Monday, March 31, 2008

Kehidupan : Kesedihan, Kebahagiaan, Keheningan

Ada seorang ibu yang memiliki sepasang putra-putri, lalu mengisi hidupnya hanya dengan kesedihan. Putra tertua kebetulan penjual es krim keliling. Sementara putri kedua adalah penjual payung.
Ketika hari panas, ibu ini menangis untuk putrinya karena teramat sedikit yang beli payung. Saat hari hujan, ibu ini menangis untuk putranya karena jarang sekali orang membeli es krim.
Cerita ini hanya pengandaian tentang teramat banyaknya hidup kekinian yang diwarnai kesedihan. Ada saja alasan yang membuat kehidupan tergelincir ke dalam kesedihan. Dari bencana, penyakit, umur tua, hingga kematian. Sehingga jadilah kesedihan semacam hulu dari sungai kehidupan yang penuh stres, keluhan, penyakit, dan konflik.
Kegembiraan-kesedihan
Seorang sahabat psikiater pernah bercerita, tidak sedikit rumah sakit jiwa yang mulai kekurangan tempat. Sejumlah rumah sakit jiwa bahkan memulangkan pasien yang belum sepenuhnya sembuh, semata- mata karena ada pasien parah yang lebih membutuhkan.
Kebanyakan orang membenci kesedihan. Mungkin karena berbicara ke dunia publik, lalu Dalai Lama kerap mengatakan, "Ada yang sama di antara kita, tidak mau penderitaan, mau kebahagiaan". Dan ini tentu amat manusiawi. Sedikit manusia yang berani mengatakan, jika mau menangis janganlah menangis di depan kematian. Menangislah di depan kelahiran. Sebab semua kelahiran membawa serta penyakit, umur tua, lalu kematian.
Dengan kata lain, kelahiran sekaligus kehidupan tak bisa menghindar dari kesedihan. Kesedihan selalu mengikuti langkah kelahiran. Seberapa kuat manusia berusaha, seberapa perkasa manusia membentengi diri, kesedihan tetap datang dan datang lagi.
Seperti ayunan bandul, semakin keras dan semakin bernafsu seseorang dengan kebahagiaan, semakin keras pula kesedihan menggoda. Ini yang bisa menjelaskan mengapa sejumlah penikmat kebahagiaan secara berlebihan, lalu digoda kesedihan juga berlebihan. Ini juga yang ada di balik data WHO jika Amerika Serikat (sebagai salah satu tempat terbesar di mana kebahagiaan demikian dikejar dan dicari), menjadi konsumen pil tidur per kapita tertinggi di dunia.
Ada peneliti membandingkan dua negara yang sama-sama mayoritas beragama Buddha, yaitu Jepang dan Burma. Dari segi materi, Jepang merupakan sebuah keajaiban dan keunikan. Dibanding Jepang, Burma secara materi jauh dari layak. Namun dalam fenomena sosial seperti bunuh diri, perceraian, dan depresi, Jepang jauh lebih tinggi dari Burma. Seperti berbisik meyakinkan, di mana kebahagiaan materi berlimpah, di sana kesedihan juga berlimpah.
Seperti sadar realita pendulum seperti itu, banyak pertapa, penekun meditasi, yogi, sahabat sufi, dan lainnya, mengizinkan pendulum emosi hanya bergerak dalam ruang terbatas. Saat kebahagiaan datang, disadari kalau kebahagiaan akan diganti kesedihan. Sehingga nafsu perayaan berlebihan agak direm. Konsekuensinya, saat kesedihan berkunjung, ia tidak seberapa menggoda.
Merasa berkecukupan
Kahlil Gibran dalam The Prophet memberi kata-kata indah, saat kita bercengkerama dengan kebahagiaan di ruang tamu, kesedihan menunggu di tempat tidur. Dalam pengertian lebih sederhana, manusia serumah dengan kebahagiaan dan kesedihan. Bagaimana bisa lari jauh atau lama dari kesedihan yang notabene serumah dengan kita?
Karena itu, sejumlah guru mengajarkan untuk melampaui kebahagiaan-kesedihan. Dalam bahasa guru jenis ini, kebahagiaan dan kesedihan hanya permainan bagi jiwa-jiwa yang sedang tumbuh menjadi dewasa. Pertumbuhan itulah yang memerlukan gerakan kebahagiaan, kesedihan, kebahagiaan, kesedihan, dan seterusnya.
Namun bagi setiap jiwa yang sudah mulai dewasa, ia akan sadar, kalau baik kebahagiaan maupun kesedihan memiliki sifat yang sama, tak pasti dan silih berganti. Bukankah bergantung pada sesuatu yang tak pasti akan membuat hidup tidak pasti? Lebih dari itu, baik kebahagiaan dan kesedihan berakar pada hal yang sama, keinginan. Bila keinginan terpenuhi, kebahagiaan datang berkunjung. Saat keinginan tidak terpenuhi, kesedihan tamunya.
Dan setiap pejalan kaki ke dalam diri yang jauh tahu, keinginan (lebih-lebih disertai kemelekatan) adalah ibu penderitaan. Kesadaran seperti inilah yang membimbing sejumlah orang untuk memasuki wilayah-wilayah keheningan.
Berbeda dengan kebahagiaan yang lapar akan ini, lapar akan itu; membandingkan dengan ini dengan itu; ingin lebih dari ini, lebih dari itu. Keheningan sudah berkecukupan. Seperti burung terbang di udara, ikan berenang di air, serigala berlari di hutan, matahari bersinar siang hari, bintang bercahaya di malam hari. Semua sempurna. Tidak ada yang layak ditambahkan atau dikurangkan. Penambahan atau pengurangan mungkin bisa membahagiakan. Tetapi, dalam kebahagiaan, batin tidak sepenuhnya tenang-seimbang, selalu ada ketakutan digantikan kesedihan.
Dalam kamus orang-orang yang sudah memasuki keheningan, sekaya apa pun Anda akan tetap miskin tanpa rasa berkecukupan. Semiskin apa pun Anda, akan tetap kaya kalau hidup berkecukupan. Maka seorang guru yang telah tercerahkan pernah berucap, "Enlightenment is like the reflection of the moon in the water. The moon doesn’t get wet, the water is not separated". Pencerahan seperti bayangan bulan di air. Bulannya tidak basah karena air. Airnya tidak terpecah karena bulan. Dengan kata lain, inti pencerahan adalah tidak tersentuh. Tidak marah saat dimaki, tidak sombong tatkala dipuji. Tidak melekat pada kebahagiaan, tidak menolak kesedihan. Persis seperti bunga padma, di air tidak basah, di lumpur tidak kotor.
Dan salah satu akar menentukan dari ketidaktersentuhan ini adalah keberhasilan mendidik diri untuk merasa berkecukupan. Yang tersisa setelah ini hanya empat "M", mengalir, mengalir, mengalir, dan mengalir.

