Sunday, April 09, 2006

Belajar dari Korea, Negara yang Tertib dan disiplin


Lain lubuk lain pula ikannya, itulah ungkapan yang pas membandingkan orang di Indonesia yang berperilaku seenaknya, dengan masyarakat Korea Selatan yang punya tabiat tertib, dan disiplin.
TERNYATA 14 hari di bulan Maret 2002 menjadi orang tertib, disiplin, dan mengikuti aturan, cukup menyenangkan. Seandainya dalam waktu yang singkat itu bisa diaplikasikan dalam kehidupan di negara sendiri, betapa menyenangkan. Tetapi harapan itu sudah pasti tidak akan terjadi, sebab ketika kembali ke Tanah Air dan mencoba untuk menjadi orang tertib, malah seperti orang aneh.
Mengamati, mempelajari, hingga merasakan sendiri bagaimana pola kehidupan masyarakat Korea menjadi program menyenangkan. Sebab mereka dengan senang hati menolong dan memberikan informasi yang cukup lengkap, dan tidak terkesan ditutup-tutupi apabila kita dalam kesulitan. Tingkat disiplin masyarakatnya yang sudah tinggi, menjadikan Korea lebih maju dibanding saudaranya dari utara. Soal berlalu lintas misalnya, nyaris seluruh penjuru Kota Seoul tidak ditemukan pemisah jalan dari beton. Yang ada hanyalah garis putih, kuning, dan biru sebagai pemisahnya. Toh, tidak ada yang mencoba untuk melanggar aturan main itu kecuali dalam keadaan darurat.
Menyeberang jalan pun bila lampu bergambar orang belum menunjukkan warna hijau, mereka tidak akan melintas. Begitu juga dengan kendaraan yang lalu lalang, benar-benar memberi ruang bagi para pejalan kaki. Namun soal pengendara sepeda motor, agaknya tidak beda jauh dengan Jakarta, kerap melewati trotoar jalan. Kadang mereka melewati trotoar berlawanan arah dengan kecepatan sekitar 30 km/jam. Untunglah pengendara sepeda motor di Seoul tidak sebanyak di Jakarta.
Korea dengan 70% wilayah terdiri dari pegunungan, membuat kawasan semenanjung ini memiliki suhu yang cukup sejuk di beberapa wilayah tertentu. Luas negara ini 99.500 km persegi dengan populasi sekitar 52 juta jiwa. Secara administratif negara dengan sistem pemerintahan presidensial ini terdiri dari sembilan provinsi (do), 77 kota (si), dan 88 distrik (gun).
Tingkat kemajuan Korea bisa dilihat dari income per kapita yang mencapai US$14.162 seperti diungkapkan pengajar ekonomi Yonsei University Kap-Young, Jong. Padahal 1962 income per kapita penduduk Negeri Ginseng ini baru US$87.
Bukan cuma lalu lintas, tapi juga soal antre dalam banyak hal menjadikan negeri ini tertib. Satu yang patut digarisbawahi, penghargaan terhadap kalangan cacat begitu tinggi. Semua gedung, kendaraan umum, atau fasilitas umum lainnya selalu ada kemudahan bagi kalangan disable ini.''Mereka juga kan manusia seperti kita. Jadi saya pikir fasilitas seperti ini kewajaran karena mereka memang ada keterbatasan,'' tutur Sohyoon Oh, wanita cantik yang juga mahasiswa tingkat PhD di Yonsei University ( dari berbagai sumber )

No comments: