Wednesday, March 28, 2007

Resensi Buku "CHANGE"


"Dekatilah teman-temanmu, namun lebih dekati lagi musuh-musuhmu!"
Jika Anda penikmat film, pasti hafal luar kepala dengan ungkapan penuh makna filosofis di atas. Ya, kalimat itu adalah salah satu petikan dialog dalam film The Godfather garapan sutradara Francis Ford Coppola. Sebuah dialog --lebih tepat disebut sebagai pesan-- seorang ayah Vito Carleone kepada salah seorang anaknya, Michael Carleone, yang dipercaya meneruskan imperium "bisnsis" sang godfather. Bagi Vito, ketika kekuatan musuh sudah mulai seimbang, jalan kompromi akan lebih menyelamatkan daripada konfrontasi terbuka.

Dalam dunia bisnis kontemporer, banyak ditemukan perusahaan-perusahaan yang tetap mampu bertahan di tengah gempuran persaingan. Bahkan, perusahaan-perusahaan ini menjadi lebih maju ketika tidak lagi menjadi pemain tunggal di pasar. Namun, pada saat yang sama, banyak juga perusahaan yang lebih dulu eksis ternyata tumbang dihantam badai persaingan.

Mengapa banyak yang tumbang, mengapa pula ada yang tetap bertahan dan justru menjadi besar? Rhenald Kasali, pakar manajemen dari Universitas Indonesia, memiliki satu kata sebagai jawabannya: change (berubah). Perusahaan-perusahaan tetap eksis di saat derasnya arus persaingan, bahkan bertahan di tengah gempuran krisis ekonomi, karena mereka sadar dan mau untuk berubah. Perubahan seringkali dilakukan sangat evolusioner (perlahan-lahan), tetapi ada juga yang berubah dengan sangat cepat. Prinsipnya --seperti sub judul buku yang sudah masuk cetakan kedua hanya dalam empat bulan itu-- seberapa jauh kita salah melangkah, putar arah sekarang juga.

Sebagai akademisi sekaligus praktisi di bidang manajemen, penulis buku ini tidak sekadar memaparkan panjang lebar tentang teori-teori perubahan. Lebih dari itu, ada contoh-contoh konkret bagaimana sebuah perusahaan berubah. Misalnya sukses manajemen perubahan korporasi yang cukup spektakuler: Excelso.

Excelso, sebagian (besar) orang pasti menduga merupakan brand asing seperti halnya Starbucks dan Coffee Bean & Tea Leaf. "Bahkan, Rini Soewandi (saat itu masih menjabat Menperindag, Red.) juga mengira Excelso dari luar negeri," cerita Pranoto Sunoto, general manager PT Excelso Multi Rasa (EMR) dari Grup Kapal Api.

Wajar saja orang keliru menduga Excelso adalah kedai kopi dari luar negeri. Apalagi jika pernah berjalan-jalan ke Shanghai, di sana orang juga bisa ketemu Excelso. Image sebagai brand asing ini boleh dibilang sebagai sukses manajemen Excelso yang sengaja memunculkan citra internasional dari gerainya. Sukses Excelso di pasar internasional berarti pula mengangkat produk utamanya kopi Kapal Api.

Dorongan membuat kopi juga dipicu kenyataan Grup Kapal Api menguasai bahan mentah kopi. Grup Kapal Api, dalam catatan AC Nielsen, merupakan pemimpin pasar kopi eceran. Apalagi, kabarnya pemilik Grup Kapal Api dikenal dekat dengan para pengusaha dan petani kopi di sejumlah daerah di Indonesia seperti Toraja dan Jawa.

Perubahan langkah yang dilakukan Grup Kapal Api dari sekadar penjual kopi eceran melirik bisnis kedai kopi melihat kenyataan di luar negeri. Di negara-negara maju, minum kopi di coffee shop sudah menjadi bagian gaya hidup sehingga bisnis resto kafe menjamur.

Sukses Excelso (Grup Kapal Api) hanyalah salah satu korporasi yang dijadikan ilustrasi mengenai manajemen perubahan. Selain Excelso, juga ada Sido Muncul, Garuda Indonesia di tangan Robby Djohan, General Electric di bawah kepemimpinan Jack Welch, Robert Noyce dan Intel, Jorma Olila di Nokia, hingga sukses Marzuki Usman mengembangkan industri pasar modal di Indonesia.

Berubah, baik bagi individu maupun perusahaan adalah sebuah keniscayaan. Inilah siklus hidup yang harus dilalui bagi setiap entitas agar dapat tetap bertahan dan melanjutkan proses kehidupan. Setiap entitas pasti berubah. Yang membedakan hanya derajat kepekaan dari masing-masing terkait kapan saat untuk berubah.

Dan, perubahan adalah siklus kehidupan. Hanya mereka yang mampu melakukan adaptasi dengan perubahanlah yang mampu bertahan melewati setiap siklus kehidupan tersebut. Bila Anda seorang pemilik perusahaan, pimpinan eksekutif perusahaan, manajer di level menengah, atau sekadar karyawan, mulailah melatih kepekaan untuk menangkap sinyal perubahan.

Dalam buku yang nyaris tanpa cela untuk kritik ini, Rhenald Kasali menuntun pembaca kapan dan dari mana harus memulai perubahan. Jika telah menemukan momentum untuk berubah, manajemen perubahan seperti apa yang harus diterapkan, sebelum kemudian menikmati pesta perubahan dan kemudian mengelola harapan.

Namun, harapan akan perubahan bukannya tanpa ancaman. Di bab terakhir buku ini, Rhenald menuliskan beberapa poin krusial yang harus diwaspadai, yaitu terkait mitos-mitos perubahan.

Mitos kesatu: perubahan selalu ditandai dengan kehidupan yang lebih baik. Padahal setiap perubahan menuntut pengorbanan.

Mitos kedua, perubahan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang muda. Namun ingat, nama-nama seperti Simon Perez, Michael Gorbachev, dan Tjiang Kai Sek, melakukan perubahan justru ketika usia mereka sekitar 50-60 tahun.

Mitos ketiga, perubahan hanya dilakukan kalau ada masalah serius, padahal perubahan harus dilakukan setiap saat. Mitos keempat: generasi yang ada saat ini hanyalah untuk melanjutkan apa yang dirintis pendahulunya. Seseorang diangkat menggantikan pemimpin yang lama bukan untuk status quo, tetapi menciptakan suatu perubahan.

Mitos terakhir, perubahan berarti PHK. Ini tidak tepat karena -seperti dalam kasus Citibank-- mengalami pertumbuhan jumlah SDM lantaran mereka melakukan perubahan dari waktu ke waktu.

Tidak perlu menunggu waktu untuk berubah. Yang penting adalah kemauan untuk berubah. Seperti kata pepatah, "He who loses wealth loses much, he who loses a friend loses more; but who loses his courage loses all." []
*) Tofan Mahdi, redaktur Jawa Pos dan mahasiswa Program Studi Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas Airlangga.

Belajar Rahasia "Management by Leadership" dari Jack Welch: Hadapi Kenyataan

Salah Satu Rahasia Jack Welch: Menghadapi Kenyataan

Sasaran utama Jack Welch ketika terpilih menjadi CEO adalah
mentransformasikan bisnis-bisnis GE menjadi yang terbaik di dunia.
Semua pemimpin bisnis, ketika pertama kali diangkat sebagai CEO pasti
memiliki sasaran yang sama, namun apakah mereka konsisten seperti Jack
Welch? Untuk mencapai sasaran GE itu, Jack Welch menemukan suatu
strategi yang disebut sebagai: Menghadapi Kenyataan. Hal ini mungkin
kedengaran sederhana, tetapi meyakinkan suatu organisasi atau kelompok
orang untuk melihat dunia sebagai suatu kenyataan dan bukan melihat
sebagaimana yang mereka inginkan atau harapkan tidak semudah diucapkan.

Jack Welch menyatakan, bahwa: "Kita harus menyerap setiap pikiran
dari orang-orang dalam perusahaan dengan satu sikap, dengan satu
suasana yang memungkinkan orang-orang—dalam kenyataan, mendukung
orang-orang itu—untuk melihat hal-hal sebagaimana adanya, berkaitan
dengan cara-cara atau praktek-praktek sekarang, bukan bagaimana
seharusnya". Hal ini yang disebut sebagai menghadapi kenyataan!

Pada bulan Oktober 1981, hanya enam bulan setelah Jack Welch menjadi
CEO dari General Electric, ia memanggil 120 corporate officers dan
berbicara tentang agendanya di hadapan mereka. Ia menyatakan bahwa
birokrasi dalam GE yang memboroskan banyak sumber daya akan berakhir!
Tidak akan ada lagi orang-orang GE yang menulis rencana muluk-muluk
yang memperdayakan atau mengajukan anggaran yang tidak realistik.
Berhenti menuntut bahwa hidup ini tidak adil bagi Anda. Berhenti
melihat konspirasi-konspira si. Hadapi kenyataan, berhubungan dengan
situasi apa adanya!

Jack Welch menyatakan, bahwa: "Banyak kesalahan yang telah Anda
lakukan adalah hanya berjalan menelusuri kenyataan, bukan keinginan
untuk menghadapi kenyataan, melihat dalam cermin bahwa kenyataan itu
benar-benar telah Anda temukan, dan kemudian bertindak maju secara
cepat untuk menghadapi kenyataan itu"!. Itu adalah semua bentuk
pengelolaan, mendefinisikan kenyataan dan bertindak maju secara cepat
menghadapi kenyataan itu! Bukan mengharapkan, bukan menunggu untuk
rencana berikut. Bukan memikirkan kembali, dan lain-lain. Hadapi
kenyataan itu melalui tindakan maju yang cepat dan benar!

Jack Welck menyatakan bahwa strategi yang akan diambil adalah membuat
keputusan-keputusan tegas, yang berkaitan dengan: (1) menghadapi
kenyataan, (2) menyesuaikan diri terhadap kenyataan itu, dan (3)
bertindak maju secara cepat. Pada awal dasawarsa 1980-an, ketika GE
melakukan restrukturisasi, Jack Welch memandang hal ini sebagai
menghadapi kenyataan: GE perlu mencurahkan sumber-sumber dayanya pada
bisnis-bisnis GE yang terkuat. Pada pertengahan dasawarsa 1980-an,
ketika GE membeli RCA (Radio Corporation of America), ia juga
menghadapi kenyataan: GE perlu mengakuisisi RCA untuk mendorong
pertumbuhan teknologi tinggi. Kemudian pada akhir dasawarsa 1980-an,
ketika ia memperkenalkan program GE Work-Out, Jack Welch juga
menyatakan bahwa ia menghadapi kenyataan: karyawan-karyawan GE perlu
satu suara dalam menjalankan perusahaan-perusaha an General Electric.
Pada pertengahan dasawarsa 1990-an, ketika Jack Welch memulai program
kualitas spektakuler Six Sigma, ia juga menyatakan sedang menghadapi
kenyataan: program-program kualitas GE tidak bekerja dengan baik.
Kemudian pada akhir dasawarsa 1990-an, ketika internet telah
berkembang pesat, Jack Welch juga menghadapi kenyataan baru. Pada kali
pertama, seperti banyak CEO yang lain, Jack Welch juga menghindari
internet. Tetapi sebagai model baru untuk melakukan bisnis dalam dunia
maya, Jack Welch mengubah pola-pola bisnis General Electric agar
menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi internet yang sangat
cepat dan terus berubah itu. Jack Welch menciptakan e-bisnis dalam
perusahaan-perusaha an GE. Jack Welch konsisten dengan strateginya: (1)
menghadapi kenyataan, (2) menyesuaikan diri terhadap kenyataan itu,
dan (3) bertindak maju secara cepat. Ia selalu menyatakan: "Jika Anda
menghadapi kenyataan dan bertindak maju secara cepat, maka Anda akan
memiliki kesempatan untuk berkompetisi dan menang dalam suatu
lingkungan bisnis yang sedang berubah itu!".

Jack Welch selalu menyatakan, bahwa: pemimpin-pemimpin bisnis yang
menghindari kenyataan merupakan malapetaka menuju kegagalan. Bertindak
secara cepat menghadapi kenyataan! Mereka yang benar-benar menghadapi
kenyataan tidak dapat berhenti di sana. Mereka harus menyesuaikan
strategi bisnis mereka terhadap kenyataan itu, dan bertindak secara
cepat menghadapi kenyataan itu. Benamkan kepala Anda di dalam pasir,
dan Anda akan gagal, hal itu ibarat seperti orang yang tidak mau
menghadapi kenyataan! Hadapi kenyataan!, dan Anda mungkin akan
membalik situasi dari jelek menjadi nomor satu, seperti telah
dibuktikan oleh CEO Jack Welch yang membalikkan posisi General
Electric dari perusahaan paling birokrasi yang tidak kompetitif,
menjadi perusahaan nomor satu di dunia paling kompetitif saat ini!