Ditulis oleh Gede Prama Penulis 22 Buku; Bekerja di Jakarta; Tinggal di Desa Tajun, Bali Utara

Kehidupan : 10 Kualitas Pribadi yang Disukai dalam pergaulan

[10 Kualitas Pribadi Yang Di Sukai]

Ketulusan
Ketulusan menempati peringkat pertama sebagai sifat yang paling disukai oleh
semua orang. Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai karena
yakin tidak akan dibodohi atau dibohongi. Orang yang tulus selalu mengatakan
kebenaran, tidak suka mengada-ada, pura- pura, mencari-cari alasan atau
memutarbalikkan fakta. Prinsipnya "Ya diatas Ya dan Tidak diatas Tidak".
Tentu akan lebih ideal bila ketulusan yang selembut merpati itu diimbangi
dengan kecerdikan seekor ular. Dengan begitu, ketulusan tidak menjadi
keluguan yang bisa merugikan diri sendiri.

Kerendahan Hati

Berbeda dengan rendah diri yang merupakan kelemahan, kerendah hatian justru
mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap
rendah hati. Ia seperti padi yang semakin berisi semakin menunduk. Orang
yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Ia bisa
membuat orang yang diatasnya merasa oke dan membuat orang yang di bawahnya
tidak merasa minder.
Kesetiaan

Kesetiaan sudah menjadi barang langka & sangat tinggi harganya. Orang yang
setia selalu bisa dipercaya dan diandalkan. Dia selalu menepati janji, punya
komitmen yang kuat, rela berkorban dan tidak suka berkhianat.

Positive Thinking

Orang yang bersikap positif (positive thinking) selalu berusaha melihat
segala sesuatu dari kacamata positif, bahkan dalam situasi yang buruk
sekalipun. Dia lebih suka membicarakan kebaikan daripada keburukan orang
lain, lebih suka bicara mengenai harapan daripada keputusasaan, lebih suka
mencari solusi daripada frustasi, lebih suka memuji daripada mengecam, dan
sebagainya.

Keceriaan
Karena tidak semua orang dikaruniai temperamen ceria, maka keceriaan tidak
harus diartikan ekspresi wajah dan tubuh tapi sikap hati. Orang yang ceria
adalah orang yang bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluh dan selalu
berusaha meraih kegembiraan. Dia bisa mentertawakan situasi, orang lain,
juga dirinya sendiri. Dia punya potensi untuk menghibur dan mendorong
semangat orang lain.

Bertanggung jawab

Orang yang bertanggung jawab akan melaksanakan kewajibannya dengan
sungguh-sungguh. Kalau melakukan kesalahan, dia berani mengakuinya.

Ketika mengalami kegagalan, dia tidak akan mencari kambing hitam untuk
disalahkan. Bahkan kalau dia merasa kecewa dan sakit hati, dia tidak akan
menyalahkan siapapun. Dia menyadari bahwa dirinya sendirilah yang
bertanggung jawab atas apapun yang dialami dan dirasakannya.

Percaya Diri

Rasa percaya diri memungkinkan seseorang menerima dirinya sebagaimana
adanya, menghargai dirinya dan menghargai orang lain. Orang yang percaya
diri mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru. Dia
tahu apa yang harus dilakukannya dan melakukannya dengan baik.

Kebesaran Jiwa

Kebesaran jiwa dapat dilihat dari kemampuan seseorang memaafkan orang lain.
Orang yang berjiwa besar tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa benci
dan permusuhan. Ketika menghadapi masa- masa sukar dia tetap tegar, tidak
membiarkan dirinya hanyut dalam kesedihan dan keputusasaan.

Easy Going

Orang yang easy going menganggap hidup ini ringan. Dia tidak suka
membesar-besarkan masalah kecil. Bahkan berusaha mengecilkan masalah-
masalah besar. Dia tidak suka mengungkit masa lalu dan tidak mau khawatir
dengan masa depan. Dia tidak mau pusing dan stress dengan masalah-masalah
yang berada di luar kontrolnya.

Empati

Empati adalah sifat yang sangat mengagumkan. Orang yang berempati bukan saja
pendengar yang baik tapi juga bisa menempatkan diri pada posisi orang lain.
Ketika terjadi konflik dia selalu mencari jalan keluar terbaik bagi kedua
belah pihak, tidak suka memaksakan pendapat dan kehendaknya sendiri. Dia
selalu berusaha memahami dan mengerti orang lain.

Inspirasi : Pentingkah jadi orang Penting ????

Kadang-kadang, nilai seseorang tidak terasa ketika dia ada. Tetapi,
ketika orang itu pergi, kita merasakan ada yang kurang. Itulah cara
sederhana untuk menilai; apakah seseorang mempunyai arti penting
bagi perusahaan atau tidak. Jadilah orang yang penting itu. Maka
tidak peduli apapun jabatan anda, pastilah anda menjadi aset penting
bagi organisasi.


