Wednesday, July 25, 2007

Makna Pekerjaan anda

Makna Pekerjaan Anda...
By James Gwee

Beberapa waktu yang lalu saya memberikan pelatihan mengenai sikap
kerja disebuah hotel berbintang lima di Singapura. Salah satu peserta
pelatihan adalah Pak Lim, seorang pria berusia 60 tahunan yang bekerja
di hotel tersebut. Bagi saya pekerjaan sehari-hari Pak Lim sangatlah
monoton dan membosankan. Setiap hari, dengan membawa sebuah daftar,
dia mengecek engsel pintu setiap kamar hotel.

Saya akan menceritakan sedikit bagaimana tugas Pak Lim sebenarnya.
Pak Lim memulai rangkaian tugasnya dengan mengecek engsel pintu pintu
kamar 1001 dan memastikan bahwa engsel dan fungsi kunci pintu
berfungsi dengan baik. Pengecekan yang dilakukannya bukanlah
pengecekan "seadanya", namun pengecekan yang saksama di setiap engsel
dan memastikan bahwa setiap pintu bisa dibuka-tutup tanpa masalah.

Untuk mengecek satu pintu saja, Pak Lim berulang kali membukan dan
menutup pintu tersebut hanya untuk memastikan bahwa semuanya berfungsi
dengan baik. Barulah setelah puas, dia memberi paraf pada daftar yang
dibawanya dan mengecek pintu kamar berikutnya, kamar 1002, dia
melakukan hal yang sama, begitu seterusnya. Dalam sehari, Pak Lim bisa
mengecek pintu 30 kamar.

Anda tentu bertanya, berapa hari waktu yang dibutuhkan Pak Lim untuk
mengecek pintu semua kamar di hotel itu. kurang lebih sebulan! Tidak
mengejutkan sebenarnya karena hotel berbintang lima ini memiliki
sekitar 600 kamar.

Tugas pengecekan Pak Lim dapat diibaratkan sebagai lingkaran.
setelahpintu kamar terakhir selesai dicek, Pak Lim akan kembali lagi
ke kamar pertama, kamar 1001. Rangkaian tugas ini terus berjalan
seperti itu, dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun demi tahun.
Pekerjaan semaca ini jelas merupakan pekerjaan monoton, tanpa variasi
dan membosankan! saya sendiri tidak habis pikir, bagaimana mungkin Pak
Lim masih bisa cermat dan teliti mengecek setiap engsel pintu dalam
menjalani tugas yang membosankan ini. saya membayangkan, seandainya
saya sendiri yang diminta melakukan hal semacam ini, mungkin saya akan
memeriksa setiap engsel sekedarnya saja.

Karena sangat penasaran, suatu hari saya bertanya kepada Pak Lim apa
yang sebenarnya membuatnya begitu tekun menjalani pekerjaan rutin itu.
Jawabannya sungguh diluar dugaan saya. Dia mengatakan," James, dari
pertanyaan Anda, saya bisa menyimpulkan bahwa Anda tidak mengerti
pekerjaan saya. Pekerjaan saya bukan sekedar memeriksa engsel, tetapi
lebih dari itu. Begini. Tamu-tamu kami di hotel berbintang lima ini
jelas bukan orang sembarangan. mereka biasanya adalah Kepala Keluarga,
CEO sebuah perusahaan, Direktur atau Manajer Senior. Dan saya tahu
mereka semua jelas bertanggung jawab atas kehidupan keluarga mereka,
dan juga banyak karyawan dibawahnya yang jumlahnya mungkin 20 orang,
100 atau bahkan ribuan orang.

"Nah, kalau sesuatu yang buruk terjadi di hotel ini, misalnya saja
kebakaran dan pintu tidak bisa dibuka karena engselnya rusak, mereka
bisa meninggal didalam kamar. akibatnya bisa Anda bayangkan, pasti
sangat mengerikan, bukan hanya untuk reputasi hotel ini, tetapi juga
bagi keluarga mereka, karyawan yang berada dibawah tanggungan mereka.
Keluarga mereka akan kehilangan sosok Kepala Keluarga yang menafkahi
mereka dan karyawan mereka akan kehilangan sorang pimpinan senior yang
bisa jadi mengganggu kelancaran perusahaan. Sekarang Anda mungkin
dapat mengerti bahwa tugas saya bukan sekedar memeriksa engsel, tapi
menyelamatkan Kepala Keluarga dan Pimpinan unit bisnis sebuah
perusahaan. Jadi, jangan meremehkan tugas saya."

Saya benar-benar terperangah mendengar penjelasan panjang lebar Pak
Lim. Dari situlah saya mengerti bahwa jika seseorang tahu benar makna
dibalik pekerjaannya, dia akan melakukan pekerjaannya dengan bangga,
dengan senang hati, dengan penuh tanggung jawab. Sebaliknya,
seandainya saja Pak Lim tidak mengerti makna pekerjaannya, dia akan
mengatakan bahwa tugasnya hanya sebagai tukang periksa engsel.

Sekarang, coba tanyakan pada diri sendiri. Apakah anda tahu benar
makna dibalik pekerjaan Anda? Katakanlah Anda adalah seorang Staff,
Kepala Bagian, Manajer unit bisnis, Kadiv, apakah Anda tahu makna
dibalik pekerjaan anda sebagai seorang Staff, Kepala Bagian , Manajer
atau Kadiv ?

Ingatlah bahwa jika seorang tahu makna pekerjaannya, dia pasti akan
melakukan pekerjaan dengan rasa bangga, dan yang terpenting, dia akan
membuat pekerjaannya penuh arti, bagi dirinya, bagi keluarganya dan
bagi perusahaannya.

Regards,
JAMES GWEE

MENGAPA SAYA ALERGI TERHADAP PERUBAHAN?

Masih ingat mode celana cutbray tahun 70-an? Potongan bagian atas sempit dan ngepas, tapi sebelah bawah bentuknya lebar seperti payung terbuka setengah. Menjuntai melewati telapak kaki, lengkap dengan sepatu berhak tinggi besar. Jika orang berjalan, celana panjangnya ikut menyapu-nyapu lantai. Kemeja sempit, lengan digulung setengah.


Setelah celana cutbray menghilang, kemudian muncul gaya celana panjang super ketat membungkus tungkai. Orang-orang tidak pusing apakah tungkainya kurus atau lebar dan besar, semua tetap asyik memakai celana stritch yang praktis. Namun sekarang nampaknya orang kembali suka dan sering memakai celana dengan gaya cutbray itu.


Begitulah mode terus berubah, mode menjadi cermin perubahan. Ada keleluasaan dalam berekspresi dan mewujudkan gaya. Meskipun gaya seni kemudian menimbulkan berbagai tanggapan dan argumen. Yang jelas, gaya membentuk citra mode untuk menandai zaman. Sehingga orang yang memakai baju model tahun 80-an, bisa membuat orang yang melihatnya segera berkomentar, ” sst..., tuuh..orang kuno amat ! ”.

Jika kita berhenti sejenak dan melihat keadaan di sekeliling. Ternyata semua hal berubah, semua masalah makin berkembang. Zaman berubah, pemikiran berubah, sistem berubah, teknologi berubah, hiburan berubah, gaya berubah. Selama bumi masih berputar, maka perubahan tetap terjadi. Yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri.


Lalu, Mengapa Kita Merasa ALERGI Terhadap PERUBAHAN?


PENYEBAB :
1. Merasa Aman dan Nyaman dengan Hal-Hal RUTIN.
Kita pasti setuju kalau sepatu lama itu enak dipakai. Meski modelnya bagus, tapi sepatu baru biasanya ’menggigit’. Kaki bisa lecet dibuatnya. Jadi jika disuruh memilih, kita tentu suka dengan sepatu yang lama. Kulit sepatunya sudah lembut dan kaki kita pun sudah terbiasa dengan sepatu itu. Apalagi jika harus berjalan jauh dengan jalanan berbatu-batu yang sulit. Rasanya bisa membuat kita benar-benar minta ampun.


Sepatu lama itu bisa merupakan simbol dari kebiasaan kita, konsep pemikiran dan paradigma kita, bahkan pekerjaan atau lingkungan kita. Tapi seperti sepatu lama yang suatu ketika rusak dan perlu diganti yang baru, demikan dengan keadaan kita. Jika tetap merasa aman dan nyaman dengan rutinitas, suatu ketika kita akan kadaluwarsa.


2. Takut Mendapat TANTANGAN Baru.
Nasruddin Hoja kehilangan sekeping uang koin. Dengan kebingungan ia nampak mencari-cari kesana kemari. Ia memeriksa setiap jengkal tanah di halaman rumahnya. Akhirnya tiga jam berlalu dan ia belum juga menemukan koin tersebut.


Seorang tetangganya merasa prihatin dan bertanya pada Nasruddin apa yang sedang dicarinya. ” Aku mencari uang koinku yang hilang,” jawab Nasruddin. Sang tetangga kembali bertanya pada Nasruddin, ” Dimana uangmu jatuh ? ”. Sambil terus mengais-ngais tanah dihalaman, Nasruddin berkata, ” Tadi koinku jatuh di dalam rumah, tapi karena di dalam gelap maka kucari di tempat yang terang.”


Orang yang alergi perubahan sebenarnya adalah orang yang tidak percaya diri. Mentalnya tidak siap dengan tantangan yang harus dihadapi. Sehingga ia menipu diri sendiri dengan menganggap situasilah yang seharusnya mengikuti keinginannya.

3. Tidak Siap MENYESUAIKAN DIRI.


Jeremy Q.Lyons adalah direktur perusahaan pembuat mesin ketik West Coast. Pada awalnya West Coast dikenal sebagai perusahaan yang menguasai sebagian besar pasar nasional di Amerika. Namun dengan pengoperasian komputer dimana-mana, penjualan mesin ketik perlahan-lahan menurun.


Lyons yang dikenal tidak mudah menerima perubahan, bersikeras untuk terus memproduksi mesin ketik, penjualan merosot jauh hingga perusahaan tersebut akhirnya bangkrut. Jika tidak siap mengantisipasi perubahan dan mengadakan usaha pengembangan yang dibutuhkan, maka kita akan mudah tereliminasi.



SOLUSI :


1. Menyadari Kehidupan adalah PERUBAHAN.


Kisah puteri Salju sangat terkenal. Ibu tirinya seorang ratu yang jahat dan tidak ingin kecantikannya tersaingi. Tiap hari ratu bertanya pada cermin ajaib siapakah wanita tercantik di negerinya. Cermin ajaib selalu menjawab,“ Tentu saja sang ratu.”


Waktu terus berlalu, puteri Salju bertumbuh menjadi puteri yang sangat cantik. Hingga suatu ketika, cermin ajaib menjawab, “ Sang ratu adalah wanita yang cantik, tapi puteri Salju jauh lebih cantik.” Ratu menjadi iri lalu ingin membunuh puteri salju. Akhir cerita bisa di tebak.


