapat puluhan program peningkatan kinerja (performance improvement
programs), demikian pula mungkin ada puluhan tim peningkatan kualitas
(quality improvement teams), tetapi mungkin dari puluhan program dan
tim itu, tidak ada satu pun yang benar-benar berfokus pada peningkatan
kinerja yang sesungguhnya bagi perusahaan yaitu: bottom line
performance improvement, seperti peningkatan ROIC (Return On Invested
Capital) atau ROCE (Return On Capital Employed), eliminasi pemborosan
(waste) dan reduksi biaya terus-menerus, eliminasi atau reduksi cacat
atau kesalahan terus-menerus, peningkatan pelayanan (service level)
dan inovasi nilai kepada pelanggan secara terus-menerus, peningkatan
semangat karyawan dan manajemen dalam meningkatkan kinerja perusahaan
agar menjadi perusahaan kelas dunia, dan lain-lain.

Apakah Anda sebagai manajer perusahaan-perusaha an bisnis dan industri
di Indonesia juga sedang frustrasi? Karena telah banyak sistem
manajemen kinerja yang diimplementasikan, mulai dari: ISO 9001:2000,
Malcolm Baldrige, Balanced Scorecard, Lean Six Sigma, dan lain-lain,
tetapi tidak memberikan hasil manfaat sesuai dengan yang diharapkan!
Kemudian mungkin pada saat sekarang Anda sedang tertarik untuk
menerapkan Blue Ocean Strategy yang sedang populer di dunia, karena
berdasarkan pada konsep inovasi nilai untuk menghindarkan persaingan
dan menciptakan pasar-pasar baru.

Penulis meminta kepada Anda agar berhati-hati mengulang
kesalahan-kesalahan masa lalu, karena implementasi sistem manajemen
kinerja apapun secara acak hanya akan menimbulkan frustrasi! Hasil
pengkajian penulis terhadap perusahaan-perusaha an yang sedang dan/atau
telah dibantu, menunjukkan bahwa AKAR PENYEBAB kegagalan implementasi
sistem-sistem manajemen kinerja dalam perusahaan itu adalah karena
pendekatan manajemen yang masih dilakukan secara acak dan parsial,
tidak terintegrasi satu sama lain, sehingga tidak memberikan dampak
positif pada bottom line perusahaan.

Masih banyak organisasi bisnis dan industri di Indonesia yang hanya
sekedar melakukan upaya peningkatan kinerja secara acak (random
performance improvement) , secara parsial dan tidak terintegrasi dengan
kebutuhan bisnis dan industri yang dirumuskan secara sistematik dalam
suatu kerangka kerja Master Improvement Story. Beberapa upaya
peningkatan acak yang dilakukan itu telah meningkatkan frustrasi di
antara manajemen dan karyawan, di mana tingkat beban kerja menjadi
meningkat namun tidak memberikan dampak positif pada bottom line dari
bisnis dan industri.

Penyebab Kegagalan Sistem Manajemen Kinerja

Pertanyaan kreatif yang perlu diajukan adalah mengapa implementasi
sistem manajemen kinerja selalu gagal? Menurut Balanced Scorecard
Collaborative (www.bsccol. com), terdapat empat faktor penghambat dalam
implementasi sistem manajemen kinerja terintegrasi, yaitu:

1. Hambatan Visi (Vision Barrier)-tidak banyak orang dalam organisasi
yang memahami atau mengerti strategi dari organisasi mereka.
Berdasarkan survei, hanya sekitar 5% dari karyawan yang memahami
strategi perusahaan mereka.
2. Hambatan Orang (People Barrier)-banyak orang dalam organisasi
memiliki tujuan yang tidak terkait dengan strategi organisasi.
Berdasarkan survei, hanya sekitar 25% dari manajer yang memiliki
insentif terkait dengan strategi perusahaan mereka.
3. Hambatan Sumber Daya (Resource Barrier)-waktu, energi, dan uang
tidak dialokasikan pada hal-hal yang penting (kritis) dalam
organisasi. Sebagai misal, anggaran tidak dikaitkan dengan strategi
bisnis, sehingga menghasilkan pemborosan sumber daya. Berdasarkan
survei, sekitar 60% dari organisasi tidak mengaitkan anggaran kepada
strategi perusahaan.
4. Hambatan Manajemen (Management Barrier)-manajemen menghabiskan
terlalu sedikit waktu pada strategi organisasi dan terlalu banyak
waktu pada pembuatan keputusan taktikal jangka pendek. Berdasarkan
survei, sekitar 86% dari tim eksekutif menghabiskan waktu kurang dari
satu jam per bulan untuk mendiskusikan strategi perusahaan mereka.