Apakah perusahaan menganggap anda sebagai aset penting? Mungkin
pertanyaan itu agak mengada-ada. Tetapi, mari kita merenungkan
pertanyaan itu. Alasan mengapa kita dipekerjakan adalah karena
perusahaan mengira bahwa; dengan mempekerjakan kita, roda bisnis
diperusahaan akan menjadi semakin kokoh. Sebab, jika perusahaan
tidak berpikir demikian, pasti bukan kita yang menduduki posisi itu
saat ini. Oleh karenanya, jika kita tidak benar-benar bisa
berkontribusi sesuai dengan harapan perusahaan, maka tidak ada lagi
alasan bagi perusahaan untuk terus mempekerjakan kita. Bukan begitu?

Seorang profesor hebat membimbing saya mempelajari Startegy Mapping.
Atas bimbingan beliau, saya bisa merangkum keseluruhan konstruksi
strategi perusahaan yang rumit dan kompleks hanya dalam satu bidang
datar yang mudah untuk dilihat. Seperti kita melihat peta dunia
melalui satelit. Lalu, sebuah kata sakti meluncur dari bibir Sang
Profesor: "Remember!" katanya. Tentu saja saya memasang telinga
lebar-lebar karena tidak ingin kehilangan kesempatan mendengar
nasihatnya." When you develop your corporate staretgy map, you have
to make sure that you are in the map," lanjutnya. Kamu harus
memastikan bahwa dirimu ada dalam peta itu.

Meskipun Sang Professor mengatakannya dengan nada setengah guyon,
namun makna dari pernyataan itu membekas dalam dihati saya. Tiba-
tiba saja saya teringat bahwa kita mempunyai peribahasa yang
berbunyi; pergi tak ganjil, datang tak genap. Jika anda mempunyai
sebuah kelompok yang terdiri dari beberapa orang. Setiap orang dalam
kelompok itu memberikan kontribusinya masing-masing untuk kemajuan
kelompok. Ketika salah satu anggota menghilang, maka ada
yang 'kurang' dalam kelompok itu. Seandainya kedalam kelompok anda
dimasukkan satu orang anggota baru. Namun, orang baru ini sama
sekali tidak memberikan kontribusi. Jadi, ketika orang itu ada,
kelompok anda tidak mendapatkan manfaat apa-apa. Dan ketika orang
itu tidak ada, kelompok anda tidak rugi apa-apa. Sungguh, pergi tak
ganjil, datang tak genap.

Jika hal itu berlaku bagi sebuah kelompok, maka tentu lebih penting
lagi maknanya bagi organisasi bisnis alias perusahaan. Pastilah
perusahaan hanya menginginkan orang yang bisa berkontribusi sesuai
dengan apa yang diharapkan. Jika kita tidak bisa memberi kontribusi
bermakna bagi perusahaan tempat kita bekerja; kelihatannya, kita
mesti bersiap-siap untuk dipersilakan pergi. Cepat atau lambat.

Mungkin ada orang yang berpikir; "Alaaaah, tenang saja. Perusahaan
gue besar banget. Untung terus. Market leader pula. Nggak mungkin
pake pehaka orang segala. Tenang saja!" Anggapan seperti inilah yang
sering membuat orang terlena. Mereka lupa, bahwa perusahaan yang
benar-benar dikelola dengan baik tidak akan menunggu bangkrut dulu
untuk menendang keluar orang-orang tak berguna. Justru mereka akan
setiap saat mengawasi dan menemukan siapa yang layak dihadiahi
penghargaan, dan siapa yang harus dikasih pesangon.

Dalam konteks perusahaan mem-phk karena kebangkrutan itu lain soal.
Orang-orang hebat pun bisa terkena dampaknya. Tetapi, konteks kita
adalah; ditendang dari perusahaan hebat hanya karena kita tidak
memberikan cukup andil dalam pengembangan bisnis perusahaan. Ini
tragis bukan? Sungguh, ketragisan seperti ini hanya bisa dihindari
jika kita bisa memberi arti bagi perusahaan. 'Arti' yang saya
maksudkan sama sekali tidak ada kaitannya dengan jabatan. Melainkan
dengan peran yang kita mainkan. Jadi, apakah anda seorang direktur
atau seorang janitor; saya tidak mau ambil pusing. Peran anda bagi
perusahaanlah yang menjadi sudut pandang penting bagi saya.

Tidak terlalu berarti jika kita menduduki jabatan penting –
Direktur, Manager, Supervisor, Koordinator, Apa saja - kalau
kontribusi kita kepada perusahaan lebih kecil dari bayaran yang kita
terima. Toh perusahaan akan cepat atau lambat mempertimbangkan untuk
mengganti kita dengan orang lain. Dan kita semua sudah tahu; bahwa
yang sering sekali diminta perusahaan untuk berhenti adalah mereka
yang punya posisi. Sedang para office boy, jarang diberhentikan.
Anda tahu mengapa? Karena para petugas kebersihan dan pesuruh
dikantor jelas-jelas memberikan kontribusi yang sangat penting bagi
perusahaan. Bisakah anda membayangkan sebuah perusahaan besar
berkantor megah dan mewah. Menggaji mahal para managernya. Tetapi,
WC dikantor itu tidak pernah dibersihkan. Gelas-gelas tidak dicuci.
Lantai tidak disapu. Adakah klien yang bersedia datang kesana untuk
menandatangani kontrak bisnis bernilai jutaan dolar? Tidak diragukan
lagi, peran mereka yang biasanya bergaji rendah itu sangat penting.
Kita semua memang sama pentingnya bagi perusahaan.

Masalahnya adalah; semakin tinggi posisi yang kita pegang, semakin
besar pula tuntutan perusahaan. Sangat jarang perusahaan yang
mempertimbangkan untuk menghire janitor baru supaya lantai kantor
mengkilat seperti kaca. Sebab, sehebat apapun seorang janitor; tidak
akan mampu mengepel lantai marmer menjadi semengkilat berlian. Tak
ada gunanya mengganti janitor lama dengan orang baru. Tapi, para
eksekutif seperti kita? Mungkin saja kita sudah menunjukkan performa
yang tinggi. Tetapi setinggi apa? Jika perusahaan pesaing
kinerjanya lebih tinggi, maka perusahaan kita tidak akan pernah
berhenti untuk mengejarnya. Bagaimana seandainya perusahaan
menyimpulkan bahwa kekalahan dalam bersaing itu disebabkan karena
eksekutifnya kalah kualitas dengan para eksekutif kompetitor?
Mungkinkah perusahaan menghire ekesekutif hebat untuk menggantikan
kita?