Puteri Salju luput dari bahaya dan hidup bahagia dengan pangeran yang mencintainya. Sedangkan ratu yang jahat mendapat hukuman. Berbagai kesibukan dan rutinitas sehari-hari sering membuat kita tidak menyadari keadaan di sekitar kita yang terus berubah. Sekali-sekali kita perlu melakukan evaluasi dan retrear atau tinjauan ulang, agar menyadari perubahan-perubahan yang terjadi.


2. Mengenali PELUANG dalam Perubahan.


Seorang mantan eksekutif Group Bakrie memiliki pengalaman menarik dalam mengenali peluang. Setelah melewatkan 25 tahun berkarier di kelompok usaha Bakrie, ia memutuskan mengundurkan diri dan berwirausaha. Dalam situasi krisis ekonomi, ia kemudian sukses merintis perusahaan jasa konsultasi manajemen dan keuangan.


Cara pandang kita atas perubahan akan mempengaruhi apakah kita mendapat benefit atau justru menderita kerugian. Kita pasti sukses jika sanggup mengenali peluang-peluang baru dalam setiap perubahan.


3. Menikmati IRAMA Perubahan.
Apa yang terjadi jika orang menyanyi keroncong dengan iringan musik jazz ? Pasti kacau. Begitu pula dengan perubahan. Pasti kacau jika kita gagal mengikuti dinamika perubahan yang terjadi dan menyesuaikannya dengan tindakan dan keputusan kita.


Dinamika perubahan mengalir bagaikan irama musik. Perlu kepekaan dan visi yang tajam untuk membuat antisipasi yang tepat. Kita akan sukses dan menjadi pemenang jika kita dapat menikmati setiap perubahan yang terjadi dengan sikap antusias.




KATA-KATA BIJAK

Dinamika perubahan adalah cermin realitas kehidupan yang perlu diantisipasi dengan ketajaman visi dan kepekaan sikap yang positif.


--------------------------------------------------------------------------------

Dari Milis sebelah.....

Monday, July 16, 2007

Manusia yang Kehilangan Jiwa

“Apa untungnya bagi manusia menguasai seluruh isi dunia, tetapi kehilangan jiwa? Lalu, dengan apa ia akan memberikan sebagai gantinya jika ia kehilangan jiwanya?”

Demikian kira-kira kutipan kalimat pembuka film “Caligula”, karya sutradara Tinto Brass yang diproduksi pada 1979 yang mengisahkan kepemimpinan Kaisar Romawi ke-3, Gaius Julius Caesar Augustus Germanicus.

Lantas, apa hubungannya? Kaisar Gaius, yang lebih dikenal dengan julukan Caligula dengan karakter kepemimpinan eksentrik, hura-hura, korup sekaligus kejam. C Suetonius Tranquillus dalam “The Lives of the Twelve Caesar” mengklaim, Caligula sebagai pengidap kelainan seks–heteroseksual juga homoseksual (“peculiar sexual escapades”), “incest” dengan ketiga saudarinya. Ah, masak ia? Benarkan seorang pemimpin demikian akhlaknya? Albert Camus bahkan pernah menerjemahkan “Caligula” dalam sebuah drama.

Ada beberapa pertanyaan spontan menyerbu relevansi jiwa dan kekuasaan: Apakah jiwa memang lebih berharga dari pada kekuasaan, akan bagaimana jadinya jika kekuasaan jika tanpa jiwa. Lantas, jiwa yang bagaimana agar kekuasaan mampu memberi arti. Tentu akan lebih banyak pertanyaan lainnya.

Menyoal kalimat itu, kita pun akan teringat kata bijak: “Kekayaan bukan segalanya,” “kebahagiaan melebihi kekayaan materi,” atau “uang bukan segalanya.”

Maka, kita pun pasti heran dengan kebodohan manusia zaman sekarang yang sering melontarkan: “Ah, selama kita masih tinggal di dunia, itu sih masih wajar. Namanya juga manusia, dari sononya memang sudah berdosa.”

Lantas, manusia yang bagaimanakah yang dikatakan manusia yang kehilangan jiwa? Benarkah jiwa lebih berharga daripada kekuasaan atau kekayaan materi? Jawabnya mungkin ada pada kalimat awal tadi.

Begini persamaan kalimat itu, “Jiwa adalah segala-galanya. Kekayaan tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan jiwa,” atau “sebenarnya orang yang paling berbahagia adalah orang yang memiliki jiwa,” dan “jiwa bisa membawa manusia kepada dunia mana yang ia suka. Jika jiwanya sinting, maka sinting pulalah dunianya, demikian sebaliknya.”

Jiwa, apa itu?
Jiwa, apa itu? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Edisi Ketiga terbitan Balai Pustaka Tahun 2002, tertulis arti jiwa yang pas: roh manusia (yang ada dalam tubuh dan menyebabkan seseorang hidup); nyawa: seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dsb); sesuatu atau orang yang utama dan menjadi sumber tenaga dan semangat.
Sekarang, marilah kita lihat pengertian jiwa dalam bahasa asing. Kata jiwa (soul) berasal dari saduran Bahasa Inggris lama yaitu: “sawol”. Kata ini dimungkinkan erat kaitannya “se(u)la” (Jerman) yang berarti “kepunyaan laut”.

Dalam bahasa Jerman kuno, konsep jiwa dilibatkan dengan kehidupan setelah kematian yang selanjutnya menjadi bagian dari media alam, termasuk air. Maka masuk akal jika kemudian istilah itu dikembangkan menjadi kehidupan dalam air (living water). Barangkali dari sana mulai terkuaklah apa itu pengertian jiwa.