Di samping itu Master (1996) juga mengemukakan 15 faktor kegagalan
dalam implementasi sistem manajemen kualitas total (TQM), sebagai berikut
:

1. Ketiadaan komitmen dari manajemen puncak.
2. Ketiadaan pengetahuan atau kekurangpahaman tentang manajemen
kualitas total.
3. Ketidakmampuan mengubah kultur perusahaan.
4. Ketidaktepatan perencanaan kualitas.
5. Ketiadaan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan (terus-menerus) .
6. Ketidakmampuan membangun suatu learning organization yang
memberikan perbaikan terus-menerus.
7. Ketidakcocokan struktur organisasi serta departemen dan individu
yang terisolasi.
8. Ketidakcukupan sumber daya.
9. Ketidaktepatan sistem penghargaan dan balas jasa bagi karyawan.
10. Ketidaktepatan mengadopsi prinsip-prinsip manajemen kualitas total
ke dalam organisasi.
11. Ketidakefektifan teknik-teknik pengukuran dan ketiadaan akses ke
data dan hasil-hasil.
12. Berfokus jangka pendek dan menginginkan hasil yang cepat.
13. Ketidaktepatan dalam memberikan perhatian pada pelanggan internal
dan eksternal.
14. Ketidakcocokan kondisi untuk implementasi manajemen kualitas.
15. Ketidaktepatan menggunakan pemberdayaan (empowerment) dan kerja
sama (teamwork).

Sebagai bahan pertimbangan kepada manajemen organisasi yang sedang
menerapkan program-program Six Sigma atau Lean Six Sigma, berikut ini
adalah faktor-faktor penyebab kegagalan dari implementasi program Lean
Six Sigma. Mungkin salah satu atau beberapa faktor itu ditemukan dalam
organisasi Anda.

1. Lack of visible senior leader sponsorhip
2. Lack of alignment to a clear organization strategy
3. Lack of performance tracking and accountability
4. Failure to link projects to bottom-line impact
5. Insufficient or ineffective alocation of human resources
6. Over-emphasis on rigid approach and technical tools

Berdasarkan pengalaman penulis yang terlibat langsung dalam
implementasi Lean Six Sigma, kegagalan utama dari implementasi
program-program Six Sigma di Indonesia adalah terbanyak karena poin 1
dan 2 di atas, sedangkan para BELTS terlalu (baca: hanya) menekankan
pada poin 6, tanpa memandang apakah proyek-proyek Lean Six Sigma itu
terkait dengan bottom-line impact secara signifikan dan benar-benar
akan berkontribusi pada Master Improvement Story dari perusahaan (poin
4).

Swayne (2003) telah mengidentifikasi beberapa kegagalan implementasi
proyek Six Sigma yang terjadi dalam setiap tahap DMAIC, sebagai berikut.

Kegagalan Proyek Six Sigma dalam Tahap DMAIC

Define:
. Definisi lingkup dan kebutuhan proyek yang tidak tepat dan tidak
terintegrasi dengan kebutuhan nyata dari bisnis
. Kesalahan mengidentifikasi proyek yang tepat
. Kesalahan dalam desain kuesioner (questionnaire) dan penerapan
statistika pada riset pelanggan
. Kesalahan dalam penetapan sasaran dan tujuan yang tepat

Measure:
. Ketiadaan ukuran-ukuran kinerja kunci (KPIs) yang tepat
. Memiliki alat-alat pengukuran yang jelek
. Pengumpulan data yang tidak efisien dan tidak tepat
. Kecepatan eksekusi yang lambat

Analyze:
. Kesalahan dalam mengembangkan hipotesis kausal (sebab-akibat)
. Kegagalan mengidentifikasi pengendali kunci (key drivers)
. Penggunaan alat-alat statistika yang terlalu berlebihan dan
seolah-olah hanya berfokus pada penerapan alat-alat statistika
tersebut tanpa mempedulikan efektivitas dan efisiensi dalam solusi
masalah-masalah bisnis yang nyata
. Ketiadaan pengetahuan bisnis praktis
. Kegagalan mengidentifikasi praktek-praktek bisnis terbaik

Improve:
. Ketiadaan dukungan manajemen terhadap sistem
. Kegagalan dalam mengembangkan ide-ide untuk menghilangkan akar-akar
penyebab masalah bisnis
. Kegagalan dalam implementasi solusi-solusi masalah bisnis

Control:
. Kegagalan dalam tindak-lanjut (follow-up) oleh manajer-manajer dan
pemilik proses, yaitu mereka yang bertanggung jawab terhadap kinerja
dari proses-proses bisnis
. Ketiadaan mekanisme umpan-balik menerima atau mendengarkan suara
pelanggan (voice of customer) secara terus-menerus
. Ketiadaan institusionalisasi dari pemikiran atau pemahaman terhadap
peningkatan kinerja bisnis terus-menerus

Referensi:

www.bsccol.com

Master, R. J., Overcoming the Barriers to TQM's Success., Quality
Progress, May 1996., pp.53-55., American Society for Quality.,
Milwaukee, Wisconsin, 1996.

Swayne, B., Where Has All the Magic Gone?., Six Sigma Forum Magazine,
Pp. 22-27., ASQ Quality Press, Milwaukee, Wisconsin, May 2003.

Vincent Gaspersz (Gramedia, 2007-Sedang dalam proses penerbitan).
Organizational Excellence: Model Strategik Menuju World Class
Enterprise Management. Memperkenalkan Cara-Cara Implementasi Teknik
Manajemen Kelas Dunia:
. Balanced Scorecard
. Customer Service Excellence
. Customer Relationship Management
. 5S/6S, Kaizen Blitz, Lean, Six Sigma
. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service
. Lean Six Sigma SCOR (Supply Chain Operations Reference)
. Integration of Blue Ocean Strategy and
. Design for Lean Six Sigma
. Implementation of Integrated Performance Management System in World
Class Manufacturing and Service Companies


============ ========= ========= ========= =========