Saya memohon agar anda tidak salah faham. Saya sama sekali tidak
hendak menggugat kontribusi siapapun bagi perusahaan. Konteks kita
sekarang adalah untuk melakukan sedikit perenungan tentang diri kita
sendiri. Dengan perenungan ini, kita bisa menemukan dua manfaat.
Pertama, memeriksa kalau-kalau memang kita belum berkontribusi
tinggi. Maka penemuan ini hendaknya menyadarkan kita bahwa begitu
banyak potensi diri yang kita sia-siakan. Mulai saat ini; mari kita
gunakan potensi diri itu, untuk organisasi dan diri kita. Pada
akhirnya, toh organisasi akan memberi kita imbalan yang pantas
karena kinerja istimewa kita.

Kedua, memastikan bahwa memang kita sudah memberi kontribusi
maksimal. Maka, pastilah kita tidak disia-siakan. Karena kita adalah
aset penting bagi perusahaan. Tapi, hendaknya kita terbebas dari
kekeliruan kebanyakan orang. Mereka mengira bahwa orang-orang yang
berprestasi harus mendapatkan promosi. Ini tidak selalu betul.
Sebab, penghargaan tidak harus selalu berupa promosi jabatan. Jadi,
meskipun setelah bertahun-tahun anda bekerja dan berkontribusi namun
tidak kunjung dipromosikan; itu tidak berarti perusahaan meremehkan
anda. Sebab, posisi yang lebih tinggi tidak selalu ada. Dan kalaupun
posisi itu ada, tidak mungkin cukup untuk semua. Belum tentu pula
kita adalah orang yang cocok untuk jabatan itu. Misalnya, jika kita
seorang salesman yang hebat; yang selalu bisa menutup target dengan
memuaskan. Apakah itu berarti bahwa kita, harus dipromosikan menjadi
seorang Sales Manager?

Lagi pula, hal terpenting yang perlu kita pikirkan bukanlah
perlakuan perusahaan kepada kita, melainkan seberapa tinggi
kemampuan kita dalam berkontribusi. Selama kontribusi kita tinggi,
nilai kita tinggi. Dan setiap perusahaan bagus; sangat ingin
mempekerjakan orang-orang bagus, yang bernilai tinggi.

Jika saat ini anda sudah bekerja diperusahaan yang hebat, maka
memiliki nilai yang tinggi akan memastikan bahwa anda; ada didalam
peta strategi bisnis perusahaan itu. Artinya apa? Artinya, anda akan
selalu diterima untuk tetap berada dalam gerbong bisnis perusahaan.

Thanks atas inpirasinya yang bagus ini....

dikutip dari Tulisan Dadang K ( milis Bisnis-Karir)

Saturday, March 29, 2008

Renungan : " Kerja & Bekerja"

Many people quit looking for work when they find a job.
~Author Unknown



Banyak dari kita menghabiskan waktu yang sangat banyak untuk mengejar sebuah PEKERJAAN. Tapi banyak dari kita juga yang lebih ingin mengejar PEKERJAAN-nya sendiri daripada menjadi karyawan yang hebat setelah PEKERJAAN tersebut didapatkan.

Agak ironis, karena seperti kata bijak di atas, saat kita menganggur dan butuh penghasilan untuk hidup, kita mencari-cari PEKERJAAN. Tapi setelah mendapatkan sebuah JABATAN PEKERJAAN dan merasa sudah mendapatkan penghasilan, kita pun berhenti mencari PEKERJAAN dalam JABATAN kita. Seolah PEKERJAAN yang memberikan penghasilan bukan lagi tujuan, melainkan menjadi penghalang kesenangan untuk mendapatkan penghasilan itu sendiri. Seolah PEKERJAAN adalah sesuatu yang mengganggu kesenangan.

Kapan terakhir kali kita mengejar PEKERJAAN dalam jabatan kita?



The difference between a job and a career is the difference between forty and sixty hours a week. ~Robert Frost



Kata bijak di atas mengajarkan kita bahwa ada orang yang BEKERJA sebatas BEKERJA atau TUGAS-nya sebagai karyawan, sedangkan ada yang BEKERJA karena itu bagian hidupnya.

Tidak mengenal waktu, tempat, lokasi, suasana, PEKERJAAN-nya adalah bagian dari dirinya.

Kita bisa melihat di sekeliling kita, orang-orang yang begitu berdedikasi terhadap PEKERJAAN-nya dan benar-benar menganggapnya sebagai KARIR.

Tanpa instruksi, tanpa desakan tuntutan, tanpa pamrih, mereka maju, meminta atau mencari tanggung jawab tambahan, mengerjakan, menaikan standard kinerja sendiri, dan lain-lain.

Selalu ada waktu lebih, selalu ada energi lebih, selalu ada antusiasme dan kecintaan PEKERJAAN, selalu ada PASSION ……………..

Saya menemukan bahwa itu yang membedakan antara orang yang disukai dan dicari oleh berbagai kesuksesan dan kesempatan dalam hidup, dengan orang yang hanya selalu bisa memperoleh kapasitas yang sama dalam hidup.