Dalam bahasa Yunani Kuno, jiwa disebut dengan “psyche”. Kata ini kemudian dalam bahasa Inggris modern disebut dengan “psychology”. Dalam karya Aristoteles pada terjemahan latin, kata jiwa disebut dengan “anima” Dalam bahas Latin sendiri, jiwa berarti “napas; bernapas”. Sama halnya dalam kitab Ibrani, jiwa (nephesh) berarti kehidupan.

Akan tetapi, dalam konteks religius dan filsafat, jiwa sering diartikan dengan kehidupan sesudah kematian. Atau barangkali pertanyaan yang lebih sesuai dengan pengertian ini, seperti ini: Apakah yang akan terjadi pada jiwa jika tubuh telah mati?” (What may happen to the soul after the death of the body?). Beranikah Anda menjawabnya? Seandainya kita tahu akan bagaiamana jadinya, sebaliknya kita tidak akan pernah tahu, maka kita tak acuh.

Setidaknya jagalah jiwa. Agar ia tak lepas dan tubuh dan menguasai. Sigmund Freud, sang psikoanalis mengklaim manusia dihidupi 3 unsur dalam siklus kehidupannya: ego, id dan superego, yang ketiganya seharusnya mampu saling menutupi.

Mengutip ucapan penyair Inggris Francis Macdonald Cornford (1874– 1943), yang meminjam seuntai bait “Pindar” (sebutan untuk sembilan lirik penyair Yunani Kuno, 522 SM): “jiwa akan tertidur ketika tubuh-tubuh kita bergerak, akan tetapi ketika manusia tertidur, jiwa akan bergerak dan bangkit dalam banyak wujud dalam sebuah mimpi “sebuah hadiah kegembiraan atau hasrat akan bayangan terdekat.”

Kembali ke topik awal, apakah hubungan Caligula dengan ungkapan “jiwa” itu. Barangkali, jelas sudah. Menjadi pemimpin bukanlah semata-mata untuk materi, kekuasaan dan hedonisme. Hal utama yang harus diperangi adalah dirinya sendiri. Lalu, ia akan menjadi bijak untuk rakyatnya.
Sebenarnya, kita manusia dituntut menjadi pemimpin dan penguasa: Penguasa dan
pemimpin jiwa. Siapkah kita?

(Tonggo Simangunsong, Harian Global )

Lentera : 4 hal yang membuat hidup berarti

Ada empat hal yang membuat hidup manusia di dunia ini menjadi berarti: kesehatan yang baik, keluarga yang baik, hati yang bersyukur dalam segala hal, dan keyakinan ke mana kita akan pergi setelah kita mati. Kekayaan dan kekuasaan tidak termasuk dalam keempat hal tersebut, karena kekayaan dan kekuasaan adalah sebuah beban yang diletakkan di atas pundak manusia dan harus dipertanggung-jawabkan suatu hari. (es)

Tuesday, July 03, 2007

GIGIH ALA NYOMAN LONDEN

Prepared by : “The Seven Doors”

Pengusaha sekaligus motivator yang satu ini memang layak mendapat julukan “Mr. GIGIH”, tidak hanya karena semangatnya yang menyala-nyala tetapi juga karena memang perjalanan hidupnya mengisyaratkan kegigihan yang luar biasa. Dibesarkan dalam keluarga yang cukup melarat, Nyoman Londen memang harus bertarung sangat keras dengan kehidupan. Meskipun demikian bukan kisah hidup Nyoman Londen yang akan kita bahas saat ini, melainkan salah satu tips, atau lebih tepatnya konsep yang seringkali beliau kumandangkan dalam setiap seminar. Konsep tersebut adalah “GIGIH”. Kata GIGIH disini ternyata memiliki arti yang mendalam, kata GIGIH juga saat ini banyak mengispirasi banyak orang.

G = Gagasan
I = Inputan
G = Gerakan
I = Ibadah
H = Hati Nurani

Gagasan
Diperlukan untuk memulai segala sesuatu. Gagasan merupakan cikal bakal lahirnya hal-hal besar.

Inputan
Inputan yang dimaksud dalam hal ini ada bagaimana kita belajar, mengumpulkan segenap informasi, knowledge atau pengalaman dari berbagai sumber, yang berhubungan dengan gagasan tersebut.

Gerakan
Bahasa kerennya Action ! Hanya sekedar Gagasan dan Inputan, hanya akan membuat kita bermain dalam level teori saja. Berteori, berteori dan sekedar berteori. Step selanjutnya yang biasanya mengandung unsur resiko ada Gerakan. Lewat gerakan atau Action kedua hal pertama akan disempurnakan.

Ibadah
Hal ketiga adalah ibadah. Elemen keempat ini tidak kalah pentingnya. Dengan Ibadah, berarti kita mengembalikan segala sesuatu kepada Sang Khalik. Lewat Ibadah pula, kekuatan kita akan berlipat ganda. Selain itu ibadah mempunyai satu point yang sangat krusial yaitu berperan untuk menyucikan motivasi kita, ini penting karena tanpa ibadah, kesuksesan kita hanyalah sekedar jerat duniawi belaka.

Hati Nurani
Tetapi segalanya tidak berhenti begitu saja, hati nurani adalah motor penggerak kita untuk mewujudkan gagasan tersebut. Dari sisi ini, ketulusan dan keiklasan adalah modal utama kita.

Sekarang kelima elemen GIGIH lengkap sudah. Bila kita sungguh-sungguh menghayatinya, niscaya apapun cita-cita kita, entah profesional ataupun enterpreneur, pasti akan terwujud.

Bersama pasti kita bisa, dengan satu langkah pasti. GIGIH !!!

Sepuluh Pengganjal Kebahagiaan Anda

Tulisan ini disarikan dari "Ten Roadblocks to Happiness and How to Overcome Them". This is not a book to read. This is a philosophy to be lived. For if the principles are not applied, they will be powerless to help bring about change.

LET GO OF DEMAND

Apa sih, yang sebenarnya membuat Anda marah dan kecewa? Apakah seseorang yang memotong antrian di depan Anda? Pengemudi iseng yang memprovokasi Anda di jalanan? Komputer yang hanya untuk di-boot saja terasa begitu lama? Handphone yang harus berganti setiap bulan dua kali karena terus dicuri? Orang yang mengejek dan mempermainkan Anda? Hujan sepanjang hari? Tagihan bejibun yang membuat Anda marah sampai ke ubun-ubun?

Bukan, bukan itu semua. Apa yang membuat Anda marah dan kecewa adalah "tuntutan yang kekanak-kanakan" dan "ekspektasi yang tidak realistis".

Saat Anda masih bayi, apa yang perlu Anda lakukan untuk mendapatkan sesuatu, hanyalah berteriak menangis sekencang-kencangnya. Dengan modal itu, Anda mendapatkan popok yang baru, susu ibu atau susu sapi, atau barang sepuluh lima belas kerokan pisang ambon untuk dinikmati.

Itulah ciri Anda saat masih helpless dulu. Waktu itu, perilaku demanding Anda masih bisa diterima. Tapi kini Anda telah dewasa. Anda bertanggung jawab pada hidup Anda, dan Anda tidak bisa lagi berharap bahwa dunia akan melayani Anda sebagaimana yang Anda mau. Jika Anda tetap melakukannya sekarang, itu namanya self-induced misery, alias penderitaan yang Anda buat sendiri. Berhentilah.

Apa yang perlu Anda lakukan sebenarnya cukup mudah. Anda hanya perlu mengganti demand dan ekspektasi, dengan preferensi.

"Aku sih nggak nuntut suamiku bangun lebih pagi, tapi aku lebih prefer kalo dia memang bisa melakukannya."

Anda akan lebih mengerti, dan Anda akan menjadi orang yang penuh pengertian.

Buanglah Pola Pikir yang Tidak Rasional

"Saya tidak akan pernah berbahagia kecuali dunia melayani Saya seperti yang Saya mau."

Itu tidak rasional. Apa yang bisa Anda kontrol hanyalah diri Anda sendiri.

Bersikaplah Mau Berbahagia

Disadari atau tidak, Anda mungkin tidak ingin berbahagia. Anda bisa melepaskan apapun dari diri Anda; uang, harta, waktu, energi, dan bahkan cinta, kecuali satu; penderitaan Anda.

Bahagia haruslah dimulai dari kemauan Anda sendiri. Anda mau bahagia atau tidak? Secara sadar Anda jelas mau berbahagia. Tapi cobalah selami kembali alam bawah sadar Anda. Bisa jadi, Anda sendiri yang tidak mau berbahagia.

Saat Anda merasa marah, itu penderitaan yang tidak membahagiakan. Lepaskanlah penderitaan Anda, bukan lampiaskan. Bertanyalah pada diri sendiri, "Bener nih, mau nuker happy sama kemarahan ini?" Perpanjanglah sumbu Anda supaya Anda bisa membuang penderitaan.

Berhentilah Mengasihani Diri Sendiri

Anda tidak akan menjadi pahlawan hanya dengan menderita. Adalah lebih heroik jika Anda tetap riang gembira di tengah penderitaan.

Berhentilah Membesar-besarkan

Tak perlu mem-blow-up permasalahan sampai keluar dari proporsinya. Itu akan melumpuhkan Anda. Belajarlah obyektif dan jadikanlah itu sebagai motivasi untuk mengambil tindakan.

LET GO OF REGRET

Anda pasti pernah menyesali sesuatu tentu saja. Wong kita ini manusia kok. Itu, sebenarnya versi lain dari kata-kata: "Kita tidak sempurna".

Tak perlu panik atau terobsesi oleh penyesalan. Jadikanlah ia kekuatan positif. Anggaplah itu sebagai wakeup call, sebuah tepukan yang membangunkan Anda dari tidur. Bukankah Anda macan?

Janganlah menunda tindakan dengan penyesalan. Bertindaklah segera dan Anda tidak akan menyesal lagi, sebab Anda telah melakukan sesuatu.

Tutuplah rapat-rapat lebarnya jarak antara Anda yang ideal dan Anda yang sekarang. Nikmatilah Anda yang sekarang dan lakukan apa yang terbaik menurut Anda. Sebab jika Anda punya waktu untuk menyesal, maka Anda pasti punya waktu untuk melakukan sesuatu tentang itu.

LET GO OF GREED

"Saya telah punya semua yang saya mau, dan Saya telah menjadi apa yang Saya ingin, kecuali..."

Ya. Itulah Anda barangkali. Tidak SEMUA yang Anda mau akan Anda dapatkan.

Pertama, resources Anda terbatas. Kedua, nafsu Anda adalah sesuatu yang tidak akan pernah terpuaskan. Ia seperti air laut. Makin Anda minum, makin kering rasanya tenggorokan. Desire Anda tidak salah, melewati batasnyalah yang salah.

Sadarilah bahwa penyebab kerakusan adalah kesenangan. Bisa memiliki memang menyenangkan. Tapi kesenangan itu sendiri bisa menjadi candu. Kita sering lupa, bahwa kesenangan tidak selalu sama dengan kebahagiaan. Saat Anda menemukan bahwa kesenangan ternyata tidak sama dengan kebahagiaan, muncullah ketakutan dan kekhawatiran. Takut dan khawatir itu, akan memicu desire Anda lebih besar lagi.

Maka, Anda akan menemukan lingkaran yang abadi di sini: Karena desire Anda tidak pernah punya ujung, maka fear Anda juga tak akan pernah punya muara. Berhentilah menjadi manusia yang terpenjara!

Iya. Tapi bagaimana?

Fokus dan terapkanlah prioritas. Mulailah dahulu dengan BEING. Soal HAVING, ya belakangan sajalah. Dan untuk BEING, Anda harus DOING. Just DO your best.

LET GO OF WORRY

Anda tahu kenapa lagu "Don't Worry - Be Happy" begitu ngetop? Karena itulah panggilan jiwa Anda.

Pahamilah perbedaan antara "menderita" dan "khawatir". Menderita adalah pesan tentang masalah, sementara khawatir adalah pesan tentang adanya peluang untuk tumbuh dan berkembang. Jadi waspadalah. Apakah Anda memang menderita, atau sebenarnya Anda hanya khawatir saja?

Jika Anda hanya khawatir, ketahuilah bahwa sumbernya adalah ketakutan. Anda takut terhadap sesuatu yang masih gelap, blank, dan tidak tahu apa-apa tentangnya. Atau, Anda takut menghadapi tantangan.

Ketahuilah bahwa setiap detik dan setiap saat, Anda adalah benih. Benih yang mestinya bisa tumbuh menjadi besar dan hebat. Worry can't change the past, but it can ruin the present. Berpengetahuanlah, dan bertindaklah menyambut tantangan. Seperti seekor macan.

LET GO OF DEFENSIVENESS

Salah itu normal, termasuk jika itu melukai orang lain. Bukan nyuruh nih, tapi kita semua memang pernah berbuat salah. Anda tahu kan kenapa pensil, whiteboard, dan papan tulis itu ada penghapusnya? Karena Anda adalah manusia.

Jika Anda salah apa yang Anda katakan?

"Aduhhh.. maaf nih. Maaf, namanya juga manusia."

Lantas, apa yang Anda katakan jika orang lain yang salah?

"Dasar Bodoh!"
"Stupid!"
"Bloon."

Saat Anda salah, Anda adalah manusia. Saat orang lain salah, mereka bukan manusia. Ini tidak rasional. Maka, maafkankanlah mereka.

LET GO OF GUILT

Guilt adalah rasa tidak nyaman saat Anda mengalami perlawanan menentang kesadaran Anda sendiri. Guilt itu sendiri tidak terlalu berbahaya. Apa yang lebih berbahaya adalah ketiadaan solusinya.

Feeling guilty itu bagus. Itu sinyal lampu merah yang memperingatkan Anda agar stay on course. Maka saat Anda feeling guilty, dengarkanlah isi hati Anda. Manakah yang Anda pilih, short-term pleasure atau long-term gain?

Rasa bersalah yang tidak menemukan solusi, akan membuat Anda mengalami ini:

1. Pikiran yang tidak damai.
2. Rasa tidak percaya dan takut pada orang lain, atau bahkan kepada Allah SWT.
3. Sesuai angka ini, Anda akan menderita tiga kali:

Pertama, saat Anda bertindak tidak bertanggung jawab. Kedua, saat Anda melihat orang lain bertindak dengan penuh tanggung jawab. Ketiga, saat Anda harus menanggung konsekuensinya.

Berikut inilah yang perlu Anda lakukan saat Anda merasa tidak bertanggung jawab.

Ingatlah bahwa responsibility, adalah singkatan dari "response-ability". Kemampuan untuk merespon dengan tepat. Bagaimana caranya agar bisa merespon dengan tepat? Anda bisa menggunakan rumus AAA.

1. Admit. Akui bahwa pilihan tindakan Anda adalah salah.
2. Analyze. Analisis perilaku Anda. Apa alasan Anda memilih yang salah? Apa konsekuensinya? Bagaimana tidak mengulanginya? Bagaimana meluruskan pilihan yang sekarang?
3. Atonement, alias integritas. Integritas adalah menyatunya hati, jiwa, sasaran, tindakan, dan keimanan. Saat semuanya menyatu, Anda memasuki tahap atonement, alias at-one-ment.

Dengan AAA, Anda bisa memperbaiki keadaan.

LET GO OF SPITE

Anda, pasti pernah diprovokasi. Oleh pengemudi lain di jalanan, atau oleh orang lain yang mengejek dan melecehkan. Anda pasti pernah merasa diserang. Di kantor, di rumah, di lapangan sepak bola, di kantin, di mana saja.

Tidak ada perlunya Anda melayani yang begituan. Sebab, dunia Anda bisa rusak seharian. Mengalah sajalah, kecuali jika undang-undang dasar Anda yang terlanggar atau terinjak-injak.

Kita cenderung lupa bahwa kita lebih sering menggunakan hati untuk merasakan, ketimbang otak untuk berpikir. Ini sepertinya benar dan wajar. Tapi berhati-hatilah karena itu tidak logis dan tak rasional. Itu emosional.

Jika Anda merasa perlu melayani serangan, provokasi, dan ejekan orang lain, maka itu tentu ada sebabnya.

Pertama, rasa keadilan Anda yang terusik. Saat Anda merasa diserang, Anda merasa perlu membalasnya. Tapi, jika serangan itu dilakukan karena tidak sengaja, tidak dimaksudkan untuk menyerang, kesalahpahaman, atau hanya karena mereka bodoh saja, keadilan macam apa sih yang Anda inginkan?

Kedua, logika Anda yang terdistorsi. Anda berasumsi bahwa jika mereka mengalami sakit seperti yang Anda rasakan, maka mereka akan meminta maaf.

Tidak. Jikapun mereka akhirnya meminta maaf, itu bukan karena sakit yang Anda buat dengan serangan balasan, tapi karena pikiran dan hati mereka yang sudah lurus kembali. Saling menyakiti tidak akan menyelesaikan masalah. Ia bahkan memperuncingnya.

Ketiga, secara sadar atau tidak Anda mencoba menghindari tanggung jawab untuk membahagiakan diri sendiri. Sebab jika Anda memang mau bertanggungjawab untuk kebahagiaan Anda sendiri, Anda pasti tidak akan melarikan diri.

Jika begitu, bagaimana caranya memunculkan rasa tanggung jawab untuk kebahagiaan diri sendiri? Awareness-lah jawabannya.

Ketahuilah bahwa rasa sakit yang Anda derita adalah bukan karena serangan mereka, tapi karena reaksi Anda atas perilaku mereka. Mengapa mereka begitu jahat dan kejam kepada Anda? Karena mereka sedang sakit, dan mereka merasa terancam oleh Anda.

Responlah sikap buruk orang lain dengan kebaikan, maka Anda akan mulia dan terhormat. Cobalah selalu untuk bersikap rendah hati tapi bukan rendah diri.

Ketahuilah bahwa sabar itu tidak pasif. Ia tidak datang dengan sendirinya, dan ujug-ujug Anda menjadi sabar. Sabar itu kata kerja dan bukan kata sifat. Maka sabar, adalah disabar-sabarin.

LET GO OF ENVY

Anda juga mungkin pernah merasa kalah. Waspadalah. Salah-salah, kekalahan bisa membuat Anda menjadi orang yang envious, yaitu orang yang penuh dengki dan tidak bisa menerima kekalahan. Tidak senang jika orang lain senang, dan senang jika orang lain tidak senang.

Sikap envious, bisa berkembang dalam tiga tahap.

Pertama, saat Anda merasakan kekalahan. Di tingkat ini, perasaan kalah itu sebenarnya wajar. Apalagi jika Anda bisa memberi selamat kepada pemenang, dan kemudian menjadikan kekalahan sebagai pelajaran. Jika tidak bisa, maka di sinilah bibit envious Anda akan mulai tersemai.

Kedua, saat Anda mulai mengembangkan perilaku mensabotase orang lain. Mulainya dari yang kecil-kecil saja, seperti menciptakan isu dan gosip buruk, atau berharap dan "berdoa" untuk kemalangan dan kecelakaan bagi orang lain. Anda mungkin mengira ini tidak berbahaya.

Salah. Itu sangat berbahaya. Mengapa? Karena harapan buruk seperti itu adalah karatnya jiwa, persis seperti karatnya besi. Merusak, melubangi, merontokkan, dan menggerogoti semua amal baik. Lebih dari itu, dari mana sih datangnya semua tindak kejahatan? Ya dari doa, harapan, fitnah, dan pikiran negatif yang melenceng seperti itu!

Ketiga, seperti sudah disebut barusan, semuanya akan termanifestasi menjadi tindak kejahatan. Anda akan menjadi orang yang dengki, dengan sikap dan tindakan yang keji. Anda telah menghancurkan diri sendiri.

Jika Anda mulai mengalami gejala penyakit ini, resepnya sederhana. Bertemanlah dengan mereka yang menang. Kemudian, ubahlah cara berpikir Anda. Gantilah "Saya pengen kayak gitu," menjadi "Bagaimana supaya Saya bisa seperti itu."

LET GO OF ANGER

ANGER itu cuma satu huruf lebih pendek dari DANGER. Dan "D", adalah nilai minusnya.

Alasan yang bagus bagi Anda supaya tidak marah, adalah memahami bahwa kemarahan akan menyebarluaskan kelemahan. Saat Anda marah, Anda sebenarnya berkata, "Saya takut! Saya Terluka! Saya frustrasi!" Itu, adalah kata lain dari "Saya lemah."

Sadarilah bahwa orang, barang, atau situasi, akan cenderung membuat Anda selalu marah. Udah dari sononya begitu. Anda tidak bisa dengan mudah mengontrol sesuatu di luar diri Anda. Dan jika Anda marah, kemarahan Anda tidak akan membuat dunia berjalan sesuai kemauan Anda. Andalah yang harus menyesuaikan diri dengannya.

Sadarilah bahwa jika Anda menghadapi orang yang marah, they're not being mean; they're just being people. Like you. Dan seperti biasa, marah itu muncul disebabkan oleh fear. Rasa takut akan kehilangan kontrol.

Keinginan untuk mengontrol adalah benar. Tapi, ingin mengontrol orang lain itu salah. Yang benar, ingin memberi contoh teladan kepada orang lain. Mengontrol dengan kekuasaan? Salah juga. Apa yang perlu dikontrol hanyalah diri sendiri. Sekali lagi, maafkanlah mereka yang marah. Tidak ada yang salah saat seorang manusia bersikap dan bertindak sebagai manusia.