Beberapa hal yang dapat dipelajari dari Salah Satu Rahasia:
Menghadapi Kenyataan, adalah:

• Mengakui kebenaran. Menghadapi kenyataan merupakan satu peraturan
bisnis paling penting. Apakah dalam kehidupan atau dalam bisnis,
mereka yang mampu menghadapi kenyataan dan mengakui kebenaran adalah
yang biasanya selalu sukses. Namun, sering sulit untuk menghadapi
kenyataan, serta lebih mudah mengingkari kebenaran, karena kebenaran
mungkin menyakitkan, memalukan, menyedihkan, menurunkan harga diri,
dan lain-lain. Bagaimanapun, menghadapi kenyataan dan mengakui
kebenaran, akan membuat hidup ini menjadi lebih sederhana, demikian
pula bisnis akan menjadi lebih sederhana apabila pemimpin-pemimpin
bisnis menghadapi kenyataan. Seni memimpin bermuara pada satu hal
sederhana: menentukan dan menghadapi kenyataan—tentang situasi,
bisnis, pasar, produk, proses-proses, dan orang-orang, kemudian
bertindak maju secara cepat, tepat dan tegas untuk menghadapi
kenyataan itu.

• Memunculkan kenyataan, jangan membenamkan kepala dalam pasir.

Menghadapi kenyataan bahwa kompetisi di dunia semakin meningkat.
Menghadapi kenyataan bahwa tidak ada pekerjaan yang menjamin
kehidupan. Menghadapi kenyataan bahwa pengelolaan bisnis melalui
penegakan birokrasi yang besar dan kaku adalah tidak efektif.
Menghadapi kenyataan bahwa bisnis sesungguhnya adalah sederhana.
Menghadapi kenyataan bahwa orang yang paling tahu tentang masalah dan
kinerja adalah orang yang paling dekat dengan tugas-tugasnya.
Menghadapi kenyataan bahwa pemberdayaan karyawan adalah cara yang
paling efektif dalam membangun tim kerjasama dan kepercayaan diri.
Anda dapat memunculkan berbagai kenyataan yang relevan dan telah
diakui kebenarannya! Jangan pernah mengingkarinya melalui membenamkan
kepala Anda di dalam pasir, karena Anda pasti akan Gagal!

• Melihat sesuatu seperti apa adanya, bukan sebagaimana yang Anda
inginkan. "Melihat kenyataan dengan mata dan jangan mengingkari. "
Jangan pernah berpikir bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik
dengan sendirinya tanpa ada tindakan nyata untuk memperbaikinya. Itu
adalah perangkap! Jangan merias rencana-rencana berdasarkan pada
keinginan-keinginan yang muluk. Hadapi kenyataan, dan akui kebenaran!
Pikirkan apa yang dapat Anda lakukan jika segala sesuatu tidak menjadi
lebih baik. Semakin Anda menghadapi kenyataan, maka semakin besar
kemungkinan Anda mempelajari kesalahan-kesalahan Anda, dan setelah
menyadari kesalahan-kesalahan itu, lakukan tindakan maju secara tepat,
cepat, dan tegas untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu agar
mencapai kesuksesan!

• Melihat sesuatu setiap hari menggunakan mata yang segar. Menghadapi
apa yang menjadi kenyataan hari ini. Menghadapi kenyataan setiap pagi.
"Itu mungkin berupa kenyataan kompetisi, kenyataan pemasaran,
kenyataan produksi, kenyataan keuangan, kenyataan mesin-mesin rusak,
kenyataan kehilangan pelanggan, kenyataan sumber daya manusia, dll, di
mana setiap pagi dapat berbeda". Apa yang kemarin menjadi sangat
penting, mungkin hari ini menjadi tidak penting lagi! Anda mungkin
perlu keputusan hari ini yang berbeda sama sekali dengan apa yang Anda
hadapi kemarin, karena perubahan lingkungan bisnis yang terjadi secara
cepat dalam 24 jam terakhir ini.

• Melihat situasi Anda sebagai orang luar yang melihatnya. Anda
mungkin terlalu dekat dengan hal-hal yang membuat Anda sulit melihat
sebagai kenyataan dan mengakui kebenaran. Dapatkan pemahaman baru
melalui melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda.

• Memainkan skenario. "Waktu terbaik untuk berubah adalah pada saat
Anda menginginkannya, bukan pada saat Anda harus berubah. Perubahan
karena keterpaksaan tidak akan pernah langgeng dan menyenangkan, itu
adalah perubahan sesaat yang pada akhirnya akan gagal! Dalam menilai
situasi, kembangkan beberapa skenario berdasarkan pada hasil-hasil
yang berbeda. Selalu memiliki rencana-rencana kontingensi, apabila
rencana semula tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Apakah kita di Indonesia "Berani Menghadapi Kenyataan" atau sekedar
menelusuri kenyataan? Mengapa Republik BBM (Benar-Benar Mimpi) lebih
populer dari Republik Indonesia? Mengapa Indonesia bukan menghadapi
kenyataan saat ini, banyak kemiskinan, kekurangan pangan, bencana
alam, dll? tetapi malah sibuk bicara VISI 2030 untuk menjadi negara
terbesar ke-5 di dunia. Benar-benar baru bisa Mimpi!

Salam,

Vincent Gaspersz
Lean Six Sigma Master Black Belt


Artikel cukup bagus yang saya kutip dari milis

Saturday, March 24, 2007

Visi Indonesia 2030

2030, RI Capai 5 Besar Dunia
Visi Indonesia 2030: Pendapatan Per Kapita 18.000 Dollar AS
Jakarta, Kompas -
Indonesia pada abad ke-21 akan mampu menjadi negara maju dan sejahtera. Indonesia menjadi bangsa yang mandiri, produktif, memiliki daya saing, serta mampu mengelola seluruh kekayaan alam dan sumber daya lainnya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.

"Saya punya keyakinan, 100 tahun ke depan kita bisa mewujudkan cita-cita dan tujuan dalam Pembukaan UUD 1945. Mengapa kita perlu yakin? Kalau lihat lintasan perjalanan sejarah kita, itu memungkinkan. Jika kita ingin merekonstruksikan masa depan kita 100 tahun ke depan, mari kita lihat perjalanan bangsa 100 tahun ke belakang. Dengan demikian, kita paham perjalanan panjang sejarah untuk memiliki kemampuan dan ketangguhan dalam mewujudkan cita-cita," ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (22/3).

Pernyataan Presiden Yudhoyono ini disampaikan menanggapi kerangka dasar Visi Indonesia 2030 yang diluncurkan resmi di Istana Negara, Jakarta. Kerangka dasar Visi Indonesia 2030 disampaikan Ketua Yayasan Indonesia Forum Chairul Tanjung dalam acara yang dihadiri ratusan undangan yang berlatar belakang beragam, mulai dari pemimpin lembaga tinggi negara, menteri kabinet, pengusaha, pengamat, praktisi pers, budayawan, dan kepala daerah.

Hanya kerangka

Visi Indonesia 2030, menurut Chairul, hanya kerangka dasar yang perlu ditanggapi dan diberi masukan oleh berbagai elemen bangsa lainnya. Visi Indonesia 2030 itu mempunyai empat pencapaian. Pertama, Indonesia akan masuk dalam lima besar kekuatan ekonomi dunia dengan tingkat pendapatan per kapita sebesar 18.000 dollar Amerika Serikat (AS) per tahun. Ini berarti Indonesia berada di posisi setelah China, India, AS, dan Uni Eropa.

"Kedua, tahun 2030, sedikitnya 30 perusahaan Indonesia masuk daftar 500 perusahaan besar dunia. Ketiga, adanya pengelolaan alam yang berkelanjutan dan keempat, terwujudnya kualitas hidup modern yang merata," ujar Chairul.

Menurut Chairul, saat ini Indonesia berada pada kelompok negara berpendapatan menengah ke bawah. Posisi ini akan bertahan hingga tahun 2015. Setelah itu, Indonesia masuk sebagai negara berpendapatan menengah ke atas. "Industrialisasi menjadi katalisator akumulasi modal menuju negara maju dengan kontribusi terbesar dari sektor jasa," paparnya.

Visi Indonesia 2030 mengasumsikan pencapaian itu terealisasi jika pertumbuhan ekonomi riil rata-rata 7,62 persen, laju inflasi 4,95 persen, dan pertumbuhan penduduk rata-rata 1,12 persen per tahun. Pada 2030, dengan jumlah penduduk sebesar 285 juta jiwa, produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai 5,1 triliun dollar AS.

Namun, untuk mewujudkan visi itu, Yayasan Indonesia Forum mensyaratkan utama tercapainya tiga keharusan. Pertama, ekonomi berbasis keseimbangan pasar terbuka dengan dukungan birokrasi yang efektif. Kedua, adanya pembangunan berbasis sumber daya alam, manusia, modal, serta teknologi yang berkualitas dan berkelanjutan. Ketiga, perekonomian yang terintegrasi dengan kawasan sekitar dan global.

Untuk mencapai visi itu, menurut Chairul, harus ada sinergi tiga kelompok, yaitu wirausaha, birokrasi, dan pekerja pula. "Sinergi ini mengarah pada peningkatan daya saing global perekonomian Indonesia," ujarnya.

Sinergi itu, tambah Chairul, membutuhkan kontrak sosial baru sebagai perwujudan komitmen bersama untuk maju. "Satu dimensi penting kontrak sosial baru adalah kepastian hukum dan kepastian usaha. Untuk itu, pemberantasan korupsi serta pembenahan sistem dan aparat penegak hukum perlu dilanjutkan," tuturnya.

Yayasan Indonesia Forum merupakan organisasi yang dimotori Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) dan kajiannya dilakukan sejumlah lembaga penelitian universitas di Indonesia dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Menurut Presiden Yudhoyono, Visi Indonesia 2030 itu bisa saja dianggap sebuah mimpi, tetapi jangan malu dengan mimpi itu. "Sebab, bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menciptakan mimpi dan mewujudkannya dalam realitas," ujar Presiden.

Presiden Yudhoyono menambahkan, Visi Indonesia 2030 merupakan wujud kesadaran dan kepedulian anak bangsa untuk lebih memajukan dan menyejahterakan seluruh rakyat. (har)



Visi 2030 Memerlukan Rencana Aksi Strategis Orientasi Pembangunan Harus Berbasis Sumber Daya Domestik


Jakarta, Kompas - Mewujudkan impian ekonomi Visi Indonesia 2030 dengan segala target pencapaiannya harus disertai dengan rencana aksi strategis yang jelas dan konkret serta diimplementasikan secara nyata dan konsisten. Stabilitas politik dan keamanan, kepastian hukum, serta kepemimpinan yang kuat akan menjadi kunci sukses.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Mohammad S Hidayat mengatakan, tujuan akhir dari Visi Indonesia 2030 itu adalah mengurangi kemiskinan dan pengangguran serta meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tujuan ini hanya dapat dicapai jika ada strategi jitu yang diimplementasikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Strategi itu harus dibuat dengan melibatkan dunia usaha.

Implementasi kebijakan pemerintah perlu diperhatikan kemajuannya. "Kalau implementasinya tidak bisa berjalan, saya pikir pemerintah harus segera mengganti kebijakan atau malah mengganti orang," ujarnya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi memandang Visi Indonesia 2030 adalah cita-cita yang sulit dicapai jika pemerintah kurang memerhatikan tiga faktor penting yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Faktor pertama, kestabilan politik dan keamanan. Mulai dari pemilihan lurah, kepala daerah, hingga pemilihan presiden, kerap sulit dikendalikan. Setelah Azahari yang diduga sebagai gembong teroris dinyatakan tewas beberapa waktu lalu, persoalan aksi-aksi teror kini merebak lagi. Investor bisa merasa takut menanamkan modal.

Faktor berikut adalah kepastian hukum supaya investor merasa tenang menanamkan investasinya. "Mustahil 30 perusahaan Indonesia yang diperkirakan masuk daftar 500 perusahaan besar dunia bisa eksis jika setiap perusahaan yang sukses selalu diganggu dengan kebijakan-kebijakan pemerintah sendiri," ujar Sofjan.

Faktor lain yang tak kalah penting adalah kepemimpinan. Tanpa kepemimpinan yang kuat, pemerintahan tak akan kuat menghadapi persoalan bangsa saat ini. Pertumbuhan ekonomi tahun 2030 yang diperkirakan rata-rata mencapai 7,62 persen hanya dapat dicapai jika masalah-masalah penghambat pertumbuhan ekonomi segera diselesaikan.

Reorientasi

Peneliti pada Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada Mochammad Maksum menegaskan, Visi Indonesia 2030 akan tercapai apabila ada kemauan mengubah (reorientasi) pembangunan yang arahnya berbasis sumber daya domestik. "Pemerintah harus berani mengubah arah pembangunan dengan menciptakan industri berbasis pada sumber daya domestik yang kita miliki, seperti pertanian, perkebunan, kelautan, dan tambang. Hanya itu pilihannya," ujarnya.

Maksum mencontohkan, sektor kehutanan hanya diserap kayunya, padahal kayu hanya memiliki nilai ekonomi 10 persen dari total nilai ekonomi kehutanan. Sumber daya hutan nonkayu bisa menyerap banyak tenaga kerja.

Di bidang pertanian, perkebunan kelapa sawit hanya menghasilkan kelapa sawit mentah (CPO). "Mengapa kita tidak mengembangkan industri pengolahan yang lebih maju yang bahan bakunya dari CPO sehingga kita tak perlu impor minyak dan produk olahan CPO lain," katanya.

"Kita tidak pernah mau mencari nilai tambah dari industri pengolahan berbasis sumber daya domestik yang kita miliki. Semuanya serba ingin instan, rente, dan hanya menyejahterakan segelintir orang," ujarnya.

Terkait dengan Visi Indonesia 2030, Direktur Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Fadhil Hasan mengungkapkan, untuk mencapainya, ada tiga hal yang harus dikedepankan pemerintah. Ketiga hal itu adalah memodernisasi pertanian, menumbuhkan industri manufaktur, dan mengelola sumber-sumber tambang.

Fadhil mengingatkan, misi sebagai penjabaran Visi Indonesia 2030 hendaknya jangan pula menyimpang dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005-2025.

Menurut Fadhil, target dari Visi Indonesia 2030 supaya masyarakat Indonesia berpendapatan per kapita 18.000 dollar AS per tahun terlalu sempit jika hanya mempertimbangkan pendapatan per kapita. Seharusnya, ada penjabaran parameter lain.

"Sebaiknya, ada catatan bahwa pendapatan per kapita 18.000 dollar AS per tahun dicapai dalam kondisi masyarakat yang berpendapatan merata," ujar Fadhil.

Ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, menegaskan, pemerintah tidak usah lagi membuat berbagai perencanaan. Tuntaskan saja program yang sudah dibuat. "Itu cukup," katanya. (OSA/MAS/RYO)

Tajuk Kompas

Visi Indonesia 2030

Banyak orang pasti kaget ketika kita mencanangkan mau menjadi negara ekonomi kelima di dunia dengan pendapatan per kapita 18.000 dollar AS tahun 2030.

Namun, visi besar seperti itu bukanlah sesuatu yang harus dimentahkan hanya dengan memperdebatkan itu merupakan harapan yang berlebihan atau tidak. Itu harus dijadikan sesuatu yang disepakati dan kemudian dijadikan tujuan kita bersama untuk bisa direalisasikan.

Segala sesuatu harus dimulai dari mimpi. It’s start with a dream. Bahkan, Presiden Soekarno sejak dulu mengajari kita untuk tidak perlu takut dengan cita-cita besar, kalau perlu malah digantungkan di langit.

Pengalaman banyak negara menunjukkan bukanlah sesuatu yang sulit untuk bisa merealisasikan mimpi seperti itu. Yang terpenting visi masa depan itu menjadi kontrak sosial dan kontrak politik kita bersama agar kemudian kita berupaya mewujudkannya.

Bangsa Korea dan bangsa China merupakan contoh negara yang mampu mewujudkan mimpi besar mereka dalam waktu cepat. Memang perjalanannya tidaklah mudah. Dibutuhkan kerja keras dari semua komponen bangsa itu untuk bisa merealisasikan mimpi tersebut.

Pada akhirnya ahli ilmu sosial seperti Samuel P Huntington mengatakan, kunci bagi sebuah bangsa untuk mewujudkan mimpinya bergantung pada sejauh mana mereka mampu membangun kultur bangsanya. Kultur untuk mau bekerja keras, kultur disiplin, kultur untuk bersikap hemat, kultur untuk bangga dengan apa yang dihasilkan sendiri, kultur untuk tak mudah menyerah, kultur untuk mau bekerja sama, kultur untuk mau menghormati orang lain, kultur untuk tak mau kalah.

Pada kita sekarang ini kultur seperti itu belum ada. Kultur yang ada cenderung mau gampangnya saja dan langsung berhasil. Bahkan secara sosial yang sekarang ini terasa lebih menonjol di antara kita justru sikap curiga, mudah menyalahkan orang lain, dan yang lebih memprihatinkan sikap untuk mudah marah.

Untuk bisa meraih mimpi besar itu, yang perlu kita perbaiki adalah masalah kultur tadi. Di sinilah kita mengharapkan peran para pemimpin untuk tidak lelah-lelahnya menggedor kultur bangsa ini untuk menjadi kultur yang kuat, bukan kultur yang lembek. Pemimpin yang berani secara tegas mengatakan, inilah visi yang harus dituju dan mengajak semua pihak untuk berbuat.

Sekali lagi pengalaman bangsa lain menunjukkan kehadiran seorang pemimpin yang tegas, berani, dan mampu memberi teladan bisa mengubah kultur sebuah bangsa. Kita bisa sebut Lee Kuan Yew di Singapura atau Park Chung-hee di Korea.

Mimpi untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik pada tahun 2030 tidaklah lama lagi. Hanya 23 tahun saja waktu yang kita miliki untuk mencapai ke sana. Karena itu, sekarang bukan saatnya untuk berdebat atau berlomba membuat konsep yang dirasakan lebih hebat.

Sekarang yang jauh kita butuhkan adalah sikap untuk menyepakati bahwa inilah visi bersama yang ingin kita tuju. Selanjutnya kita bersama merumuskan langkah yang harus dilakukan semua komponen bangsa untuk mewujudkan visi kita bersama itu.


Comment : Positive Thinking aja...semoga tercapai INDONESIA

Wednesday, March 21, 2007

Sekedar Tahu : Pesangon Jika Resign

Dalam kasus pegawai mengundurkan diri dan yangbersangkutan telah bekerja minimum 3 (tiga) tahun berturut-turut, makapegawai tersebut berhak mendapatkan uang penghargaan masa kerja seperti yangtercantum pada Pasal 156, ayat 3, kecuali diatur lain di dalam aturanperusahaan atau KKB perusahaan yang bersangkutan.

Lampiran:
Pasal 162 Ayat 1. Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri,memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Ayat 2. Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yangtugas dan fungsinya tidak me-wakili kepentingan pengusaha secara langsung,selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalamperjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Ayat 3. Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) harus memenuhi syarat : mengajukan permohonan pengunduran diri secaratertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulaipengunduran diri; tidak terikat dalam ikatan dinas; dan tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri Pasal 156 Ayat 1.

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkanmembayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uangpenggantian hak yang seharusnya diterima.

Ayat 2. Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) palingsedikit sebagai berikut :
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua)tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga)tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat)tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima)tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam)tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh)tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan)tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

Ayat 3. Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalamayat (1) ditetapkan sebagai be-rikut :
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam)tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan)tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (duabelas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15(lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18(delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah; f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21(dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh )bulan upah.

Ayat 4. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganyaketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15%(lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masakerja bagi yang memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturanperusahaan atau perjanjian kerja bersama.


<><>

T.E.A.M




T = Together

E = Everyone

A = Achieve

M = More


TEAM = Together Everyone Achieve More

OK...

Wednesday, March 14, 2007

Pencerahan : Menuju Hidup Yang Bermakna

Mungkin beberapa langkah berikut ini perlu dipertimbangkan

1. Memandang pekerjaan adalah ibadah
Dalam hidup ini kita harus mempertanggungjawabkan kehidupan kita kepada Allah Sang Pemilik Kehidupan dan kepada orang lain. Dengan demikian, hendaknya setiap apa yang kita kerjakan dalam kehidupan hanyalah berorientasi pada pengabdian kita kepada Allah dan pelayanan kepada orang lain. Dengan memiliki kesadaran ini, maka pekerjaan adalah bagian dari ibadah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah dan kepada orang lain.

Memiliki kesadaran memandang pekerjaan sebagai bagian dari ibadah dapat memberikan keikhlasan hati untuk senantiasa melayani orang lain dengan baik. Apakah itu pelanggan kita, apakah itu teman-teman kita, apakah itu bos dan pemimpin kita. Dengan demikian orang lain akan memberikan apresiasi terhadap apa yang kita lakukan. Kalau hal ini dijadikan sebagai kedisiplinan, inilah modal bagi kesuksesan kita.

2. Kehidupan adalah kesempatan membantu orang lain.
Motivator kelas dunia, Zig Ziglar pernah berkata, “Anda bisa memperoleh apa pun dalam kehidupan ini sepanjang Anda juga mau menolong orang lain memperoleh apa yang mereka inginkan.” Inilah sebuah prinsip bahwa memperoleh apa yang kita inginkan dapat dimulai dengan membantu orang lain memperoleh keinginannya.

Hidup ini adalah sebuah anugerah dari Allah Tuhan Yang Maha Kaya. Sebagai rasa syukur terhadap kehidupan, kita harus menggunakannya untuk membantu orang lain, bukan hanya untuk diri kita sendiri. Hal ini secara tegas disebutkan oleh Allah bahwa kehadiran manusia ini mengemban amanah sebagai wakil Allah dimuka bumi ini. Manusia memiliki kewenangan sebagai “khalifah” penguasa kehidupan di muka bumi.

Dengan demikian setiap orang mengemban amanah untuk mensejahterakan kehidupan orang lain dan alam semesta ini. Bukan menghancurkan orang lain dan alam semesta untuk kepentingannya sendiri.

Gunakan kehidupan yang kita miliki sebagai kesempatan berharga untuk membantu banyak orang lain. Semakin banyak waktu kehidupan yang diberikan, semakin banyak manfaat yang kita bagikan untuk orang lain. Dengan demikian, hidup Anda akan jauh lebih bermakna.

3. Siapa Menabur Dialah Yang Akan Menuai
Pepatah bijak mengatakan siapa yang menabur dialah yang akan menuainya. Saya sangat sepaham dengan pepatah bijak ini, bahwa apa yang kita tabur akan kita tuai. Kalau kita menaburkan benih-benih kebaikan, maka kita akan memamen hasil kebaikan. Kalau kita menebarkan pelayanan, maka kita akan menuai kemudahan-kemudahan dalam kehidupan. Begitupun sebaliknya.

Sayangnya, banyak orang sering kurang menyadari, kalau rejeki yang kita peroleh sesungguhnya melalui orang lain. Demikian juga apa yang kita peroleh sebaiknya sebagian dibagikan bagi orang lain. Kalau kita sebagai karyawan, maka sesungguhnya gaji yang kita peroleh itu berasal dari pelanggan, bukan dari sang pemilik pemilik atau pemimpin perusahaan.

Demikian juga kalau kita seroang pengusaha, sesungguhnya keuntungan yang kita peroleh asalnya dari sang pelanggan. Maka penting memiliki kesadaran untuk memperhatikan suara dan keluhan pelanggan. Dengan memperlakukan mereka secara baik dan memuasakan, maka perusahaan akan menuai keuntungannya yang akhirnya dapat menghidupi pengushaa dan karyawannya.

Ingatlah bahwa kehidupan ibarat ladang pertanian yang subur. Setiap benih yang kita sebarkan akan tumbuh dan memberikan hasil. Kalau benih kebaikan yang kita taburkan, maka akan memberikan hasil kebaikan. Demikian sebaliknya. Maka kalau inngin meraih kesuksesan, tanamkan benih-benih pelayanan kepada orang lain, sehingga kita kan menuai kemudahan-kemudahan dalam kehidupan.


Sumber: Sukses Dengan Melayani Oleh Eko Jalu Santoso, Penulis Buku “The Art of Life Revolution”, Founder Motivasi Nurani Indonesia.

Pencerahan : Menjiwai setiap peran yang kita mainkan...

Amanat agung yang dipikul manusia dalam hidup ini, sesungguhnya hanya dapat ditunaikan andaikata masing-masing diri kita, adalah pribadi yang mampu menjiwai setiap bidang kehidupan yang dijalankannya. Dan kualitas pribadi atau pun kualitas hidup kita, dapat terukur dari sejauh mana pendalaman atau penjiwaan kita terhadap pekerjaan maupun bidang lainnya yang kita geluti atau karya yang kita lahirkan.

Sebagai seorang karyawan misalnya, kalau dapat menjiwai bidang pekerjaannya, maka ia memiliki semangat, motivasi dan gairah yang tinggi dalam menjalankan pekerjaannya. Kita dapat menjadi motivator bagi diri sendiri dan bagi orang-orang di sekitar kita, sehingga produktivitasnya menjadi semakin meningkat.

Berbeda dengan seorang karyawan yang tidak menjiwai bidang pekerjaaan yang diberikan kepadanya. Ia akan mengerjakan pekerjaannya hanya memenuhi sebatas kewajibannya agar mendapatkan gaji bulanan saja. Tidak ada kesungguhan hati, semangat dan motivasi, apalagi untuk berprestasi dalam bidang pekerjaannya. Ia cenderung seenaknya saja dalam menjalankan tugas-tugasnya.