Jadi, yang kita lakukan saat ini, apakah itu PEKERJAAN atau KARIR?

sumber : inspirasiindonesia.com

Inspirasi : " Percaya " kunci keberhasilan hidup

Kualitas pikiran menjadi kunci kesuksesan dan kebahagiaan manusia. Mengingat belief (kepercayaan dan pikiran) yang bersemayam dalam pikiran berpengaruh sangat besar dalam membentuk pola pikir dan keputusan seseorang. "Bila kita ingin mengubah diri kita maka yang harus kita ubah adalah belief kita. Belief menjadi kunci dalam melakukan perubahan hidup,"

Wednesday, March 19, 2008

Inspirasi : " Selalu sukses "

Setiap orang memiliki impian untuk sukses namun dalam
kenyataannya, impian untuk sukses tersebut tak diimbangi dengan
langkah-langkah tepat, berani menghadapi tantangan dan modal yang cukup.
Memang untuk meraih kesuksesan membutuhkan perjuangan dan proses yang
panjang, tetapi bukan berarti kesuksesan itu ditentukan oleh lamanya
bekerja.

Ada sekelompok orang yang telah meraih dan menikmati kesuksesannya namun
berakhir dengan penyesalan karena mereka tak berusaha untuk menjaga
kesuksesan itu apalagi memikirkan bagaimana agar bidang lainnya pun sukses.
Simak beberapa kiat ini agar kesuksesan Anda tidak akan pernah berhenti:

1. Menganalisi diri sendiri
Saat Anda meraih kesuksesan, cobalah bertanya apa saja yang sudah Anda
kerjakan? Apa saja kelebihan Anda? Kekurangan Anda? Dan pertanyaan lainnya.

2. Tingkatkan kemampuan
Kemampuan dan keahlian di bidangnya akan menentukan karir seseorang. Apapun
posisi Anda dan bagaimana pun keadaan tempat Anda bekerja, kemampuan dan
keahlian Anda harus diupayakan meningkat. Beberapa cara untuk meningkatkan
kemampuan dan keahlian :
- Belajar dari kesalahan dan pengalaman yang lalu.
- Mengikuti suatu pelatihan kerja.
- Banyak membaca pengetahuan yang berhubungan dengan pekerjaan Anda.
- Belajar dari keberhasilan orang lain yang berada di sekitar kita.

3. Ciptakan Prestasi
Berusaha untuk menciptakan suatu prestasi di bidang yang lain. Rekan, atasan
dan bawahan akan termotivasi untuk maju pula jika Anda berhasil berprestasi
dibidang yang lain. Walau mungkin itu adalah suatu prestasi yang tidak
besar. Dengan prestasi yang lain itu maka Anda akan lebih berpeluang untuk
promosi ke jenjang yang lebih tinggi. Caranya agar dapat berprestasi adalah
dengan giat mempelajari sesuatu yang baru.

4. Tetap aktif, jangan menunggu!
Berbagai bentuk keaktifan:
- Berusaha untuk selalu memperbaiki kerjaan Anda dengan membandingkan dengan
perusahaan laen yang jenis usahanya ada kesamaan maka Anda akan menemukan
kekurangan.
- Bila di Perusahaan Anda ada suatu proyek baru, dan Anda sanggup
mengerjakannya, maka Anda jangan sungkan untuk menyatakan kesanggupan atau
menunggu untuk diperintahkan.

Harga dari suatu kesuksesan amatlah mahal maka jangan sampai kesuksesan itu
lepas dari genggaman tangan Anda. "Semakin tinggi tempat posisi Anda
berdiri, semakin kuat 'angin' bertiup." (niP)

Monday, March 17, 2008

Orang bodoh vs Orang pintar

Orang bodoh sulit dapat kerja, akhirnya di bisnis.
Agar bisnisnya berhasil, tentu dia harus rekrut orang Pintar.
Walhasil Bosnya orang pintar adalah orang bodoh.

Orang bodoh sering melakukan kesalahan,

maka dia rekrut orang pintar yang
tidak pernah salah untuk memperbaiki yang salah.
Walhasil orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh.

Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk selanjutnya
mendapatkan kerja. Orang bodoh berpikir secepatnya mendapatkan uang untuk
membayari proposal yang diajukan orang pintar.

Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato,

maka di suruh orang pintar untuk membuatnya.

Orang bodoh kayaknya susah untuk lulus sekolah hukum (SH).

oleh karena itu orang bodoh memerintahkan orang pintar

untuk membuat undang-undangnya orang bodoh.

Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan,

sementara itu orang pintar percaya.

Tapi selanjutnya orang pintar menyesal karena telah mempercayai orang bodoh.

Tapi toh saat itu orang bodoh sudah ada diatas.

Orang bodoh berpikir pendek untuk memutuskan sesuatu di dipikirkan
panjang-panjang oleh orang pintar, walhasil orang orang pintar menjadi
staffnya orang bodoh.

Saat bisnis orang bodoh mengalami kelesuan,

dia PHK orang-orang pintar yang berkerja.

Tapi orang-orang pintar DEMO, Walhasil orang-orang pintar
"meratap-ratap" kepada orang bodoh agar tetap di berikan pekerjaan.

Tapi saat bisnis orang bodoh maju, orang pinter akan menghabiskan waktu
untuk bekerja keras dengan hati senang, sementara orang bodoh menghabiskan
waktu untuk bersenang-senang dengan keluarganya.

Mata orang bodoh selalu mencari apa yang bisa di jadikan duit.

Mata orang pintar selalu mencari kolom lowongan perkerjaan.

Bill gate (Microsoft), Dell, Hendri (Ford),

Thomas Alfa Edison, Tommy Suharto, Liem Siu Liong (BCA group).

Adalah orang-orang Bodoh (tidak pernah dapat S1) yang kaya.

Ribuan orang-orang pintar bekerja untuk mereka.

Dan puluhan ribu jiwa keluarga orang pintar bergantung pada orang bodoh.


PERTANYAAN :
Jadi mending jadi orang pinter atau orang bodoh??
Pinteran mana antara orang pinter atau orang bodoh ???
Mulia mana antara orang pinter atau orang bodoh??
Susah mana antara orang pinter atau orang bodoh??


KESIMPULAN:
Jangan lama-lama jadi orang pinter,

lama-lama tidak sadar bahwa dirinya telah dibodohi oleh orang bodoh.

Jadilah orang bodoh yang pinter dari pada jadi orang pinter yang bodoh.