Anda sendiri, kurangilah marah Anda sebab Anda sendirilah yang akan merugi. Saat Anda marah, apa yang telah keluar sebenarnya tidak perlu keluar dan apa yang terlanjur sebenarnya tidak perlu terlanjur.

LET GO OF FEAR

Saat Anda menghadapi ketakutan, Anda berada di tengah-tengah persimpangan jalan. Satu cabang menuju kepada kepengecutan, dan satu lagi menuju kepada keberanian. Yang satu menuju harapan dan impian, yang satu lagi menuju kekecewaan dan kesedihan.

Anda tidak bisa mundur atau tetap diam, melainkan tetap maju dan memilih salah satu cabang. Dengan diam atau mundur, Anda tidak akan tumbuh dan berubah. Malah, Anda menuju ke kepunahan dan kematian.

Manage-lah fear Anda, sebab fear adalah False Evidence Appearing Real. Asli tapi sebenarnya palsu.

Jadi, tak usahlah Anda bersedih lagi. Bersenang-senang sajalah. Sibuklah. Lakukan yang terbaik. Tak perlu takut dan tak usah khawatir. Lakukanlah segalanya dengan semangat dan keberanian. Itu lebih baik buat Anda.

Bukannya tadi sudah Saya bilang, kalo Anda itu macan?

Saya Ingin Anda Sukses,
Saya Harus Membuat Anda Sukses.

Menimbang Diri

Kehidupan di dunia tidak akan bisa lepas dari pengawasan dua malaikat pencatat (kiraman katibin) yang tak pernah lalai mengawasi gerak-gerik dan ucapan kita. Mereka akan selalu menulis dan menghitung sekecil apapun perbuatan yang kita lakukan. Allah SWT berfirman, ''Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.'' (QS Al-Infithar [82]: 10-12)

Sekiranya kita mengetahui sedikit banyak apa yang telah kita lakukan dengan menghitung perbuatan selama berada di dunia, lebih banyak kebaikankah atau keburukan? Imam Ibnul Qayyim berbicara tentang cara muhasabah pada diri pribadi.

Pertama, hendaklah menghitung diri dalam masalah kewajiban, jika ingat masih ada kekurangan, maka hendaknya segera disusul dengan mengqadla atau memperbaikinya. Kemudian setelah itu menghitung diri dalam masalah larangan, jika mengetahui ada larangan yang telah dikerjakan atau diterjang, maka hendaknya segera menyusulnya dengan bertobat dan beristighfar serta banyak melakukan kebajikan-kebajikan. Muhasabah diri dalam hal kelalaian, dilakukan dengan menimbang, jika selama ini telah sering lalai akan tujuan dari penciptaan manusia di dunia, maka harus segera mengingatnya. Selain itu juga selalu ''menghadapkan'' diri kepada Allah.

Langkah selanjutnya adalah menghitung diri dalam hal ucapan, langkah kedua kaki, aktivitas kedua tangan, pendengaran telinga, penglihatan; apa yang dikehendaki dengan semua itu, untuk siapa serta apa tujuan melakukannya. Seluruh ucapan dan perbuatan hendaknya mempunyai dua sisi pertimbangan yang selalu diingat. Pertimbangan untuk siapa berbuat dan bagaimana berbuat. Juga selalu tanyakan pada diri tentang kadar keikhlasan dan mutaaba'ah, yaitu mengikuti tata cara Nabi.

Semoga dengan selalu menimbang diri kita bisa lebih mempersiapkan diri ketika menghadap-Nya. Ibnul Jauzi berkata, ''Sepantasnya orang yang tidak tahu kapan ia akan mati untuk selalu mempersiapkan diri, janganlah ia tertipu dengan usia muda dan kesehatannya.'' Wallahu a'lam bish-shawab.

dikutip dari hikmah harian republika

4 Pedoman Menjaga Kualitas Kerja

Ada empat hal yang bisa menjadi pedoman bagi para pekerja untuk tetap sehat dan produktif, menurut Indayati Oetomo, pakar pengembangan kepribadian John Robert Powers. Empat hal tersebut yakni hasrat bekerja, kualitas waktu, menjalin jejaring, dan keinginan bersaing. “Keempatnya adalah bagian tak terpisahkan untuk memacu produktivitas,” tegas Indayati.

Bekerja sangat membutuhkan hasrat karena hal tersebut berarti bekerja dengan cinta. Tanpa itu, pekerjaan justru membuat mental sakit akibat perasaan tertekan dan terbebani. Motivasi dan tujuan yang jelas diperlukan untuk memacu hasrat bekerja, termasuk lingkungan kerja yang mendukung.
Selain bekerja, juga dibutuhkan waktu untuk memanjakan diri dan menyuntikkan kembali semangat baru. Dibutuhkan kualitas waktu dengan cara memanajemen waktu seefektif mungkin agar kehidupan di luar pekerjaan tak terampas.

“Jangan hanya berkutat dengan pekerjaan dan lingkungan kantor. Di luar kesibukan bekerja, milikilah kegiatan yang memungkinkan Anda bersosialisasi dan mendapat teman diskusi untuk menambah wawasan dan menguji ide-ide Anda,” sarannya.

Bagaimanapun, bekerja butuh semangat persaingan. Jangan terlena dengan zona nyaman yang Anda jalani sekarang, dan tetapkan target-target baru dalam karier Anda yang mampu memicu ide-ide kreatif baru muncul.