Dalam membina hubungan dengan pasangan misalnya, kalau masing-masing mampu menjiwai perannya dengan kesungguhan hati, maka akan dapat menjadi penyenang mata dan penyejuk hati pasangannya. Mampu saling menjaga kepercayaan dan saling menyemangati dalam berjuang menghadapi kerasnya hidup, peliknya bertahan dalam keimanan.

Berbeda dengan mereka yang tidak menjiwai tugas masing-masing. Maka jiwanya akan tertekan, menganggap melayani pasangannya sebagai beban dan pasangannya dianggapnya sebagai pengekang. Tugasnya menjadi terabaikan, komunikasi mereka menjadi kering dan inilah sumber dari ketidakharmonisan dalam hubungan.

Maka melakukan evaluasi diri terhadap peran kita masing-masing dalam kehidupan ini menjadi sangat penting. Bertanyalah kedalam hati “Sejauh mana kita sudah menjiwai dengan sepenuh hati peran kita masing-masing dalam kehidupan ini ?”.

Apakah sebagai karyawan, sebagai pengusaha, sebagai pemimpin, sebagai pasangan dalam keluarga, sebagai bagian dari masyarakat, sudahkah kita menjiwai sepenuh hati peran kita ? Apakah Anda seorang professor, doktor, sarjana atau hanya lulusan SMA, sudahkah menjiwai dengan tulus setiap bidang yang kita jalankan ? Apakah memiliki pangkat presiden, menteri, direktur utama, jenderal, kapten atau orang biasa, sudahkah kita menjiwai peran kita masing-masing ?

Penjiwaan yang sepenuh hati terhadap peran masing-masing dapat melahirkan kesungguhan hati, semangat dan motivasi tinggi dalam setiap peran kehidupannya. Hal ini akan menghasilkan karya, kinerja dan prestasi kehidupan yang mengagumkan sesuai dengan suara hati nuraninya.

Menjalankan setiap peran yang dilakukannya dengan sepenuh hati, dengan ketulusan hati dan keikhlasan yang dilandasi nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dalam hidup akan menghasilkan kontribusi kebaikan kepada orang lain dan kehidupan ini. Hasilnya adalah prestasi dan keharuman diri yang akan dikenang oleh kehidupan ini.

Sumber: Menjiwai Peran Yang Dimainkan Oleh Eko Jalu Santoso, Penulis Buku “The Art of Life Revolution” penerbit Elex Media Komputindo dan Founder Motivasi Nurani Indonesia.

Tuesday, March 13, 2007

Kata Bermakna ttg Leadership

LEADERSHIP VERSUS MANAGEMENT
Management is doing things right;leadership is doing the
right things.
—Peter F.Drucker


The very essence of leadership is that you have to have vision.
You can ’t blow an uncertain trumpet.
—Theodore M.Hesburgh

Delegating work works,provided the one delegating works,too.
—Robert Half

Saturday, March 10, 2007

Catatan Rinagn : "Change : " BERGERAK !!!!! "

Bergerak...

"Sebagian besar orang yang melihat belum tentu bergerak, dan yang
bergerak belum tentu menyelesaikan (perubahan)."

Kalimat ini mungkin sudah pernah Anda baca dalam buku baru
Saya, "ChaNge".

Minggu lalu, dalam sebuah seminar yang diselenggarakan Indosat, iseng-iseng Saya mengeluarkan dua lembaran Rp 50.000. Di tengah-tengah ratusan orang yang tengah menyimak isi buku, Saya tawarkan uang itu.

"Silahkan, siapa yang mau boleh ambil," ujar Saya.

Saya menunduk ke bawah menghindari tatapan ke
muka audiens sambil menjulurkan uang Rp 100.000.

Seperti yang Saya duga, hampir semua audiens hanya diam terkesima.
Saya ulangi kalimat Saya beberapa kali dengan mimik muka yang lebih
serius. Beberapa orang tampak tersenyum, ada yang mulai menarik
badannya dari sandaran kursi, yang lain lagi menendang kaki
temannya. Seorang ibu menyuruh temannya maju, tetapi mereka semua
tak bergerak. Belakangan, dua orang pria maju ke depan sambil
celingak-celinguk. Orang yang maju dari sisi
sebelah kanan mulanya
bergerak cepat, tapi ia segera menghentikan langkahnya dan termangu,
begitu melihat seseorang dari sisi sebelah kiri lebih cepat ke
depan. Ia lalu kembali ke kursinya. Sekarang hanya tinggal satu
orang saja yang sudah berada di depan Saya. Gerakannya begitu cepat,
tapi tangannya berhenti manakala uang itu disentuhnya. Saya dapat
merasakan tarikan uang yang dilakukan dengan keragu-raguan. Semua
audiens tertegun.

Saya ulangi pesan saya, "Silahkan ambil, silahkan ambil." Ia menatap
wajah Saya, dan Saya pun menatapnya dengan wajah lucu.

Audiens tertawa melihat keberanian anak muda itu. Saya ulangi lagi kalimat
Saya, dan Ia pun merampas uang kertas itu dari tangan Saya dan
kembali ke kursinya. Semua audiens tertawa terbahak-bahak. Seseorang
lalu berteriak, "Kembalikan, kembalikan!" Saya mengatakan, "Tidak
usah. Uang itu sudah
menjadi miliknya."

Setidaknya, dengan permainan itu seseorang telah menjadi lebih kaya
Rp.100.000. Saya tanya kepada mereka, mengapa hampir semua diam, tak
bergerak. Bukankah uang yang Saya sodorkan tadi adalah sebuah
kesempatan? Mereka pun menjawab dengan berbagai alasan:

"Saya pikir Bapak cuma main-main ............"
"Nanti uangnya toh diambil lagi."
"Malu-maluin aja."
"Saya tidak mau kelihatan nafsu. Kita harus tetap terlihat cool!"
"Saya enggak yakin bapak benar-benar akan memberikan uang itu ....."
"Pasti ada orang lain yang lebih membutuhkannya...."
"Saya harus tunggu dulu instruksi yang lebih jelas....."
"Saya takut salah, nanti cuma jadi tertawaan doang........."
"Saya, kan duduk jauh di belakang..."
dan seterusnya.

Saya jelaskan bahwa jawaban mereka sama persis dengan tindakan
mereka sehari-hari. Hampir setiap saat kita dilewati oleh rangkaian
opportunity (kesempatan), tetapi kesempatan itu dibiarkan pergi

begitu saja. Kita tidak menyambarnya, padahal kita ingin agar hidup
kita berubah. Saya jadi ingat dengan ucapan seorang teman yang
dirawat di sebuah rumah sakit jiwa di daerah Parung. Ia tampak
begitu senang saat Saya dan keluarga membesuknya. Sedih melihat
seorang sarjana yang punya masa depan baik terkerangkeng dalam
jeruji rumah sakit bersama orang-orang tidak waras. Saya sampai
tidak percaya ia berada di situ. Dibandingkan teman-temannya, ia
adalah pasien yang paling waras. Ia bisa menilai "gila" nya orang di
sana satu persatu dan berbicara waras dengan Saya. Cuma, matanya
memang tampak agak merah. Waktu Saya tanya apakah ia merasa sama
dengan mereka, ia pun protes. "Gila aja....ini kan gara-gara saudara-
saudara Saya tidak mau mengurus Saya. Saya ini tidak gila. Mereka
itu semua sakit.....". Lantas, apa yang kamu maksud 'sakit'?"

"Orang 'sakit' (gila) itu selalu berorientasi ke masa lalu,
sedangkan Saya selalu
berpikir ke depan. Yang gila itu adalah yang
selalu mengharapkan perubahan, sementara melakukan hal yang sama
dari hari ke hari.....," katanya penuh semangat." Saya pun
mengangguk-angguk.

Pembaca, di dalam bisnis, gagasan, pendidikan, pemerintahan dan
sebagainya, Saya kira kita semua menghadapi masalah yang sama.
Mungkin benar kata teman Saya tadi, kita semua mengharapkan
perubahan, tapi kita tak tahu harus mulai dari mana. Akibatnya kita
semua hanya melakukan hal yang sama dari hari ke hari, Jadi omong
kosong perubahan akan datang. Perubahan hanya bisa datang kalau
orang-orang mau bergerak bukan hanya dengan omongan saja.

Dulu, menjelang Soeharto turun orang-orang sudah gelisah, tapi tak
banyak yang berani bergerak. Tetapi sekali bergerak, perubahan
seperti menjadi tak terkendali, dan perubahan yang tak terkendali
bisa menghancurkan misi perubahan itu sendiri, yaitu perubahan yang
menjadikan hidup lebih baik.
Perubahan akan gagal kalau pemimpin-
pemimpinnya hanya berwacana saja. Wacana yang kosong akan destruktif.

Manajemen tentu berkepentingan terhadap bagaimana menggerakkan orang-
orang yang tidak cuma sekedar berfikir, tetapi berinisiatif,
bergerak, memulai, dan seterusnya. Get Started. Get into the game.
Get into the playing field, Now. Just do it!. Janganlah mereka
dimusuhi, jangan inisiatif mereka dibunuh oleh orang-orang yang
bermental birokratik yang bisanya cuma bicara di dalam rapat dan
cuma membuat peraturan saja. Makanya tranformasi harus bersifat
kultural, tidak cukup sekedar struktural. Ia harus bisa menyentuh
manusia, yaitu manusia-manusia yang aktif, berinisiatif dan berani
maju. Manusia pemenang adalah manusia yang responsif. Seperti kata
Jack Canfield, yang menulis buku Chicken Soup for the Soul, yang
membedakan antara winners dengan losers adalah "Winners take action.
they simply get up and do what has to be
done.". Selamat bergerak!

Sumber: Bergerak oleh Rhenald Kasali

Change...!

Seorang guru memang harus demikian, supaya "murid" tidak bingung, langsung memahami persoalan yang dipaparkan. Rhenald juga memang seorang guru. Bahkan, menurut saya, dia seorang mahaguru. Sebagai dosen dan Ketua Program Studi Ilmu Manajemen FEUI, tentu saja ia mengajar mahasiswa yang studi tingkat lanjutan. Tentu ada guru alias dosen yang menjadi "muridnya". Juga berbagai pelaku di sektor bisnis, politik, pemerintahan.

Kemahaguruannya juga dapat dinilai dari kegemarannya "mengajar" masyarakat secara luas, yakni melalui tulisan-tulisannya di media cetak, maupun perannya dalam berbagai acara di media elektronik.

"Change! Tak Perduli Berapa Jauh Jalan Salah yang Anda Jalani, Putar Arah Sekarang Juga." Sangat provokatif memang. Tetapi memprovokasi orang lain agar kembali ke jalan benar, tentulah pekerjaan mulia.

"Dunia usaha tidak perlu takut melakukan perubahan," demikian Rhenald Kasali ketika memaparkan bukunya. Dia mengungkapkan, selama melakukan perjalanan ke daerah-daerah di Indonesia, dirinya menangkap bahwa perubahan telah menjadi aspirasi di mana-mana. Justru yang menjadi masalah adalah para pelaku manajemen yang dinilainya bergerak terlalu lama dalam merespons aspirasi tersebut.

"Hampir setiap saya memberikan ceramah tentang manajemen, selalu saja muncul pertanyaan yang sama, yaitu harus mulai dari mana?" Padahal, kata dia, perubahan dapat dimulai dari mana saja.

Inilah persoalannya. Karena tidak mengerti, akhirnya mereka melakukan kerja hari ini seperti yang dikerjakan kemarin. Padahal, masalah hari ini sudah berbeda dengan masalah kemarin. Akibatnya, kata Rhenald, kita di Indonesia seperti hidup di masa lalu dan terlalu mengandalkan "past solutions" yang tidak memberi solusi apa-apa. "Sudah sangat jelas masyarakat menuntut adanya perubahan," katanya lagi.

Berubah atau mati! Itu provokasi lain Rhenald Kasali. Buat apa suatu perubahan atau institusi terus dipertahankan kalau ia hanya menjadi beban masyarakat? Hidup, tetapi mengidap penyakit ketuaan, tidak memberi manfaat, dan menyulitkan banyak orang. Buku ini menjelaskan segala hal untuk mengelola perubahan. Untuk membuat sebuah perubahan menghasilkan prestasi besar.

Dalam setiap perubahan selalu ada dua pihak. Mereka yang menganut asas "seeing is believing" dan "believing is seeing". Padahal, untuk menciptakan perubahan, pertama-tama harus ada yang bisa mengajak semua pihak "melihat". Namun, ini saja tidak cukup. Mereka yang "melihat" belum tentu "bergerak", yang "bergerak" belum tentu "mampu menyelesaikannya".

Sebagian besar orang telah terperangkap oleh kesuksesan masa lalu. Dan seperti kata Peter Drucker, bahaya terbesar dalam turbulensi bukanlah turbulensi itu sendiri, melainkan "cara berpikir kemarin" yang masih dipakai untuk memecahkan masalah sekarang.

Dalam buku itu dia memaparkan banyak jalan yang telah ditempuh tokoh-tokoh besar dalam melakukan perubahan. Lee Kuan Yew (Singapura), misalnya, membangun negerinya dengan kebersihan, bagaimana Vaughn Beals melakukan perubahan dalam Harley Davidson, Lee Iacocca (Chrysler), Robert Voyce di Intel.

Tokoh-tokoh di dalam negeri juga ditampilkan. Disebutnya contoh Bupati Darmili (Pulau Simeulue) yang membuka daerahnya yang semula sangat terisolasi. Ada pula almarhum Cacuk Sudariyanto untuk Telkom, Marzuki Usman untuk pasar modal, Pramukti Surjaudaja (Bank NISP), dan lain sebagainya.

"We must be the change we wish to see in the world..." GANDHI. Begitu bunyi pesan singkat seorang teman ketika dia berjuang mengubah kultur sebuah badan usaha milik negara.

Menurut Rhenald, jika transformasi dilakukan secara struktural dan kultural, maka perubahan bak "pesta" yang menyenangkan

Istilah : Beda "Down time" dan "Loss Time"

Down Time adalah jumlah waktu dimana suatu equipment tidak dapat beroperasi disebabkan adanya kerusakan (failure), namun pabrik masih dapat beroperasi karna masih adanya equipment lain yang bisa menggantikan fungsi sehingga proses produksi masih bisa berjalan.
Loss Time adalah jumlah waktu produksi yang hilang (pabrik tidak dapat beroperasi) akibat adanya salah satu equipment yang kritis mengalami kerusakan.

Berbicara tentang downtime hanya untuk 1 unit equiment saja, sedangkan saat berbicara tentang Loss Time, kita berbicara tentang 1 unit pabrik (kesatuan dari beberapa equipment)

Jadi bisa saja Loss Time diakibatkan oleh Down Time dari alat yang kritis, namun saat terjadinya Down Time bukan berarti Loss Time.

Loss Time = Stagnasi Pabrik.
Saat down time terjadi, pabrik belum tentu stagnan.



Downtime sudah pasti berpengaruh pada nilai availability dari suatu equipmment saja, tapi belum tentu berpengaruh pada Loss Time. Downtime sendiri terbagi lagi menjadi 2 jenis : scheduled downtime dan unscheduled downtime. Scheduled downtime biasanya dilakukan utk tindakan Preventive Maintenance, unscheduled downtime merupakan kegagalan suatu equipment ketika sedang beroperasi (breakdown).


Saya harap anda paham !!!

Wednesday, March 07, 2007

Religi : HIKMAH BERSEDEKAH . . .


Rasulullah SAW menerangkan bahwa setiap pagi turun dua malaikat pada setiap anak Adam. Yang disebelah kanan berdoa : "Ya Allah gantilah kepada orang yang dermawan". Yang disebelah kiri berdoa : "Ya Allah hancurkan bagi orang yang bakhil".


Karena itu para ulama menganjurkan kepada setiap muslim untuk mengupayakan bersedekah setiap hari pada awal pagi dengan apa saja. Sebab sesuai penjelasan Rasulullah SAW bahwa bala' tidak akan menembus benteng sedekah seorang Mukmin. Selain seperti dalam hadis di atas Baginda SAW juga bersabda : "Sesungguhnya sedekah itu benar-benar dapat memadamkan panas kubur bagi pelakunya, sesungguhnya orang Mukmin kelak di Hari Kiamat hanyalah bernaung dalam sedekahnya".

Ada kisah menarik. Murad Khan Hasan menuturkan bahwa seluruh Faris sedang terserang hama belalang. Lantas dia memberitahu temannya Qiwan al Muluk, bahwa hama belalang juga telah menyerang seluruh ladang pertaniannya di daerah Fasa. Selanjutnya Murad Khan dan Qiwan berangkat ke sana untuk mengecek secara langsung. Masya Allah. Semua tanaman telah ludes dilalap oleh belalang. Yang menarik keduanya, ada sebidang ladang milik seorang petani, masih utuh. "Milik siapa ladang ini ?", tanya Qiwan kepada salah seorang petani yang kebetulan ada disitu. " Milik si Fulan, tukang tambal pakaian di pasar", jawabnya. "Mohon bantuan Anda untuk memanggilnya kemari", pinta Qiwam. Atas bujukan orang itu tadi, si Fulan bersedia datang memenui Qiwan. "Saya kepingin tahu, apa resepnya, sehingga ladang tuan tidak diserang hama belalang ?", tanya Qiwam. Setelah berdiam sejenak, si Fulan itu berkata : "Pertama, aku tidak pernah makan milik orang lain secara tidak syah sehingga belalang juga tidak ingin memakan milikku. Kedua, aku selalu mengeluarkan zakat dari hasil tanamanku, setelah tanaman itu aku petik. Kuberikan zakat itu kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Kemudian sisanya kubawa pulang ke rumah", tuturnya. Qiwampun memuji perilakunya dan yang ikut mendengar merasa kagum. Tentu apa yang dilakukan oleh si Fulan itu cocok dengan sabda Rasulullah SAW : "Jagalah harta kamu dengan zakat dan obatilah sakitmu dengan sedekah dan hadapilah segala cobaan dan bahaya dengan doa serta tawadhu (kerendahan hati)" ( HR.Abu Hurairah ).

Kisah lain. Sayyid Imani bercerita. "Aku bepergian untuk menunaikan ibadah haji. Kami bersama-sama Syaikh Muhammad Jawad. Di tengah perjalanan itu banyak pencoleng. Selain itu penyakit pes juga sedang menyerang sebagian jemaah. Diantaranya ada yang sudah meninggal. Semua orang pada ketakutan." " Barang siapa yang ingin selamat dari bahaya penyakit pes, maka hendaklah bersedekah sesuai dengan kemampuan kalian ", ajak Syaikh Muhammad Jawad. Mendengar fatwa sang ulama kharismatik itu, sebagian besar anggota rombongan jemaah haji, mengeluarkan zakat dan atau sedekahnya. Setelah itu mereka meneruskan perjalanannya.

Allah SWT menunjukkan kekuasaan-Nya. Sayyid Imani menerangkan, bahwa dalam perjalanan itu semua orang yang berzakat dan atau bersedekah, selamat dan kembali ke negerinya dalam keadaan selamat pula. Adapun orang yang tidak mau mengeluarkan zakat dan atau sedekahnya itu, semuanya terserang penyakit pes dan ada yang meninggal dunia. Masya Allah.

Dalam majalah Harmonis dikisahkan.Ada kejadian menarik dialami oleh sebagian masyarakat desa Putukrejo, Kecamatan Gondonglegi, lebih kurang 20 km dari kota Malang, beberapa tahun yang silam. Ketika musim panen padi hampir tiba, datanglah hama wereng yang telah memusnahkan sebagian besar padi milik penduduk di desa sekitarnya. Padahal penyemprotan anti hama telah dilakukan, namun tidak membuahkan hasil. Aneh tapi nyata. Diluar dugaan serangan hama wereng itu tidak sampai kedesa Putukrejo ini. Mereka sangat bersyukur karena bisa menikmati hasil panennya. Setelah diteliti, ternyata masyarakat di desa ini yang mayoritas beragama Islam, amat disiplin mengeluarkan zakat setiap habis panen.

Sayyid Abdul Husain Dasghib dalam bukunya "Catatan dari Alam Gaib" antara lain menulis : "Sesungguhnya sedekah dapat menjadi perisai tubuh kita dari penyakit, selain ajal yang sudah pasti datangnya ; menjadi tameng bagi harta kekayaan kita dari marabahaya. Sedekah dapat menjadi penyelamat bagi tubuh dan harta kekayaan kita."
Zakat bermakna pembersih, penjaga dan penyubur. Imam Shadiq berkata : "Titipkanlah harta kekayaan Anda kepada Allah. Dia yang menjaga harta kekayaan kalian itu. Dia yang menolak segala macam bencana. Dia yang dapat melipatgandakan kekayaan itu. Dan Dia yang akan mengembalikannya kepada kalian, pada saat kalian membutuhkannya."

Secara singkat, sesungguhnya manusia mampu membuat "asuransi" Ilahi atas dirinya, ruhnya, keluarganya, harta kekayaannya, dengan cara berzakat dan bersedekah. Karena Allah-lah yang mengatur tata cara berzakat dan bersedekah serta syarat- syaratnya secara rinci, maka yakinlah bahwa Allah adalah sebaik-baik penjaga. Dia tidak akan mengingkari janji-Nya.

Diantara keajaiban zakat dan sedekah di jalan Allah, bahwa hal itu tidak akan mengurangi sedikitpun harta kekayaan mereka, bahkan merupakan sebab bertambanya harta kekayaan tersebut. Banyak sekali hadis Rasulullah SAW mengenai keutamaan bersedekah. Antara lain : "Undanglah rezeki dengan memperbanyak sedekah ". " Tidak akan berkurang harta yang disedekahkan, bahkan akan bertambah, akan bertambah dan akan bertambah." Dalam hadis Qudsi riwayat Ibnu Mas'ud Allah berfirman : "Wahai Bani Adam!. Lakukanlah sedekah, pasti Aku akan limpahkan kurnia kepadamu. Sesungguhnya Yaminullah ( gudang nikmat dan kelebihannya ) sangat penuh berlimpah ruah, tidak akan susut sedikitpun siang atau pun malam."

Wallahualam.

Semoga kita digolongkan sebagai hamba yang suka bersedekah...aminnnn

BUKU : Re-Code, Your Change DNA



Rhenald Kasali meyakini, DNA bisa diubah, dapat di-re-code, didesain, agar melahirkan manusia-manusia dan organisasi yang unggul.
DUA puluh tahun lalu, Dubai hanyalah padang pasir yang tandus. Syeik Mohammad, seorang Muslim konservatif tapi berpendidikan Barat, mengubah daerah yang sama sekali tidak menarik itu menjadi Hongkong-nya Timur Tengah.
Apa yang mengubah itu semua? Sederhana saja: kekuatan pemikiran. Keterampilan memimpin. Sumber daya. Visi tentang masa depan.
Pikiranlah, dan bukan alat, yang mengubah Dubai, juga dunia. Syeikh melihat, ladang minyak kelak akan kering. Masa depan adalah perdagangan. Karena itu ia membangun fasilitas perdagangan, sejak dari pelabuhan udara, pusat bisnis, maskapai penerbangan, hingga fasilitas leisure kelas dunia.
Untuk mewujudkan obsesinya, Syeikh Mohammad melanggar tabu di dunia Arab konservatif: mengundang orang Barat yang pintar, yang kelas satu, untuk masuk dalam tim ekonominya.
Saat membangun Emirates Airlines, misalnya, ia menggaji mahal para ahli yang datang dari berbagai suku bangsa, warna kulit, dan agama. Emirates kini menjadi salah satu maskapai terbaik di dunia, sejajar dengan penerbangan kelas dunia ala Singapore Airlines.
Dubai sekarang adalah Dubai yang terbaik di dunia: bandara terbaik di dunia, maskapai terbaik di dunia, gedung tertinggi di dunia, tempat berlibur selebriti dan tokoh-tokoh kelas dunia, dan seterusnya.
Dengan pemikirannya, Syeikh Mohammad melahirkan sisi lain dunia Muslim, sisi lain negara kerajaan Islam tradisional. Sisi lain negara dunia ketiga.
Kata Rhenald Kasali: ". lawan kita tidak ada di luar sana, melainkan di dalam rumah sendiri. Lawan, salah satunya, adalah belenggu. Belenggu ada di pikiran, tradisi, organisasi, peraturan, ketakutan."
Syeikh Mohammad mampu keluar dari "penjara-penjara" itu, melahirkan pemikiran yang benar-benar baru, dan menghasilkan karya yang belum pernah ada.
Di Bangladesh, ada orang seperti Syeikh Mohammad (kini almarhum, yang kepergiannya dihormati tidak saja oleh pemimpin di Timur Tengah, tapi juga para pemimpin dunia). Di Bangladesh, tokoh itu bernama Muhammad Yunus.
Yunus seorang ahli ekonomi. Menurut ilmu yang dipelajarinya, orang miskin tidak bisa mendapatkan pinjaman bank karena prinsip kolateral. Si miskin mustahil bisa mengembalikan dana pinjaman bank. Karena itu, mereka tidak berhak mendapatkan kredit. Pandangan itu, tepatnya, "penjara" pemikiran itu, sudah menjadi semacam dogma di kalangan ahli ekonomi dan pengelola perbankan.
Para ahli ekonomi dunia, dalam rangka membantu si miskin, merumuskan formula subsidi. Si miskin pasif, hanya sebagai obyek penerima bantuan. Mereka orang bodoh.
Yunus meninggalkan "penjara" cara berpikir ilmu ekonomi, ilmu yang telah dipelajarinya bertahun-tahun dan telah memberinya gelar profesor. Ia turun gunung, ke luar dari kampus, terjun langsung ke masyarakat.
Dan, ia menemukan, rakyat miskin, petani miskin, pengemis, sesungguhnya memiliki kemampuan. Mereka pekerja keras. Pengemis, misalnya, bekerja keras dengan mengemis. Mereka hanya perlu sedikit bantuan modal.
Saat ide ini ditawarkan ke pemerintah, ke bank konvensional, tidak ada yang merespon dengan baik. Mereka mengira profesor ekonomi ini sedang gila.
Yunus kemudian mendirikan Bank Grameen (Grameen berarti pedesaan atau kampung). Sistemnya dibuat baru, tidak mengikuti bank konvensional. Sistem kolateralnya dibuat berkelompok. Mereka didorong untuk mengembangkan semangat wirausaha sehingga kelak mampu mengembalikan dana pinjaman.
Ternyata, sambutan rakyat miskin luar biasa. Dalam tempo singkat, nasabahnya meningkat menjadi tiga juta orang. Cabangnya tersebar di 46 ribu desa. Karyawannya 12 ribu orang. Recovery rate sebesar 99 persen. Kredit macetnya sangat kecil.
Sukses Grameen membuat ahli-ahli ekonomi dari seluruh dunia belajar ke Bangladesh tentang bagaimana cara mengelola rakyat miskin. Lebih 100 negara mengadopsi sistem yang dibuat profesor ekonomi yang keluar dari "penjara" pemikiran ekonomi tersebut (halaman 100).
Itulah yang mengantar Yunus meraih gelar Nobel di bidang ekonomi. Berikut rahasia di balik karya besar itu: "Saya meninggalkan cara berpikir seekor burung, yang memungkinkan kita melihat segala-galanya jauh dari atas, dari langit. Saya mulai melakukan pandangan seekor cacing, yang berusaha mengetahui apa saja yang terpapar persis di depan mata saya --mencium baunya, menyentuhnya, dan melihat apakah ada sesuatu yang bisa saya lakukan."
Di AS, tahun 1960-an, ada seorang tokoh yang memperjuangkan isu paling sensitif dan emosional, yaitu persamaan hak kulit hitam.
Martin Luther King memperjuangkan idealisme tidak dengan kekerasan, jalan yang sering ditempuh para pejuang. Ia memperjuangkan idealisme melalui jalan damai, mirip seorang guru, dengan pidato, dengan kuliah. Karena itu, ia tetap dikenang sebagai salah seorang pemimpin besar sampai saat ini.

***

RHENALD Kasali seorang ahli manajemen. Buku Re-Code sangat sedikit berbicara tentang manajemen, tapi tentang bagaimana agar manusia dan organisasi unggul mengatasi tantangan perubahan.
Di tulis seorang yang membangun karier sebagai jurnalis, buku ini enak dibaca, gaya bahasanya encer. Beda dari buku-buku yang serius lainnya, buku ini seperti majalah, kaya ilustrasi dan foto. Full color pula.
Diperkaya dengan penceritaan tentang pengamatan dari hasil kunjungan ke berbagai negara, dari Afrika, Timur Tengah, hingga Eropa, buku ini penuh warna cerita.
Buku pertamanya, Change!, menjadi salah satu best seller. Buku yang diterbitkan tahun 2004 ini telah terjual 65 ribu eksemplar. Gramedia Pustaka Utama, penerbit buku tersebut, mengklaim, inilah buku yang berpengaruh sepanjang tahun 2005-2006 dan menjadi motor penggerak munculnya pembaharuan.
Buku terbarunya, Re-Code, tentu diharapkan meraup sukses yang sama. Sejak 17 Februari lalu, Rhenald menggelar serangkaian seminar di berbagai kota besar di Indonesia. Di Makassar, seminar dengan tarif Rp 500 ribu ini akan dilaksanakan 14 April nanti di Hotel Santika.

***

BUKU ini mengupas DNA, istilah biologi, singkatan dari deoxiribo nuclead acid. Kira-kira artinya, molekul pembawa sifat. Dialah unsur dalam tubuh yang mempengaruhi sifat manusia, karena itu, mempengaruhi cara berpikir, cara kerja, dan akhirnya prestasi kerja.
Majalah National Geographic (Maret 2006) menulis: Setiap tetes darah manusia berisi buku sejarah yang ditulis dalam bahasa genetika kita (halaman 36).
DNA semacam memori dalam tubuh yang mengandung sifat-sifat khas. Dia ada sejak manusia lahir. Sifat manusia kemudian dipengaruhi oleh lingkungannya. Lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial.
Secara aktif, manusia bisa mengubah DNA-nya. DNA bisa di-re-code, demikian Kasali. Salah satunya, ubah cara berpikir, re-code pikiran: dari problem based ke solution based, contohnya. Jangan hanya pintar mengungkapkan masalah. Yang terpenting adalah pintar mengatasi masalah.
Karena itu, re-code DNA harus fokus pada pada manusia yang menjalankan perubahan, bukan alatnya (first who then what). Pada manusia, fokus pada cara berpikirnya. Cara berpikir melahirkan emosi, perilaku, hasil kerja. Perbaiki kinerja, misalnya, dengan memperbaiki cara berpikir (halaman xvi).
Cara berpikir individu harus dibebaskan dari belenggu dan penjara tradisi, organisasi, peraturan, ketakutan. Cara ini diyakini Kasali mampu melahirkan manusia inovatif, manusia yang unggul di zaman yang terus berubah, semacam Syeikh, seperti Yunus, semisal Luther King.
Ada lima unsur dalam DNA yang positif, yang ada pada manusia yang unggul. Ke sanalah re-code diarahkan, diciptakan, di-create.
Kasali menyebutnya OCEAN. Openness to experience. Bukalah pikiran, nikmati dan bergumullah dengan hal-hal baru. Hindari jalan dan cara kerja yang rutin. Selalu "mengembara", mencari jalan baru. Namanya jalan orisinil.
Kedua, Conscientiousness. Kata yang sulit dieja ini maknanya keterbukaan hati dan telinga. Penuh kesadaran mendengarkan, baik yang terdengar maupun yang terasakan.
Ketiga, Extroversion. Keterbukaan diri terhadap orang lain. Keempat, Agreeableness. Keterbukaan pada kesepakatan. Menghindari konflik.
Yang terakhir, N, Neuroticism. Terbuka terhadap tekan. Tidak mudah menyerah. Tantangan dianggap sebagai bunga-bunga yang indah yang menghiasi perjuangan memenangkan persaingan. Bukanlah usaha menemukan hal baru kalau tidak ada tekanan, di dalam maupun di luar organisasi.
Itulah sifat-sifat manusia dengan DNA unggul. Setelah me-re- code individu, tugas selanjutnya, re-code organisasi.
Organisasi, termasuk perusahaan, terbentuk dari kumpulan individu. Organisasi yang tidak relevan dengan tuntutan perubahan akan punah kendati organisasi itu dihuni sejumlah individu yang DNA-nya telah di-re-code.
Karena itu, Kasali menekankan pentingnya re-code leader, pemimpin organisasi.
"Saya sadar, kita semua sangat tergantung pada pemimpin dan kepada merekalah buku ini ditujukan," kata Kasali (halaman 258). Kunci sukses re-code organisasi ada di tangan pemimpin.
Pemimpin organisasi yang bagus: dapat menggerakan, datang memberi insipirasi, energinya terasa di mana-mana. Pemimpin pada level ini tidak hanya berdasarkan SK.
Pada level ini, tahap kelima perkembangan kepemimpinan menurut Kasali, seorang pemimpin adalah personhood. Ia penuh respek, guru, spritual. Dialah sumber utama energi, inspirasi, pemberi arah organisasi.
Bila Anda belum sampai ke tahap tersebut, itu artinya Anda perlu melakukan re-code, perlu memperbaharui DNA kepemimpinan Anda.
Sebaliknya, mana kala pemimpin sudah mencapai tahap tersebut, dia telah memiliki modal yang kuat untuk melakukan re-code terhadap individu-individu kunci (key players) di organisasi yang dipimpinnya.
Secara sederhana, inti dari semua re-code, berbekal OCEAN, adalah membangun sikap-sikap yang responsif terhadap perubahan dengan membuang jauh rintangan, belenggu, dan "penjara" tradisi, organisasi, peraturan, dan ketakutan. Tujuannya adalah menghasil pemikiran dan selanjutnya karya yang unggul.
Pemimpin yang melakukan re-code pada organisasi pada dasarnya memimpin organisasinya mengarungi perubahan untuk memenangkan persaingan.
Agar sukses, pemimpin harus didukung visi, keterampilan, insentif, sumber daya, dan rencana tindak (action plan). Semua unsur itu harus ada, bahu membahu mendorong organisasi mencapai tujuannya.
Inilah formula Kasali:
* Pemimpin dengan keterampilan, insentif, sumber daya, dan rencana tindak, tapi tanpa visi, akan menciptakan kekacauan.
Visi adalah arah, tujuan. Ke sanalah seluruh lini organisasi mencurahkan semua tenaga dan pikiran untuk mendorong perusahaan mencapai tujuannya. Karena itu, menurut Kasali, kendati pemimpin memiliki segala yang dibutuhkan (keterampilan, insentif, sumber daya, dan rencana tindak), tapi bila tanpa visi, yang muncul hanyalah kekacauan.
Semua karyawan mungkin saja sudah bekerja keras, tapi tanpa visi, karyawan akan bekerja keras untuk tujuan yang samar-samar atau bahkan dengan tujuan yang tercerai berai.
* Tapi visi saja tidak cukup. Pemimpin dengan visi, insentif, sumber daya, dan rencana tindak, tapi tanpa keterampilan, akan menghasilkan kecemasan.
Pemimpin perlu memiliki keterampilan untuk mencapai visi. Keterampilan (kompetensi) ibarat tangga bagi pemimpin mencapai visi. Tanpa itu, hari-hari akan diisi dengan pidato, bukan tindakan.
* Pemimpin harus juga memiliki kewenangan yang luas untuk memberikan insentif kepada karyawan yang berprestasi. Pemimpin yang memiliki visi, keterampilan, sumber daya, dan rencana tindak, tapi tanpa insentif (di tangannya), akan menghasilkan penolakan karyawan.
* Pemimpin dengan visi, keterampilan, insentif, dan rencana tindak, tapi tanpa sumber daya, akan melahirkan perasaan frustrasi. Si pemimpin akan berkhutbah tentang apa yang harus dicapai, bagaimana caranya, tapi tidak tahu harus mencapainya dengan sumber daya apa.
* Kasali menekankan pentingnya rencana tindak yang terukur dan tertulis. Ini merupakan salah satu prasyarat re-code organisasi. Ia menulis: Pemimpin dengan visi, keterampilan, insentif, sumber daya, tapi tanpa rencana tindak, akan melahirkan kegagalan.
Rumusan itu dikemukakan untuk menjelaskan betapa banyak pemimpin, CEO yang dibayar mahal, akhirnya gagal total, karena tidak memiliki semua prasyarat yang diperlukan untuk melakukan re-code organisasi.
Sebagai leader, si CEO telah sukses melakukan re-code terhadap dirinya sendiri. Tapi tanpa sumber daya dan sistem insentif yang bagus untuk karyawan berprestasi, misalnya, si CEO akan gagal melakukan re-code terhadap organisasi bisnis yang dipimpinnya.
Ada cerita sukses me-re-code organisasi bisnis. Kasali menyebut Mohtar Riady, perintis BCA. Riady diundang konglomerat Om Liem untuk membesarkan BCA.
Saat Riady datang, BCA dalam kondisi ini: bank kecil, tenaga profesionalnya relatif hampir tidak ada, modal bisnisnya sekadar ada. Siapapun yang datang ke sana pasti akan segera mencium aroma sulit (halaman 23).
Riady memanfaatkan sumber daya yang ada dengan membuka akses ke Bogasari, Indofood, dan relasi bisnis PT Indocement. Tiga perusahaan itu milik Om Liem.
Riady memanfaatkan secara maksimal sumber daya yang dimiliki, yang didukung visinya yang kuat dan keterampilannya yang memadai sebagai seorang bankir (pernah bekerja di Bank Panin). Sekarang BCA telah menjadi salah satu bank papan atas di Indonesia.


***

KATA Kasali: ". para pemenang di abad ini sudah jauh di depan, pikiran-pikiran sebagian besar orang kita masih di masa lalu."
Itulah salah satu yang menjelaskan, mengapa organisasi kita (negara, partai politik, organisasi bisnis) kita tertinggal dibanding bangsa-bangsa lain. Warga bangsa yang maju bergaul dengan pikiran-pikiran masa depan, sedangkan kita bergumul dengan pikiran-pikiran masa lalu.
Ada contoh tentang kaum Gypsy. Mereka datang dari India ke negara-negara Eropa Barat. Dari dulu sampai sekarang, kesan terhadap mereka sama saja: kumuh, pengutil. Desa-desa telah berubah menjadi kota, lalu menjadi metropolitan. Tapi Gypsy tetaplah Gypsy, kumuh dan pengutil.
Perusahaan, seperti halnya sebuah bangsa, sebuah komunitas, tak terelakkan untuk masuk dalam suatu sistem kompetisi dengan prinsip seleksi alam. Kaum Gypsy, yang gagal mengatasi perubahan desa menjadi metropolitan, terancam punah.
Siapakah yang bisa bertahan, terus hidup, dan bahkan terus memimpin?
" . bukan yg kuat yang bertahan tapi yg mampu menyesuaikan diri dengan keadaan," tulis Kasali. Nokia, misalnya, menyesuaikan diri dari perusahaan pengelola hasil hutan, alat komunikasi, televisi, bahkan pembuat sepatu boot menjadi pembuat telepon selular kelas dunia.
Nokia menyambut perubahan, mengendalikannya, menaklukannya, dan dia menang. Sedangkan perusahaan lain yang mencoba melawan arus perubahan, dengan menerapkan strategi bertahan, akhirnya ambruk. Benarlah ara pelatih sepak bola yang meyakini, strategi menyerang adalah pertahanan yang paling bagus.
Kata Kasali, tekanan-tekanan eksternal memaksa perusahaan untuk berubah atau punah (halaman 33).
"Kita bisa saja menjadi tampak tua bukan semata-mata karena kita benar-benar sudah tua. Kita bisa menjadi tampak tua karena ada banyak orang yang tampak lebih muda di sekitar kita," tulis Kasali.
Mereka tampak lebih muda karena merespon perubahan dan menyesuaikan diri (menyesuaikan sikap mental dan meningkatkan kompetensi).
Jadi, re-code dalam diri dan organisasi adalah upaya secara terus menerus memperbaiki diri dan organisasi untuk tetap memenangkan persaingan atau seleksi alam dengan memahami, mengendalikan, dan menaklukan perubahan.
Dalam buku ini, berkali-kali Kasali menekankan pentingnya mengantisipasi perubahan dengan melihat ke depan, bukan hari ini, di sini.
Syeikh Mohammad, Muhammad Yunus, dan Marthin Luther King melakukan apa yang mereka anggap harus dilakukan hari ini --walau terkadang mereka dianggap orang gila-- untuk menyongsong hari depan. Tinggal pilih, mau yang model Syeikh, Yunus, atau Martin Luther King ( portal tribuntimur,2007 )


Manajemen: Pentingnya "Re-Code" DNA untuk Perubahan Signifikan


Sebuah bangsa yang mampu bertahan (survive) bukan hanya dituntut berdaya saing, tetapi juga harus adaptif. Sebelum menggunakan kemampuan daya saing, bangsa itu harus mampu beradaptasi.

"Adaptif di sini berarti bisa hidup dan melakukan hal-hal yang tidak biasa karena keadaan lingkungan ekonomi dan politiknya pun sedang tidak biasa. Kita harus melepaskan belenggu-belenggu pemikiran dan kehidupan masa lalu," ujar pakar manajemen dari Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, dalam peluncuran buku barunya, Re-Code Your Change DNA, pekan lalu di Jakarta.

Menurut Rhenald, berbagai peristiwa yang dialami dan direspons dunia usaha, pemerintah, lembaga-lembaga pengawasan, dan parlemen di Indonesia saat ini semakin menunjukkan pentingnya pengkodean ulang atau re-code yang berarti membebaskan belenggu-belenggu yang kita buat sendiri agar lebih responsif dalam menghadapi setiap persoalan di era serba cepat ini.

"Tuntutan masyarakat saat ini terletak pada lima hal, yaitu kecepatan, kemudahan, informatif, bersahabat, dan kesederhanaan," katanya.

Selama ini sering kali orang mengatakan bahwa dari dulu keadaan sudah seperti sekarang, jadi mau diapakan lagi. Hal tersebut seakan-akan menunjukkan ada semacam faktor keturunan, semacam genetika yang terkode dalam perilaku orang-per orang dan terkunci di sana. "Oleh sebab itu, kita perlu re-code terhadap DNA tersebut atau kebiasaan-kebiasaan lama yang membelenggu," ujar Rhenald.

Ada lima unsur pembentuk sifat perubahan (change DNA). Pertama, keterbukaan pikiran (openness to experience), khususnya terhadap hal-hal baru, hal-hal yang dialami dan dilihat mata sendiri. Kedua, keterbukaan hati dan telinga (conscientiousness). Ketiga, keterbukaan diri terhadap orang lain (extroversion), kebersamaan, dan hubungan-hubungan. Keempat, keterbukaan terhadap kesepakatan (agreeableness) di mana tidak mudah memilih konflik. Kelima, keterbukaan terhadap tekanan-tekanan (neuriticism).

Menurut dia, dewasa ini re-code menjadi prioritas bagi dunia usaha, sekaligus pelayanan publik. Re-code menyangkut dua pilar penting, yaitu re-code manusia, yakni dalam hal cara berpikir dan memimpin; dan re-code organisasi. "Belenggu-belenggu itu ada di organisasi, tapi yang terpenting justru ada pada manusianya, yaitu cara berpikirnya," kata Rhenald.

Dari Presiden

Secara khusus, Rhenald menyoroti pentingnya decision management, terutama oleh presiden sebagai pemimpin bangsa ini. Selama ini presiden memang telah melakukan berbagai pengambilan keputusan (decision making) untuk mengatasi persoalan yang ada. Sering kali langkah pengambilan keputusan tersebut dipandang cukup untuk mengatasi berbagai persoalan. Padahal semua itu masih memerlukan decision management.

Dia mencontohkan departemen-departemen yang saat ini hampir tak ada yang memedulikan. Para menteri sibuk mengurusi urusannya sendiri dan bahkan tidak lagi memerhatikan kondisi departemennya. "Intinya adalah harus mau berubah dan perubahan itu termasuk perubahan cara berpikir," katanya.

Dia mencontohkan Le Peres, putra seorang tetua adat Suku Masai yang selalu menggunakan jubah merah. Ia menjadi salah seorang yang mencetuskan perubahan dalam sukunya. Dia mencoba menjadi seorang Afrika yang tidak terbelakang dengan menempuh pendidikan ke tempat yang jauh meskipun untuk itu dia harus berjuang keras.

Menurut Rhenald, re-code harus diprioritaskan pada lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan. Universitas-universitas masih memiliki belenggu yang melahirkan manusia-manusia pintar, tetapi perilakunya terbelenggu dengan cara pikir yang keliru.

"Selain universitas, dunia usaha dan pemerintah pun memerlukan re-code. Re-code itu sangat penting karena kita harus menggunakan cara yang tidak biasa untuk menghadapi situasi yang tidak biasa untuk membuat perubahan yang signifikan di negeri kita ini," ujarnya. ( Kompas Jan.10.2007 )

Genetika Tentukan Cara Orang Berpikir

MANUSIA adalah makhluk sosial. Ia tak bisa hidup sendiri, sebab dalam dirinya sudah terpatri jiwa kebersamaan antarsesama. Maka dalam bersosial itulah, keinginan untuk memberikan hal terbaik kepada orang lain maupun untuk kepentingan dirinya sendiri menjadi cita-cita yang amat diimpikan oleh semua umat manusia di muka bumi.

Hanya saja, tidak semua orang bisa melakukannya secara serta-merta. Bukankah kita menyadari bahwa di dunia ini ternyata tidak semua orang berperilaku baik?

Dalam kerangka itulah, buku ini hadir layaknya terapi bagi mereka yang mengidamkan perubahan dalam dirinya dan terutama dalam sebuah lembaga (perusahaan). Kepiawaian Rhenald Kasali, penulis buku ini, tentu tak dapat diragukan lagi kemampuannya dalam menyajikan pelbagai tips, data sekaligus fakta.

Apalagi, buku berjudul provokatif ini, Re-Code, Your Change DNA sengaja dihidangkan bagi pembaca sebagai tindak lanjut karya Rhenald sebelumnya, Change! yang mendapat respons positif dan mengglobal di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Secara khusus, buku ini sebagaimana diakui Rhenald dalam kata pengantaranya, merupakan jawaban atas Change! yang oleh sebagian kalangan dinilai masih menyisakan sejumlah persoalan.

Pasalnya, ketika Change! dipresentasikan kepada hampir semua bawahan, maka semuanya mengangguk-anggukkan kepala. Tetapi ketika akan dijalankan, terasa sekali betapa beratnya. Orang-orang yang mengangguk-anggukkan kepala itu ternyata hanya mampu menjadi penonton.

Dibandingkan buku sebelumnya, Change!, buku ini terasa lebih segar penyajiannya. Selain karena penulisnya memiliki latar belakang sebagai wartawan sehingga bahasanya enak dibaca, buku ini juga penuh warna. Foto, ilustrasi, dan sajian grafis yang disajikan dalam buku ini sangat membantu kita untuk memahami isi buku. (Ali Usman, pustakawan tinggal di Yogyakarta)
Re-code Your Change DNA adalah buku yang harus dibaca siapa pun yang ingin melakukan perubahan dalam hidupnya. Untuk beranjak dari satu titik tempat kita sedang berada ke tempat yang kita inginkan, maka kita harus berubah. Apa yang diperlukan dalam proses perubahan itu?

Berdasarkan pengalamannya, perjalanannya, buku-buku dan riset yang dipelajarinya, Rhenald Kasali yang saat ini adalah staf pengajar UI dan menjabat Ketua Program Magister (MM) universitas yang sama menyusun sebuah teori tentang bagaimana terjadinya sebuah perubahan.

Dengan teori yang diajukannya --dari Re-code individu, Re-code leader, Re-code pikiran, Re-code organisasi, hingga Re-code the critical mass-- Rhenald sepertinya akan kembali berkeliling dari seminar ke seminar, dan dari organisasi ke organisasi, untuk mengajarkan langsung teorinya itu. Sebelumnya, hal yang sama terjadi setelah cHaNge! terbit dan mendapat sambutan yang sangat baik dari pembaca.

Menurut Rhenald, agar tetap unggul dalam dunia bisnis yang kompetitif, setiap organisasi harus adaptif terhadap perubahan. Organisasi yang adaptif didukung oleh SDM dengan kadar Change DNA yang tinggi. Change DNA adalah sifat-sifat dasar yang membentuk diri seseorang sehingga ia mampu melihat dan bergerak melakukan perubahan.

Unsur-unsur pembentuk sifat perubahan (Change DNA) itu dapat disingkat menjadi OCEAN, yang terdiri dari Openness to experience, Conscientiousness, Extroversion, Agreeableness, dan Neuroticism. Buku ini juga menyediakan tes untuk mengukur kadar OCEAN Anda, sehingga Anda bisa mengetahui bagian mana yang perlu Anda benahi untuk menjadi seorang penggerak perubahan.

Rhenald memberi ilustrasi beberapa individu yang dianggapnya mempunya Change DNA yang unggul, yaitu Muhammad Yunus yang mendirikan bank untuk pengemis, Paul Otellini yang membuat perubahan besar-besaran di Intel, Sheikh Mohammed Bin Rashid Al Maktoum yang mengubah Dubai dari sebuah padang pasir menjadi Hongkong-nya Timur Tengah, dan juga Martin Luther King yang memperjuangkan hak-hak kaum kulit hitam.

Cerita-cerita di atas disampaikan dengan cara yang menarik dan sangat inspiratif. Tidak ketinggalan, disertai juga foto-foto yang menarik, yang mewarnai seluruh buku ini. Buku ini adalah buku manajemen yang disampaikan dengan cara yang "ngepop". Setiap bab dilengkapi dengan foto, ilustrasi, kutipan, kesimpulan, komentar penulis, dan bahkan foto-foto penulis sendiri dalam berbagai ekspresi.

Tidak hanya cerita tentang tokoh-tokoh dunia seperti disebutkan di atas, dalam buku ini juga terdapat cerita dari organisasi-organisasi di Indonesia, seperti Citibank, BCA, dan terutama dalam pemerintahan kita. Betapa Rhenald sang guru ingin melihat perubahan dalam bangsa ini. Perubahan itu harus dimulai dengan adanya pemimpin yang memiliki Change DNA unggul. Karena itu dalam buku ini juga diuraikan banyak teori tentang kepemimpinan.

Bila Anda ingin organisasi Anda berubah, maka mulailah dengan me-re-code Change DNA Anda sendiri ( portalhr.com)

ReCoding tidak hanya dalam bidang cara berpikir dan memimpin tetapi juga dalam bidang keorganisasian. Semua lembaga mulai dari lembaga kepresidenan, kementerian, universitas maupun bisnis memerlukan decoding. Yang dilakukan pemerintah misalnya baru dalam taraf ‘decision making’ tetapi belum sampai kepada ‘decision management’. Dengan perkataan lain mungkin dimaksudkan apa yang sudah diputuskan pemerintah belum tentu pula telah dimanajemen dengan baik dalam hal penerapan nyatanya di lapangan. Contoh yang sangat jelas ialah keputusan soal pemberantasan korupsi, pengentasan kemiskinan dan yang paling menyolok ialah penanggulangan pasca bencana.

Kalau Vincent Liong berbicara maka tidak ada manusia yang perduli karena siapalah mahasiswa psikologi Unika Atma Jaya yang pada semester satu IP-nya hanya 0.5 itu. Namun ia membicarakan topik yang sama dengan terminologi yang berbeda yaitu perlunya diadakan “memory deconstruction & reconstruction” atau “proses dekon” (semula disebut “pineal reprogramming” yang berbau neurologis) untuk melakukan perubahan revolusioner paradigma berpikir dan berperilaku. Caranya yang dilakukannya untuk memperkenalkan idenya itu memang “menyebalkan” yaitu “e-mail bombing” dan serangan verbal (verbal assault) kepada lembaga pendidikan papan atas yang mapan.

Suatu hal yang tetap menarik bagi saya sebagai pengamat ialah bahwa banyak sekali buku ditulis dengan topik “WHAT TO DO” termasuk buku Renald Khasali tersebut dan hampir jarang sekali yang memberikan pedoman aplikasi praxis tentang “HOW TO DO” it. Recoding DNA menyajikan suatu kemungkinan perubahan (possible changes) yang sangat penting, bahkan sangat urgen tetapi tidak seorangpun tahu bagaimana cara melakukannya dengan benar dan tepat sasaran. Misalnya, harus dibangun keterbukaan hati dan telinga (conscientiousness) tetapi teknik atau cara melaksanakannya bagaimana? Sama saja dengan membuat pernyataan kosong bahwa orang harus kaya supaya dapat beramal banyak. Atau one step lower orang harus berusaha giat berbisnis supaya kaya. Yang pokok yaitu bagaimana aplikasinya tidak diperinci kecuali hanya himbauan supaya mencari sendiri upaya dan jalannya masing-masing. Buku “WHAT TO DO” hanya mampu menyajikan bunga rampai ‘WHAT REQUISITES” yang harus ada atau diusahakan. Yang kita butuhkan secara nyata hanyalah ‘HOW TO DO” atau SOP praxis.

Paling tidak Vincent Liong dengan “memory deconstruction”-nya telah menyusun suatu Standard Operation Procedure (SOP) yang (semi) baku. Sedang tekniknya dapat dilakukan lewat “metode jalan panjang” lewat kemampuan “pineal meditation.” Atau dengan dekon ”genuine method” - jalan pendek khas Vincent - lewat “memory confusion” method dengan pencicipan berbagai mixture minuman ringan yang diramu secara “random mixing” dengan dua atau tiga variannya. Kemudian diikuit dengan prakiraan “efek sampingan” yang diakibatkannya. “Agitation method” ini dilakukan untuk merangsang bekerjanya “intuitive thinking” otak hemisfir kanan karena terpaksa karena sama sekali tidak ada unsur logik di sana yang dapat diandalkan. Akibatnya, roda otak kirinya (rational thinking) macet total. Metode kedua ialah lewat “prediksi isi buku” dan “prediksi perbedaan rasa” dari berbagai warung fast food yang menjual menu yang sama.

Proses dekon tersebut mampu mengubah “cara berpikir terminal” (terminal thinking) menjadi lebih utuh, lebih netral, dan lebih seimbang (transcendental balancing thinking). Keberhasilannya dapat sangat cepat – sekitar 3 jam saja – tetapi ongoing proses reconstruksi internal selanjutnya dapat lebih lama dan tergantung pada tingkat ekstremitas cara berpikir terminal orang yang di-dekon.
Secara minimal subyek ter-dekon akan mengalami perubahan sikap yang sangat signifikan pada akhir session dekon dibandingkan dengan pada saat ia pertama datang memperkenalkan diri. Bila pada permulaan dia sangat 'stressfull' maka akhir session ia akan selalu tampak lebih relax dan "stressless". Apakah ini semacam proses hypnosis? Sama sekali bukan, karena session dekon bersifat "totally participative" and fun. Paling tidak itulah fenomen nyata yang kasat mata pada semua yang sudah mengalami "proses dekon" model Vincent Liong.

Justru karena perubahan drastis yang dapat terjadi dalam waktu yang relatif begitu singkat merupakan hal yang sangat mengancam kemapanan lembaga-lembaga yang sedang menikmati “comfort zone”-nya masing-masing. Salah satu dan lain penyebabnya ialah: Bila perubahan dapat terjadi demikian dahsyat dalam waktu yang demikian singkat, lalu apa gunanya pendidikan formal yang demikian lama dan mahal tetapi tidak menciptakan manusia yang integral, balanced, moderat dan toleran? Apa gunanya lagi konseling yang memakan waktu berhari-hari serta melelahkan itu? Bukankah itu yang menjadi tujuan utama sistem pendidikan nasional kita? Sekaligus bukankah itu tujuan kita memproklamasikan kemerdekaan negara ini – yaitu untuk membangun manusia yang seutuhnya? Bukanhanya manusia yang pintar tetapi yang berbudi pekerti, kaya dengan nilai serta mampu selalu menjaga keseimbangan antara tarikan kelompok terminal? ( Mang Iyus )

Comment : Pokoknya buku ini bagus untuk dibaca

Monday, March 05, 2007

Opini : Kemiskinan dan Daya Saing Bangsa

Ditengah melemahnya daya beli masyarakat, kenaikan harga beras akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan. Perkiraaan itu didasarkan atas kontribusi pangan yang cukup dominan terhadap penentuan garis kemiskinan, yakni hampir tiga perempatnya (74,99 persen). Sedangkan seperempatnya disumbang non pangan seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan (BPS, 2006). Dari total pengeluaran konsumsi rumah tangga, porsi pengeluaran untuk beras tercatat sekitar 17,8 persen. Sedangkan sisanya untuk pengeluaran gula pasir, minyak kelapa, telur dan mi instan. Ini berarti kontribusi beras terhadap garis kemiskinan mencapai sekitar 13 persen.

Angka sebesar 13 persen itu diperkirakan cukup berpengaruh dalam meningkatkan garis kemiskinan, sehingga berpotensi menambah jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Padahal, angka kemiskinan baru saja mengalami kenaikan yaitu dari 15,97 persen pada Februari 2005 menjadi 17,75 persen pada Maret 2006 (BPS, 2006).

Dalam jangka pendek, kenaikan harga beras itu akan berpotensi melahirkan kemiskinan sementara (transient poverty). Akan tetapi dalam jangka panjang, jika kenaikan harga beras itu sampai berlarut-larut dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan kronis (chronic poverty). Padahal diketahui, jika penduduk sampai terjerembab dalam kemiskinan kronis akan semakin sulit untuk mengatasinya, karena masalahnya akan semakin kompleks.

Lebih jauh, meningkatnya harga beras itu dapat menyebabkan perubahan pola konsumsi penduduk. Konsumsi pangan semakin bias ke kalori, sehingga konsumsi nonkalori seperti protein dan vitamin mendapat porsi yang semakin kecil. Perubahan pola konsumsi itu pada gilirannya akan menyebabkan penduduk menderita kekurangan gizi kian meningkat.

Kualitas hidup memburukMeningkatnya porsi pengeluaran untuk pangan, khususnya beras tidak saja akan membuka peluang meningkatnya penderita kekurangan gizi, akan tetapi juga dapat menurunkan kapabilitas dasar penduduk, yaitu pendidikan dan kesehatan. Porsi pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan diperkirakan semakin kecil seiring dengan meningkatnya pengeluaran untuk pangan.

Diketahui, kesehatan dan pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas hidup penduduk. Dua faktor ini, ditambah dengan daya beli merupakan unsur-unsur pokok dalam pembangunan manusia. Maka, meningkatnya harga beras dapat menurunkan kualitas penduduk, yang pada gilirannya menurunkan kualitas pembangunan manusia.

Berdasarkan laporan UNDP 2006, peringkat Indonesia dalam capaian pembangunan manusia, berada pada peringkat 108 di antara 177 negara, satu tingkat di atas Vietnam yang berada di posisi 109. Pada tahun 2005 Indonesia berada di posisi 110 dari 177 negara, sedangkan Vietnam berada di posisi 108. Hal ini berarti Indonesia mengalami kemajuan yang cukup berarti dibanding Vietnam.

Namun dibandingkan dengan lima negara ASEAN lainnya, Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina, posisi Indonesia masih berada di bawah. Laporan itu menyebutkan Singapura berada di peringkat 25, Brunei Darussalam 34, Malaysia 61, Thailand 74 dan Filipina 84.

Daya saingSecara keseluruhan, belum membaiknya pembangunan manusia di Tanah Air akan melemahkan kekuatan daya saing bangsa. Ukuran daya saing ini kerap digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu bangsa dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara global. Semakin lemah daya saing suatu bangsa akan semakin sulit untuk berkembang. Bahkan ada indikasi bahwa daya saing yang rendah akan menyebabkan ketergantungan pada bangsa-bangsa lain, yang pada gilirannya akan menurunkan kapabilitas bangsa untuk mandiri dan berdaulat.

Ada sembilan pilar yang digunakan untuk menentukan daya saing suatu bangsa, yakni
1) institusi publik baik dari pemerintah maupun swasta,
2) infrastruktur,
3) ekonomi makro,
4) kondisi pendidikan dan kesehatan.
5) pendidikan tinggi,
6) efisiensi pasar,
7) penguasaan teknologi,
8) jaringan bisnis, dan
9) inovasi (World Economic Forum, 2007).

Umumnya negara-negara berkembang masih berkutat pada pilar 1-4, negara-negara menengah telah berada pada pilar 5-7, dan negara-negara maju berada pada pilar 8-9. Kriteria ini didasarkan atas hipotesis terhadap kemajuan suatu bangsa berbasis upah (wages). Pada tahap awal, daya saing bangsa sebagai cerminan besarnya upah atau daya beli masyarakat ditentukan oleh kapabilitas dasar penuduk seperti pendidikan dan kesehatan, mekanisme pasar (market) dan pemerintahan yang akuntabel.

Jika kondisi demikian telah terpenuhi maka besarnya upah akan meningkat seiring dengan pendidikan penduduk yang semakin tinggi, mekanisme pasar yang semakin efisien dan penerapan teknologi yang semakin berkembang. Setelah tahap medium ini dipenuhi, daya saing bangsa akan meningkat lagi, seiring capaian pada pilar 8-9 yang meliputi perkembangan jaringan bisnis yang semakin meluas dan lahirnya berbagai inovasi.

Berdasarkan acuan sembilan pilar itu, telah disusun daya saing bangsa oleh Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) tentang Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index atau GCI) tahun 2006-2007. Dalam laporan itu, posisi Indonesia berada pada peringkat ke-50 dari 125 negara. Ini menunjukkan bahwa daya saing Indonesia berada pada tingkat menengah.

Di antara lima negara-negara ASEAN, peringkat Indonesia masih berada di bawah Singapura (peringkat ke-5), Malaysia (ke-26) dan Thailand (ke-35). Namun peringkat Indonesia masih lebih baik dibanding dengan Filipina (ke-71).

Patut dicatat, meski Indonesia bersaing ketat dengan Vietnam dalam hal capaian pembangunan manusia, namun untuk daya saing, kita jauh meninggalkan negara itu. Adapun untuk indeks daya saing global, posisi Vietnam berada pada peringkat ke-77.

Sebenarnya masih terbuka ruang yang cukup lebar untuk meningkatkan daya saing Indonesia, paling tidak sejajar dengan Thailand. Hal ini tergantung pada komitmen pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melaksanakan pemerintahan yang baik (good governance) dan melakukan pemberantasan korupsi.

Dibanding dengan Thailand apalagi Malaysia, kita masih tertinggal dalam soal kemiskinan. Berdasarkan kriteria Bank Dunia sebesar kurang dari 2 dollar AS, tercatat angka kemiskinan di Indonesia sekitar 52,4 persen, sedangkan di Thailand sekitar 32,5 persen dan di Malaysia sekitar 9,3 persen.

Jelas kiranya diperlukan komitmen yang tinggi dari pemerintah untuk segera menurunkan harga beras. Membiarkan kenaikan harga beras berlarut-larut akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan yang pada gilirannya melemahkan daya saing bangsa kita ditengah persaingan global.

Ikhtisar
- Meningkatnya harga beras menyebabkan perubahan pola konsumsi penduduk, yang pada gilirannya menyebabkan kekurangan gizi.
- Kualitas penduduk kemungkinan besar juga mengalami penuruna, yang akhirnya berdampak penurunan kualitas pembangunan manusia.
- Belum membaiknya pembangunan manusia akan melemahkan daya saing bangsa.

Comment : Artikel ini ditulis oleh Razali Ritonga
Kepala Subdirektorat analisis Konsistensi Statistik, BPS ( dari republika March.05.07)