Kata kunci nya adalah "resiko" dan "berusaha",

karena orang bodoh perpikir pendek maka dia bilang resikonya kecil,

selanjutnya dia berusaha agar resiko betul-betul kecil.
Orang pinter perpikir panjang maka dia bilang resikonya besar untuk
selanjutnya dia tidak akan berusaha mengambil resiko tersebut.

Dan mengabdi pada orang bodoh

Dikutip dari milis DTC

Inspirasi : Manajemen Waktu

Oleh Adi Ekopriyono

WAKTU adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung. Skala waktu merupakan interval antara dua keadaan (kejadian), atau merupakan lama berlangsungnya suatu kejadian. Skala waktu diukur dengan detik, menit, jam, hari, bulan, tahun, windu, abad, dan seterusnya.
Tiap-tiap orang menyikapi waktu dengan cara pandangnya sendiri-sendiri. Ada yang memandang waktu sebagai uang (time is money), ada pula yang mengatakan ”waktu adalah ibadah”; tapi ada juga orang yang tidak peduli dengan waktu.

Masyarakat Barat cenderung menyikapi waktu sebagai garis lurus (linear), urutan kejadian. Mereka lebih memanfaatkan waktu untuk sesuatu yang bergerak maju ke depan; maju, maju, dan terus maju.

Masyarakat Timur lebih melihat waktu sebagai suatu siklus. Itulah sebabnya, di dalam khazanah budaya Jawa dikenal konsep cokro manggilingan, bahwa hidup manusia ibarat roda yang terus berputar; kadang berada di bawah, di atas, atau di samping. Hidup bukan sekadar gerak ke depan, melainkan juga ke belakang, introspeksi dan belajar dari masa lalu.

Karena cara pandang itu, maka sering pula orang Jawa dicap sebagai berorientasi ke masa lalu, hidup di hari kemarin. Maksudnya, terlalu banyak menengok ke belakang, sehingga kurang mementingkan masa depan.
Bagi kebanyakan orang Indonesia, skala waktu hampir tidak ada maknanya. Dalam tugas, misalnya, diberi kesempatan satu bulan selesai satu bulan; tapi diberi waktu satu minggu, ya selesai satu minggu. Itulah, fleksibilitas yang mencerminkan perilaku kurang menghargai waktu.
***
WAKTU adalah aset yang sangat berharga bagi manusia. Waktu adalah kesempatan atau peluang yang sangat menentukan kinerja seseorang. Itulah sebabnya, ada rumus yang menyebutkan bahwa kinerja (performance) ditentukan oleh kemampuan (ability), motivasi (motivation), dan peluang (opportunity). Dalam kewirausahaan pun disebutkan, seorang entrepreneur sejati selalu pandai menangkap peluang.

Orang bijak selalu melihat waktu sebagai peluang untuk berbuat sesuatu yang lebih berarti dalam hidup ini. Kesempatan itu berada dalam ruang yang tidak hampa dan bebas nilai. Ruang dan waktu adalah dua hal yang sangat penting.
Hanya orang bijak yang mampu menembus batas-batas ruang dan waktu; tidak lagi bergantung kepada ruang dan waktu dalam menjalankan aktivitas hidupnya. Bagi mereka, batas waktu adalah diri sendiri, bukan orang lain, bukan pula keadaan.

Seorang penulis buku psikologi, Dr Jan Yager, menyebut tujuh prinsip manajemen waktu, yaitu selalu aktif (bukan reaktif), menentukan sasaran, menentukan prioritas dalam bertindak, mempertahankan fokus, menciptakan tenggat waktu secara realistis, dan melakukan sesuatu sesegera mungkin, sekarang juga.

Prinsip itu ia kemas dalam ”jembatan keledai” DO IT NOW. D: divide (membagi tugas), O: organize (mengatur pelaksanaan), I: ignore (mengabaikan gangguan), T: take (meraih peluang), N: now (sekarang juga harus dilaksanakan), O: opportunity (memanfaatkan peluang), W: watch out (bersikap waspada terhadap waktu).

Banyak di antara kita yang tidak melihat waktu sebagai aset yang sangat berharga. Banyak di antara kita yang tidak berhasil mengelola dan menguasai waktu, bahkan sebaliknya justru dipermainkan oleh waktu. Itulah, salah satu kelemahan kita; ketika bangsa lain berlari, kita hanya berjalan atau malah hanya berjalan di tempat.
***
ADA pepatah Minang yang sangat relevan terhadap manajemen waktu, yang intinya: kalau bangun pagi kita harus mendahului matahari terbit, kalau bangun kesiangan rezeki tidak didapat, bahkan WC sekalipun. Seorang teman dari Padang pernah bercerita, kalau bangun kesiangan bahkan (maaf) untuk buang air besar pun ia tidak mendapat kesempatan. Maka, tiap hari ia harus bangun pagi-pagi; mendahului matahari dan antre di WC umum.

Manajemen waktu adalah masalah budaya. Sayang, budaya kita sering dicap sebagai budaya yang tidak menghargai waktu. Muncullah istilah sinis ”jam karet” yang menuding kita lebih senang mengulur-ulur waktu, tidak do it now.
Budaya Jawa yang lebih melihat waktu sebagai siklus, tidaklah keliru, karena semaju apa pun suatu masyarakat toh tetap harus belajar dari masa lalu. Kekeliruan yang sering kita lakukan adalah terbelenggu oleh masa lalu, terbuai oleh romantisme hari kemarin.

Mungkin yang harus dilakukan adalah reinterpretasi cara pandang terhadap waktu sebagai siklus. Waktu sebagai siklus haruslah diartikan bahwa manusia harus belajar dari pengalaman, tetapi pembelajaran itu tidak boleh mengorbankan masa kini dan masa depan.

Siklus juga bukan berarti bahwa kita boleh menyerah dan bersikap ”biarlah waktu yang menentukan”, karena sang pemenang selalu berkata: ”Saya akan berbuat agar sesuatu terjadi.” Adapun sang pecundang berkata: ”Biarlah sesuatu terjadi.íí
Waktu sebagai siklus juga harus diartikan bahwa kalau tidak menghargai waktu, kita hanya akan berjalan di tempat atau bahkan mundur. Kapan ya, bangsa kita bisa berlari untuk mengejar bangsa-bangsa lain yang lebih dulu berlari? (68)

–– Adi Ekopriyono, wartawan Suara Merdeka di Semarang

Monday, March 10, 2008

Antara Gajah, Semut dan diri kita . . .

Artikel bagus dari milis by Dadang K

Apa yang terjadi jika dipelupuk mata anda ditempelkan seekor gajah?
Pasti anda tidak dapat melihat apa-apa, bukan? Oh, tentu saja. Tapi
anehnya, anda masih bisa melihat seekor semut yang ada diseberang
lautan. Begitulah perumpamaan yang disampaikan oleh para bijak
bestari ketika mereka hendak mengingatkan kita yang seringkali dapat
dengan mudah menemukan kelemahan dan kekurangan orang lain.
Sedangkan, terhadap kelemahan dan kesalahan diri sendiri; seolah-
olah tidak dapat melihatnya sama sekali. Maka, semut diseberang
lautan kelihatan, gajah dipelupuk mata tak tampak sosoknya. Banyak
orang yang begitu bersemangatnya mengungkit-ungkit kelemahan orang
lain, tanpa terlebih dahulu berkaca atas dirinya sendiri. Sehingga,
mereka tidak sadar bahwa boleh jadi; hal yang dia kritisi dari orang
lain adalah sesuatu yang sesungguhnya terjadi pada dirinya sendiri.

Teman saya tiba-tiba datang sambil menggerutu. Dia nyerocos kesana-
kemari hingga saya tidak benar-benar mengerti apa maksudnya. Yang
saya dengar dengan jelas adalah perkataannya yang
terakhir; "Mestinya dia itu berkaca dulu, biar tahu bahwa dirinya
sendiri juga begitu...!"

"Ada apa sih?" kata saya, "tidak ada hujan, tiada angin, kok ngomel
kayak begitu...". Kemudian tahulah saya apa masalahnya. Rupanya dia
baru saja mendapatkan kritikan dari rekan sekantornya. Masalahnya,
kritikan itu disampaikan didepan umum, sehingga membuatnya tidak
nyaman. Selain itu, orang yang mengkritiknya – menurut pendapat
teman saya itu – bukanlah orang yang benar-benar layak mengkritik.
Karena, katanya, orang itu juga sama saja dengannya. Bahkan, kalau
orang itu mau berkaca, seharusnya kritikan itu ditujukan kepada
dirinya sendiri. "Bukan pada gue!" dongkolnya.

Pada kesempatan lain, seorang manajer mengkritik temannya yang sama-
sama manajer pula. Orang itu mengkritik si manajer dengan mengatakan
bahwa anak buahnya tidak menyukainya karena dia itu begini dan
begitu. "Kalau kamu mau menjadi atasan yang berhasil, maka kamu
harus bla, bla, bla, bla.....kepada anak buah kamu," begitu katanya.
Kepada saya, orang yang dikritik ini berkata; "Gue heran deh Dang,
kok ada ya orang yang pede begitu. Padahal, anak buahnya sendiri
curhat kepada orang lain tentang kepemimpinannya. "

Mendengarkan hal ini, menjadikan saya tersadarkan kepada dua hal.
Pertama, memang, tidak mudah untuk mengetahui kesalahan dan
kekuranga yang ada pada diri sendiri. Seseorang yang pandai
mengkritik orang lain, belum tentu pandai pula mengkritisi dirinya
sendiri. Kedua, saya teringat bahwa sayapun memiliki beberapa orang
yang bekerja dibawah kepemimpinan saya. Boleh jadi, saya tidak
menyadari bahwa sebenarnya mereka, atau beberapa diantara mereka
lebih suka curhat kepada orang lain tentang kelemahan-kelemahan
saya, daripada mengatakannya; sehingga saya mempunyai kesempatan
untuk memperbaiki diri. Seperti yang dialami oleh sahabat saya ini.
Tetapi, jikapun itu terjadi pada kita; tidak perlu heran. Karena,
itu terjadi hampir dimana-mana. Bahkan, saya pernah mendengar sebuah
kelakar; "Sebaik apapun seorang atasan, selalu ada alasan bagi
bawahan untuk mencari-cari bahan gunjingan... ." Saya tidak tahu
pasti, apakah benar demikian. Namun, rasanya masuk akal juga. Sebab,
bukankah tidak ada manusia yang sempurna?

Dua kesadaran itu telah membantu saya melihat sedikit lebih jernih.
Mungkin benar bahwa kritik itu menyakitkan. Tetapi, membicarakan
kesalahan seseorang kepada orang-orang yang tidak berkepentingan
sama sekali tidak memberi solusi. Jadinya, itu tidak lebih dari
sekedar gunjingan yang menjadi komoditas murahan dikantin-kantin
tempat makan siang, atau lorong-lorong tempat para penggunjing
berkongkow-kongkow. Jadi, lebih baik jika kritik itu disampaikan
langsung kepada orangnya. Jika memungkinkan, secara pribadi.

Disisi lain, alangkah eloknya jika sang pemberi kritik itu terlebih
dahulu mengecek; apakah dia sudah terbebas dari hal yang hendak ia
kritisi itu atau tidak. Agak lucu jika seseorang mengkritik orang
lain atas sebuah perilaku, namun dia sendiri berperilaku sama.
Tetapi, seperti yang saya kemukakan tadi; begitu banyak orang yang
seperti itu. Dan jika anda juga begitu, tidak usah tersinggung,
karena mungkin; saya pun begitu. Jadi, kita ini sebelas dua
belaslah. Paling tidak, kita sudah mulai menyadarinya, bukan? Lebih
baik dibandingkan membiarkan kecuekbebekan menjadikan mata hati kita
buta, dan telinga kita pekak dengan diri kita sendiri; sementara
kepada orang lain, kita begitu garangnya menyerang... ..

Mungkin anda pernah mendengar sebuah kisah klasik tentang seorang
raja yang frustrasi dengan istananya yang bau. Semua yang ada
didalamnya berbau busuk. Sampai-sampai sang raja tidak tahu lagi
bagaimana cara mengatasinya. Hal pertama yang selalu ingin didengar
oleh sang raja ketika dia bangun pagi adalah tentang kuda
kesayangannya. Maka, sang petugas perawatan kuda selalu menjadi
orang pertama yang menghadap yang mulia. Agar tidak terlambat
memberitahu sang raja tentang kondisi kudanya; setiap pagi dia duduk
bersimpuh disamping ranjang sang raja untuk menantinya terbangun.
Pagi itu, sang perawat kuda bersiap-siap hendak memberikan laporan
ketika sang raja menggeliat. Namun, sebelum dia sempat berkata; sang
raja keburu membentaknya. "Hey, tubuhmu bau kotoran kuda. Mandi yang
bersih sebelum menemuiku." Lalu orang itu diusirnya.

Raja bergegas ke ruang makan untuk sarapan. Ketika sang raja hendak
makan, dia mencium bau busuk itu lagi. Dan dengan rasa penasaran dia
mencari-cari, dimana sumber bau itu berada. "Oh, ternyata dari
makanan ini!" begitu teriaknya hingga para koki istana panik
karenanya. Raja kemudian bergegas menemui sang ratu, sambil
mengumpat kepada semua orang bau yang ditemuinya diseluruh istana
kerajaan. "Lebih baik aku menghabiskan waktu dengan ratuku saja..."
pikirnya. Namun, sang raja dilanda kecewa ketika ternyata ratu yang
sangat dicintainya itupun tubuhnya mengeluarkan bau. Sehingga
sadarlah dia bahwa semua orang diistana menjadi bau. Seketika itu
pula, ia memerintahkan agar semua orang mandi sebersih-bersihnya.
Namun, setelah tujuh hari tujuh malam mereka mandi, ternyata menurut
sang raja; mereka masih bau juga. Mereka terjangkit suatu penyakit.
Yaitu penyakit bau! Maka sejak saat itu, raja memanggil semua tabib
yang ada diseantero kerajaan untuk mengobati penyakit aneh itu.

Seluruh tabib sudah berusaha mengerahkan segenap kemampuannya.
Namun, tak satupun berhasil menghilangkan bau yang tetap menghantui
sang raja. Pada malam harinya, sang raja bermimpi. Dan dalam
mimpinya dia mendapatkan nasihat bahwa penyakit bau itu akan
berakhir jika sang raja bersedia mencukur kumisnya. Meskipun dengan
berat hati, keesokan harinya sang raja merelakan kumisnya untuk
dicukur hingga habis. Ajaib sekali, sejak saat itu tiba-tiba saja
bau diistana serta merta menghilang. Raja tidak lagi mencium bau
itu. Ditengah kegembiraan itu, hati sang raja bertanya-tanya;
mengapa bau itu bisa diselesaikan dengan cara yang sangat aneh.
Mencukur kumis. Saking penasarannya, yang mulia raja meminta tukang
cukur untuk menyerahkan potongan kumis itu kepadanya. Dan ketika
sang raja memeriksa sisa-sisa kumis itu, tahulah dia apa yang
menyebabkan bau diseluruh istana itu......

Saya berharap untuk sampai kepada kesadaran yang dimiliki oleh sang
raja. Sebab, dalam banyak situasi, ternyata bukan lingkungan kita
yang menjadi sumbernya. Kita sendirilah akar masalahnya. Ada kalanya
saya yang mengkritik anda. Ada kalanya pula anda yang mengkritik
saya. Apa bedanya? Siapapun yang mengkritik tidaklah jadi soal;
selama terlebih dahulu memastikan bahwa kotoran yang menjadi sumber
bau itu bukan sesuatu yang menempel dikumisnya sendiri. Dan siapapun
yang dikritik juga tidak jadi soal, selama kritik itu benar-benar
objektif. Akan menjadi soal jika si pengkritik tidak menyadari akan
kumisnya yang kotor. Dan akan menjadi soal jika saat mengkritik,
kita menambahkan bumbu penyedap berupa keinginan untuk menumpahkan
kekesalan, atau ketidakpuasan. Dan, seperti kata sang bijak bestari
tadi; sebelum memaksakan diri melihat semut diseberang lautan;
menyadari keberadaan gajah dipelupuk mata memang perlu didahulukan.

Catatan Kaki:
Tidak semua kritik harus ditindaklanjuti. Jika itu menyangkut
perilaku buruk, pelanggaran integritas, atau tindakan yang tidak
senonoh; maka kita wajib melakukan perbaikan. Tetapi, jika itu
sekedar perbedaan pendapat, atau variasi cara dan metoda dalam
melakukan sesuatu; kita boleh menentukan pilihan sesuai dengan
keyakinan.



Artikel bagus dari milis by Dadang Kadarusman, thx pak atas artikelnya yang
dapat memberikan inspirasi

Saturday, March 01, 2008

Kehidupan : MENCINTAI YANG TIDAK SEMPURNA

Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat, itulah kesempatan.

Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik, itu bukan
pilihan, itu kesempatan.

Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan, itupun adalah kesempatan.

Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut, Bahkan dengan segala kekurangannya, itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan.

Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi, itu adalah pilihan.

Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu dan tetap memilih untuk mencintainya, itulah pilihan.

Perasaan cinta, simpatik, tertarik, datang bagai kesempatan pada kita.Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan. Pilihan yang kita lakukan.

Berbicara tentang pasangan jiwa, ada suatu kutipan dari film yang mungkin sangat tepat : "Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita bagaimana membuat semuanya berhasil"

Pasangan jiwa bisa benar-benar ada. Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang yang diciptakan hanya untukmu. Tetapi tetap berpulang padamu

Untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin Melakukan sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak...

Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita, Tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita adalah pilihan yang harus kita lakukan.

Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai TETAPI untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna.